33 1
Saling mengenal dan mempercayai. 2
Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius. 3
Saling menerima dan saling mendukung. 4
Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif. Unsur kelima pembelajaran kooperatif adalah pemrosesan
kelompok. Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasikan dari urutan atau tahapan kegiatan
kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak
membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan konstribusi terhadap kegiatan
kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok Suprijono, 2010: 58- 61.
Tabel 2.2 Sintaks Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1: Present goals and set Menyampaikan
tujuan dan
mempersiapkan peserta didik Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap belajar Fase 2: Present information
Menyajikan informasi Mempresentasikan
informasi kepada
peserta didik secara verbal Fase 3: Organize students into learning
teams Mengorganisir peserta didik kedalam tim-
tim belajar Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang cara pembentukan tim belajar dan
membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien
Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajat
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi
Menguji pengetahuan
peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran atau
kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun
kelompok
Suprijono, 2010: 65.
b. Jigsaw
34 Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-
rekan sejawatnya Arends, 2008 : 13. Model belajar kooperatif jigsaw merupakan model belajar kooperatif, dengan siswa belajar
dalam kelompok kecil yang terdiri dari tiga sampai enam orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan positif dan
bertanggung jawab secara mandiri. Setiap anggota kelompok adalah bertangggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang
harus dipelajari dan menyampaikannya kepada anggota kelompok yang lainnya. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama anggota
kelompok dalam suasana kooperatif dan mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah
informasi dan
meningkatkan keterampilan komunikasi Takari, 2009: 103.
Pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model belajar ini terdapat tahap-tahap dalam
penyelenggaraannya. Tahap pertama siswa dikelompokkan dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok
siswa tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu.
Untuk mengoptimalkan
manfaat belajar
kelompok keanggotaan seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuan
maupun karakteristik lainnya. Dengan demikian, cara yang efektif untuk menjamin heterogenitas kelompok ini adalah guru membuat
kelompok-kelompok itu. Jika siswa dibebaskan membuat kelompok
35 sendiri maka biasanya siswa akan memilih teman-teman yang sangat
disukainya misalnya sesama jenis, sesama etnik, dan sama dalam kemampuan.
Hal ini cenderung menghasilkan kelompok-kelompok yang homogen dan seringkali siswa tertentu tidak masuk dalam kelompok
manapun. Oleh karena itu, memberikan kebebasan siswa untuk membentuk kelompok sendiri bukanlah cara yang baik, kecuali guru
membuat batasan-batasan tertentu sehingga dapat menghasilkan kelompok-kelompok yang heterogen. Pengelompokkan secara acak
juga dapat digunakan, khusus jika pengelompokkan itu terjadi pada awal tahun ajaran baru dimana guru baru sedikit mempunyai
informasi tentang siswa-siswanya. Jumlah siswa yang bekerja sama dalam masing-masing kelompok
harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk dapat bekerja sama secara efektif, karena suatu ukuran kelompok mempengaruhi
kemampuan produktivitasnya. Dalam hal ini, Soejadi 2000 mengemukakan, jumlah anggota dalam satu kelompok apabila makin
besar, dapat mengakibatkan makin kurang efektif kerjasama antar para anggotanya.
Menurut Edward 1989, kelompok yang terdiri dari empat orang terbukti sangat efektif. Sedangkan Sudjana 1989 mengemukakan,
beberapa siswa dihimpun dalam satu kelompok dapat terdiri 4-6 orang siswa. Jumlah yang paling tepat adalah menurut hasil penelitian Slavin
adalah hal itu dikarenakan kelompok yang beranggotakan 4-6 orang
36 lebih
sepaham dalam
menyelesaikan suatu
permasalahan dibandingkan dengan kelompok yang beranggotakan 2-4 orang.
Dalam jigsaw ini setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian siswa-siswa atau perwakilan
dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan anggota-anggota dan kelompok lain yang mempelajari materi yang sama. Selanjutnya
materi tersebut didiskusikan, dipelajari, serta memahami setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat memahami
dan menguasai materi tersebut. Pada tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut
dapat menguasai materi yang ditugaskannya, kemudian masing- masing perwakilan tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau
kelompok asalnya. Selanjutnya masing-masing anggota tersebut saling menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga teman satu
kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan guru. Pada tahap ini siswa akan banyak menemui permasalahan yang
tahap kesukarannya bervariasi. Pengalaman seperti ini sangat penting terhadap perkembangan mental anak. Piaget dalam Ruseffendi, 1991
menyatakan, “... bila menginginkan pekembangan mental maka lebih cepat dapat masuk kepada tahap yang lebih tinggi, supaya anak
di perkaya dengan banyak pengalaman”. Lebih lanjut Russefendi
mengemukakan, kecerdasan manusia dapat ditingkatkan hingga bats optimalnya dengan pengayaan melalui pengalaman.
Pada tahap selanjutnya siswa diberi teskuis, hal tersebut dilakukan
37 untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi.
Dengan demikian, secara umum penyelenggaran model belajar jigsaw dalam proses belajar mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawab
siswa sehingga terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikannya secara kelompok. Pada kegiatan ini
keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar semakin berkurang dalam arti guru menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai
fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab serta siswa akan
merasa senang berdiskusi tentang Matematika dalam kelompoknya. Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan jua dengan
gurunya sebagai pembimbing. Dalam model pembelajaran biasa atau tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan kelas. Sebaliknya, di
dalam model belajar tipe jigsaw, meskipun guru tetap mengendalikan aturan, ia tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas, tetapi siswalah yang
menjadi pusat kegiatan kelas Isjoni, 2010: 54-57. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, yaitu: setiap anggota
terdiri 5-6 orang yang disebut kelompok asal, kelompok asal tersebut dibagi lagi menjadi kelompok ahli, kelompok ahli dari masing-masing
kelompok asal berdiskusi sesuai keahliannya, dan kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk saling bertukar informasi Suyatno,
2009:54. Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai
berikut :
38 1
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4
– 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota
dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi
pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut
kelompok ahli Counterpart GroupCG. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta
menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson
disebut kelompok Jigsaw gigi gergaji. Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai
dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli
yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok
asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik
yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. 2
Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok
39 atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan
hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah
didiskusikan. 3
Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. 4
Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. 5
Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
6 Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar
materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai Sudrajat,2008:online. Jumlah peserta kadang tidak dapat dibagi tepat dengan banyaknya
segmen pembelajaran. Bila hal ini terjadi, kita dapat menyesuaikannya dengan menggunakan partner belajar sebagai pengganti kelompok.
Bagilah materi pembelajaran hanya menjadi dua segmen , berikan satu segmen kepada salah satu anggota pasangan dan segmen lain kepada
partnernya. Misalnya, dalam handout yang berisi tujuh poin, satu orang yang ditugaskan mulai dari poin 1 sampai 4. Dan partnernya
dapat ditugask an mulai dari poin 5 sampai 7. Bentuklah “teman
belajar” dari anggota pasangan yang mempunyai tugas yang sama.
40 Kemudian pasangan aslinya bertemu kembali untuk saling
mengajarkan apa yang telah mereka pelajari Silberman, 2010:178. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memiliki beberapa
kelebihan antara lain: 1
Melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain.
2 Meningkatkan
rasa tanggung
jawab siswa
terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
3 Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi
mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompok yang lain.
4 Siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan bekerjasama
secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. 5
Melatih peserta didik agar terbiasa berdiskusi dan bertanggungjawab secara individu untuk membantu memahamkan
tentang suatu materi pokok kepada teman sekelasnya. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki jigsaw tersebut diharapkan
dapat membuat perubahan sikap dari peserta didik kearah yang lebih baik, seiring dengan peningkatan hasil belajarnya.
5. Hakikat Peserta Didik