Hasil potongan-potongan juring yang diletakkan secara berdampingan membentuk bangun yang menyerupai persegi panjang. Jika juring-juring
lingkaran memiliki sudut pusat semakin kecil, maka bangun yang terjadi hampir mendekati bentuk persegi panjang dengan panjang
2 1
kali keliling lingkaran dan lebar = jari-jari lingkaran, sehingga
Luas lingkaran = luas persegi panjang yang terjadi = panjang
lebar =
2 1
keliling lingkaran jari-jari lingkaran
=
1 2
× 2 � ×
= �
2
Jadi, luas lingkaran adalah �
2
. Untuk =
1 2
, luas lingkaran dapat dinyatakan
1 4
�
2
. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa:
Untuk setiap lingkaran berlaku rumus berikut. Luas
=
1 4
�
2
atau Luas =
�
2
dengan = diamater, =jari-jari dan
� =
22 7
atau � = 3,14
2.2 Kerangka Berpikir
Dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika pada Kurikulum 2006 dimaksudkan antara lain untuk mengembangkan kemampuan
matematika dalam penalaran dan disposisi matematis. Mata pelajaran matematika
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan antara lain bertujuan agar siswa memiliki kemampuan menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Selain itu, siswa diharapkan
memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Terdapat lima kompetensi yang ingin dicapai melalui mata pelajaran
matematika, yaitu empat aspek dalam ranah kognitif dan satu aspek ranah afektif. Meskipun dalam kompetensi mata pelajaran matematika terdapat aspek afektif,
tetapi kenyataannya dalam pembelajaran di sekolah, aspek afektif kurang mendapat perhatian. Padahal aspek kognitif maupun afektif sama-sama penting
untuk mendukung keberhasilan siswa, sehingga sebaiknya dalam pembelajaran di sekolah, kedua aspek tersebut harus diperhatikan. Aspek afektif dalam kompetensi
mata pelajaran matematika itu adalah memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan
penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika. Sejauh ini, pembelajaran matematika di sekolah masih didominasi oleh pembelajaran
ekspositori. Di mana dalam pembelajaran tersebut, guru berperan aktif dan siswa
berperan pasif hanya menerima bahan ajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga hal ini menyebabkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis
siswa kurang. Sehingga, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tercantum dalam KTSP, guru dituntut untuk mengembangkan suatu model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan disposisi matematis. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan
disposisi matematis siswa adalah penerapan pembelajaran matematika menggunakan Model-Eliciting Activities. Model-Eliciting Activities merupakan
model pembelajaran untuk memahami, menjelaskan, dan mengkomunikasikan konsep-konsep dalam suatu permasalahan melalui proses pemodelan matematika.
Terdapat dua kelas berbeda yaitu kelas dengan pembelajaran Model- Eliciting Activities dan kelas dengan pembelajaran ekspositori. Diduga rata-rata
kemampuan penalaran matematis siswa pada materi lingkaran dengan pembelajaran Model-Eliciting Activities lebih tinggi daripada rata-rata
kemampuan penalaran matematis siswa pada materi lingkaran dengan pembelajaran ekspositori, dengan ketuntasan klasikal ketercapaian KKM pada
kelas yang mendapat pembelajaran Model-Eliciting Activities ≥ 80 dari
banyaknya siswa di kelas tersebut. Begitu pula dengan tingkat disposisi matematis siswa dengan pembelajaran Model-Eliciting Activities lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat disposisi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran ekspositori.
2.3 Hipotesis