Visi dan misi Gerakan Aceh Merdeka
54
f. ACSTF memfasilitasi sinergisasi dan komunikasi interaktif serta sehat antara
komponen masyarakat sipil Aceh dengan pemerintah dan legislatif ditingkat Aceh dan Nasional.
Pasca penandatanganan Memorandum of Understanding MoU Helsinki 15 Agustus 2005 dan Pilkada 2006 situasi politik dan keamanan di Nanggroe Aceh
Darussalam NAD memang menunjukan perubahan positif yang signifikan. Namun hal ini bukan berarti tanpa catatan kritis atas kebijakan pemerintah RI dan perilaku
kalangan Gerakan Aceh Merdeka GAM atau yang sekarang terwadahi dalam Komite Peralihan Aceh KPA. Betapa tidak, kita tetap melihat potensi konflik yang
justru semakin meruncing antara kalangan GAMKPA dengan masyarakat Aceh umumnya. Hal ini terkait dengan agresifitas GAMKPA untuk menancapkan
pengaruhnya dan mendominasi aspek-aspek kehidupan, khususnya di bidang politik dan ekonomi di NAD pasca pilkada 2006 Di bidang politik, akhirnya masyarakat
menyaksikan bahwa kinerja kepala daerah dari unsur GAMKPA ternyata tidak kredibel. Mereka tidak memiliki kemampuan manajerial pemerintahan dan lemah
dalam kepemimpinan sosial politik. Tak heran jika mereka akhirnya kesulitan untuk menjalankan roda pemerintahan. Kantor-kantor bupati dijaga ketat oleh para
koleganya, mantan gerilyawan GAM, mereka bertindak seperti centeng dijaman kolonial.
8
Tamu-tamu dan surat-surat kepada bupati digeledah dan disensor secara over acting. Tak heran jika kehadiran mereka justru meresahkan PNS yang bekerja dan
masyarakat yang mau berurusan dengan pemerintah. Di bidang ekonomi, saat ini
8
www.separatisme.com . Diakses Pada Tanggal 18 Agustus 2011.
55
hampir semua pelaksanaan pembangunan atau proyek ”dipegang” oleh unsur GAMKPA. Setidaknya orang yang didukung GAMKPA dengan terlebih dahulu
wajib memberikan upeti sehingga menimbulkan kecemburuan bagi para pengusaha yang tidak kebagian proyek --yang umumnya bukan unsur GAM. Sementara itu
sebagian anggota GAMKPA yang tidak mempunyai pekerjaan cenderung melakukan tindak kriminal dan masih saja tetap melakukan pungutan “pajak nanggroe” dengan
pola paksa dan terror. Permasalahan ini harus menjadi perhatian kalangan pemimpin GAMKPA.
Sah- sah saja jika kalangan GAMKPA berambisi “menguasai” Aceh. Namun
patut diingat, bahwa di era damai ini segala praktek politik harus beradab dan konstitusional. Praktek-praktek kombatan, teror dan operasi-operasi kotor harus
dihentikan karena bukan lagi masa perang gerilya. Kalangan petinggi GAMKPA tidak bisa berdalih bahwa perilaku yang menyimpang hanya bersifat kasuistis dan
dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Sebab bukti-bukti kuat menunjukan bahwa penyimpangan kalangan GAMKPA selama ini bersifat kultural
dan kelembagaan. Karena itu untuk aparat penegak hukum, khususnya Polri hendaknya lebih berani berikap tegas terhadap perilaku unsur GAMKPA yang nyata-
nyata melanggar hukum. Jangan biarkan mereka merajarela, seenaknya mengangkangi hukum. Jika dibiarkan, masyarakat akan menjadi semakin takut,
karena mereka dianggap kebal hukum. Sepak terjang kalangan GAMKPA selama ini semakin menimbulkan kerawanan, karenanya hukum harus ditegakan secara tegas.
9
9
www.separatisme.com . Diakses Pada Tanggal 18 Agustus 2011.
56