Bagaimana proses pemilihan tema Editorial Media Indonesia? Apakah tema

pada kaidah bahasa jurnalistik? Tolong jeleskan sejauh mana wewenang editor bahasa, apakah ia berhak melakukan perombakan dalam sisi teks? Tentunya dalam sebuah struktur keredaksian sudah memiliki job desk masing-masing sesuai dengan perannya. Memang tak jarang ada perdebatan menyoal gaya bahasa antara redaktur bahasa dengan tim editorial. Seperti yang tadi saya katakan bahwa semakin lama semakin ketemu keseragaman bahasanya. Editor bahasa dan tim editorial mampu sinergi. Jadi seolah-olah isi kepala kita sudah sepemikiran dan seragam, justru hal tersebut menjadi sebuah karakter Editorial Media Indonesia, terus terang, tegas dan lugas. Mengenai perombakan pada konten, tentu ada aturannya dan mesti melalui kesepakatan rapat redaksi. Peran editor bahasa harus mampu meminimalisir kesalahan pada penulisan tiap kata, kalimat dan paragraf yang masih berbentuk dummy sebelum proses akhir naik cetak. Editor bahasa tentu memiliki bobot peran yang sangat penting dalam proses produksi penulisan editorial.

4. Siapakah yang memiliki otoritas mengubah, mengurangi, menambahkan

dan mengoreksi judul serta isi editorial? Apapun bentuknya, berita itu wajar mengalami perubahan di akhir. Jika ada peristiwa yang lebih aktual dan menarik, memungkinkan ada perubahan. Bukan menjadi monopoli editorial, jadi wajar saja jika ada perubahan. Jika perubahan itu dilakukan oleh Pemred, itu bukan masalah. Pemred memiliki otoritas dan Pemred pula yang bertanggung jawab jika ada masalah. Pemred punya hak. 5. Mengapa penulisan Editorial Media Indonesia terhadap pemerintahan Abdurrahman Wahid Gus Dur dan personalitasnya sebagai tokoh politik, ditulis menggunakan gaya bahasa perumpamaan, satire, sinisme, dan sarkasme? Apakah penulisan Editorial Media Indonesia berpijak pada kaidah bahasa jurnalistik dan etika bahasa? Adakah ideologi secara institusi maupun pribadi yang melatari penulisan editorial? Gus Dur bagi pers saat jelang jatuh, tidak menarik pemberitaannya. Dari segi pemerintahan, sudah jauh bersimpang jalan dengan kehendak publik. Gus Dur itu demokratis, tahan banting, dan hanya Gus Dur yang bisa dikiritik dan tidak pernah ada masalah. Tapi memang tidak semua kebijakan Gus Dur mesti kontra. Secara integrasi kebangsaan, sangat bagus. Wacana yang disodorkan Gus Dur saat itu mampu meminimalisir konflik. Penulis editorial itu macam-macam, punya latar belakang kultural berbeda. Punya cita rasa bahasa yang berbeda. Cita rasa bahasa dibentuk oleh pemahaman. Menjadi menarik, bahasa itu arbitrer sembarang. Kata yang sama jika diucapkan oleh orang beda budaya akan berbeda maknanya. Kasar tidak kasar, halus tidak halus, tidak ada standarnya. Gaya bahasa personal pasti tidak bisa dihilangkan. Tetapi jika setiap orang harus membangun standar bahasa yang sama, iya. Walaupun ada pertentangan dengan bahasa, tapi semakin lama