Interprofessional Education IPE Interprofessionalisme
17
c Manfaat IPE Terkait
dengan manfaat
perkembangan personal
dan profesionalisme semua kelompok yang ikut dalam IPE, melaporkan
bahwa mereka telah mengalami banyak perkembangan pada diri mereka dalam melakukan tindakan dan lebih profesional, misalnya
memberikan mahasiswa kesempatan untuk mendapatkan pengalaman seperti dalam kehidupan kerja yang nyata. Selain itu, para mahasiswa
dapat berinteraksi lebih luas dalam lingkungan fakultas sebagai suatu lingkungan kerja, bukan hanya dalam hal akademik saja, sehingga
para mahasiswa dapat belajar untuk menghargai profesi lainnya. Salah satu hasil yang signifikan dilaporkan oleh pelajar di area
perkembangan profesional. Mahasiswa melaporkan bahwa mereka menjadi lebih jelas mengenai peran mereka masing-masing dan
profesi lain. Selain itu mereka merasa lebih efektif dalam melakukan tindakan. Mereka dapat menilai masalah dari wilayah disiplin mereka
sendiri dan disesuaikan dari segi kolaborasi sehingga mereka mampu memperluas pandangan mereka dari profesi lainnya. Illingworth
Sonya, 2007. Manfaat yang penting adalah mahasiswa dapat belajar
bagaimana untuk bekerja dalam lingkungan kelompok. Mereka belajar bagaimana manajemen konflik dan belajar saling melengkapi sebagai
sebuah tim sehingga menyelesaikan masalah lebih efektif dan efisien. Mahasiswa yang telah mengikuti program IPE melaporkan
18
peningkatan keterampilan pribadi, mereka belajar lebih hormat, sabar, dan fleksibel. Mereka juga melaporkan bahwa para mahasiswa dapat
menjadi pendengar yang lebih baik dan lebih mampu untuk berkomunikasi dalam kelompok. Mereka belajar bagaimana
menangani perbedaan yang timbul antara orang-orang karena budaya atau kepribadian McCroskey Robertson, 1999 dalam Illingworth
Sonya, 2007. Melalui program IPE mahasiswa dapat belajar untuk bekerja di
berbagai kelompok budaya dan langsung terlibat dalam berbagai kelompok. Belajar untuk menghormati dan memahami profesi lain
dalam menentukan intervensi. Kelompok yang terdiri dari berbagai budaya melatih mahasiswa untuk menghargai budaya lain, misalnya
dalam hal mengemukakan pendapat saat berdiskusi tanpa melibatkan rasisme, masalah budaya, kepercayaan dan etnis McCroskey
Robertson, 1999 dalam Illingworth Sonya, 2007. Mahasiswa yang mengikuti program IPE dapat memanfaatkan
sumber daya yang tersedia secara maksimal karena dilakukan secara kolaboratif dengan profesi lain. Para mahasiswa menjadi lebih
memahami akan pentingnya kolaborasi dan memahami perannya masing-masing sebagai sebuah tim yang berorientasi pada pasien.
Laporan dari mahasiswa yang mengikuti program IPE bahwa mereka merasa lebih mampu melayani klien sebagai hasil dari pengalaman
mereka saat mengikuti IPE. Para mahasiswa dapat menambah
19
pengalaman mereka
dalam menangani
masalah kompleks
mengahadapi klien McCroskey Robertson, 1999 dalam Illingworth Sonya, 2007.
WHO 2010 menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang dampak dari penerapan collaborative practice dalam dunia kesehatan.
Hasil dari penelitian ternyata sangat menjanjikan bukan hanya bagi negara terkait, namun juga apabila digunakan di negara-negara lain.
Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa collaborative practice dapat meningkatkan:
1. Keterjangkauan serta koordinasi layanan kesehatan, 2. Penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai,
3. Outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan 4. Pelayanan serta keselamatan pasien.
WHO 2010 juga menjelaskan collaborative practice dapat menurunkan:
1. Total komplikasi yang dialami pasien, 2. Jangka waktu rawat inap,
3. Ketegangan dan konflik di antara pemberi layanan caregivers,
4. Biaya rumah sakit, 5. Rata-rata clinical error, dan
6. Rata-rata jumlah kematian pasien Mahasiswa harus mampu memahami konsep IPE sedini
mungkin untuk dapat bersama-sama memecahkan masalah kesehatan
20
di kemudian hari. Mahasiswa yang sejak awal mampu bekerja secara interprofesi diharapkan sudah siap untuk memasuki dunia kerja dan
masuk ke dalam tim collaborative practice. Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar, sampai kemudian
menemukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian suatu masalah
atau untuk peningkatan kualitas kesehatan Thistlethwaite Monica, 2010.
d Kompetensi Interprofessional Education
Kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa dengan metode pembelajaran IPE adalah kemampuan untuk mengembangkan
kompetensi yang diperlukan untuk berkolaborasi. Dalam buku HPEQ Project 2011 dijelaskan kompetensi kolaborasi yaitu yaitu:
1. Memahami peran, tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas,
2. Bekerja dengan profesi lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan dan pengobatan pasien,
3. Bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan memantau perawatan pasien,
4. Menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan kekurangan profesi lain,
5. Memfasilitasi pertemuan interprofesional, dan
21
6. Memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain.
American College of Clinical Pharmacy ACCP 2009 membagi kompetensi untuk IPE terdiri atas empat bagian yaitu
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan tim Tabel 2.1: Tabel 2.1.
Kompetensi untuk IPE ACCP, 2009
No Kompetensi utama IPE
Komponen kompetensi IPE
1 Kompetensi
pengetahuan Strategi koordinasi
Model berbagi tugas pengkajian situasi Kebiasaan karakter bekerja dalam tim
Pengetahuan terhadap tujuan tim Tanggung jawab tugas spesifik
2 Kompetensi
keterampilan Pemantauan kinerja secara bersamasama
Fleksibilitas penyesuaian Dukungan perilaku saling mendukung
Kepemimpinan tim Pemecahan konflik
Umpan balik Komunikasi pertukaran informasi
3. Kompetensi sikap
Orientasi tim moral
Kemajuan bersama Berbagi pandangan tujuan
4. Kompetensi
kemampuan tim Kepaduan tim
Saling percaya Orientasi bersama
Kepentingan bekerja tim
22
e Gambaran Pelaksanaan IPE Sejak WHO 2010 mengidentifikasi IPE sebagai komponen
penting dari perawatan kesehatan primer pada tahun 1978, berbagai universitas di dunia mulai mengembangkan IPE dalam kurikulum
mereka. Salah satu universitas yang relah menerapkan IPE adalah Universitas Australia. Pada tahun 2009 telah dibentuk sebuah komite
yang terdiri dari perwakilan seluruh program profesi kesehatan di Universitas Australia yang bertugas membahas pelaksanaan IPE dan
mengidentifikasi berbagai
hambatan yang
ada. Mahasiswa
keperawatan, patologi, pendidikan dokter, kesehatan masyarakat desa, gizi kesehatan, kesehatan masyarakat, psikologi dan psikiatri di
Universitas Australia belajar bersama dan berkolaborasi dalam sebuah pendidikan interprofessional. Program pendidikan tersebut bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam bekerjasama dengan profesi kesehatan yang lain.
Universitas di Eropa dan Amerika juga telah mengaplikasikan IPE dalam kurikulum pendidikan mereka. Terdapat departemen
khusus di bagian pendidikan fakultas yang mengelola IPE secara tersendiri yang mengelola dan melakukan managemen terhadap
pelaksanaan IPE. Metode pembelajaran yang diterapkan adalah dengan ceramah dan diskusi di kelas, fieldtrip untuk memperdalam
pengetahuan mereka dan melakukan diskusi kelompok dengan topil- topik pembelajaran tertentu The University of Queensland, 2005.
23
Pada pelaksanaan program IPE terdapat pengelompokan program dan pengembangan governance model dalam kurikulum IPE.
Metode Interprofessional Learning Clinic ILC dan Stimulated Practice Centre SPC mempermudah integrasi pelaksanaan IPE. Para
mahasiswa menjadi mampu mengaitkan antara teori dengan praktek secara teamwork yang dapat meningkatkan outcome pasien Wolfson,
2007 f Pendekatan Pembelajaran IPE
Tidak ada satu pun metode penerapan IPE yang menjadi pilihan utama, metode pembelajaran IPE dapat berubah sewaktu-waktu sesuai
dengan kebutuhan belajar peserta didik dan bagaimana cara dosen untuk menjaga perhatian peserta didik terhadap pelajaran. Metode-
metode balajar yang ada dapat saling memperkuat, tidak berdiri sendiri. Pendekatan belajar mengajar yang dapat diterapkan dalam IPE
yaitu exchange-based learning, action-based learning, practice-based learning, simulation-based learning, observation-based learning, dan
e-based learning Sedyowinarso, dkk., 2011. i. Exchanged-based learning merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk memungkinkan para peserta mengungkapkan perasaan, membandingkan pandangan pertukaran pengalaman.
Debat tentang masalah etika dapat mengekspos nilai yang mendasari perbedaan antara profesi. Permainan yang memainkan
hubungan kerja antara profesi dan antara organisasi dapat
24
meringankan belajar tetapi tetap berisi konten serius. Studi kasus dapat meningkatkan peran aktif peserta dari profesi yang berbeda
untuk memperkenalkan
pemahaman yang
berbeda dan
menyarankan intervensi berbeda sebagai kelompok kerja terhadap respon kolaboratif.
ii. Action-based learning, atau problem-based learning PBL, atau
enquiry-based learning EBL, sejak tahun 1970 telah menjadi rekomendasi WHO sebagai metode pembelajaran untuk
interprofesional. Sistem pembelajaran ini tidak dirancang untuk menyelesaikan masalah saat ini. Bukti menunjukkan bahwa PBL
mendorong kebebasan, kerja tim, ilmu pengetahuan yang lebih terintegrasi, dan pembelajaran mendalam Bligh, 1995 dalam
Freeth, 2005. Hughes dan Lucas, 1997 dalam Freeth, 2005, menemukan bahwa PBL efektif dalam mencapai tujuan IPE
seperti belajar tentang peran dan meningkatkan keterampilan komunikasi interprofesional.
iii. Interprofessional practice-based learning mengambil beberapa
bentuk penugasan luar dalam lingkungan kerja profesi lain, pemebelajaran terkait untuk peserta didik secara bersamaan pada
penempatan di tempat kerja yang berdekatan, penempatan bersama di pengaturan yang sama dan tujuan yang dirancang
untuk lingkungan belajar seperti pelatihan bangsal
25
iv. Simulated-based learning dapat menggunakan permainan peran
yang diadaptasi untuk memaparkan hubungan kerja antar profesi, peserta berperan sebagai klien, pemberi pelayanan atau praktisi
dari diri mereka sendiri atau perspektif profesi lain. Keterampilan laboratorium dikenalkan dalam pendidikan professional, misalnya
pada kedokteran dan keperawatan, dalam kondisi ini bias dikembangkan penyertaan dua profesi atau lebih dan perspektif
interprofessional dalam diagnosis dan pengobatan. Kehidupan kerja bisa disimulasikan di dalam lingkungan belajar di mana
hubungan tiap-tiap orang, tiap-tiap kelompok, dan tiap-tiap organisasi bisa ditunjukkan keluar.
v. Observation-based learning, pelajar secara sederhana diminta
untuk mengamati
pertemuan tim
multidisiplin dengan
menggunakan metode studi observasional yang lebih canggih. vi.
E-based learning timbul karena adanya peningkatan pengenalan dunia elektronik, ditambah dengan pembelajaran kesehatan dan
profesi kesehatan sehingga dapat memperbesar peluang penerapan IPE. Penerapan teknologi ini dalam IPE digunakan
untuk melengkapi dan memperkuat pembelajaran tatap muka atau sebagai penggantinya Freeth, 2005.
g Hambatan IPE Berbagai penelitian mengenai hambatan IPE sudah banyak
dilakukan. Hambatan ini terdapat dalam berbagai tingkatan dan
26
terdapat pada pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya ataupun sikap. Sangat penting untuk mengatasi hambatan-hambatan
ini sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang lebih baik demi praktik kolaborasi hingga perubahan sistem pelayanan
kesehatan Sedyowinarso, dkk., 2012. Hambatan-hambatan yang mungkin muncul adalah penanggalan
akademik, peraturan akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek klinik, masalah komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian
profesional, evaluasi, pengembangan pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar interdisipliner, kepemimpinan
dan dukungan administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik, kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi
perubahan, beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap waktu ACCP, 2009.
27