Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya

15 prestasi akademik khususnya bagi mahasiswa yang prestasi akademiknya rendah. Mungkin kehadiran dosen saat belajar secara regular didalam kelas dapat menimbulkan ketegangan atau rasa tertekan bagi mahasiswa tertentu misalnya mahasiswa yang prestasi belajarnya rendah. Dalam tutor sebaya mereka diharapkan bebas dari ketegangan dan tekanan, namun tetap dalam situasi terkontrol. Kontrol terhadap jalannya tutor sebaya dapat dilakukan dengan teknik : a Mengajukan pertanyaan-pertanyaan berupa pertanyaan faktual, pertanyaan penilaian, dan pertanyaan yang mengacu pada interprestasi, b Pemeriksaan atau penggalian berupa pertanyaan tindak lanjut, pertanyaan pengulangan, c Mendorong dan mengarahkan peserta sehingga mengajak mereka untuk menemukan informasi yang diharapkan, d Memancing berpikir ketingkat yang lebih tinggi yakni dengan mengajukan pertanyaan “apa maksud kamu” atau “apa alasan kamu”. Strategi pembelajaran tutor sebaya juga menjadikan rasa kebersamaan mahasiswa semakin meningkat yang akhirnya terciptanya kerjasama dalam upaya untuk memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan. Teori yang mendasari strategi tutor sebaya adalah teori pembelajaran sosial Vygotsky. Vigotsky dalam Trianto 2009, berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan mahasiswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungsi – fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulasi, faktor sosial sangat penting artinya perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan Trianto 2009:56. 16 Teori sosial Vygotsky ini lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas – tugas yang belum dipelajari, namun tugas- tugas tersbut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan Strategi Tutor Sebaya adalah suatu prosedur pembelajaran yang lebih berorientasi pada penyampaian informasi, pengetahuan dan pengalaman melalui penjelasan dan penuturan secara lisan oleh seseorang tutor terhadap kelompok pendengar peserta. Langkah-langkah penerapan strategi tutor sebaya dapat diuraikan seperti pada Tabel 2.2, berikut: Tabel. 2.2. Langkah-langkah Strategi pembelajaran dengan Tutor Sebaya. Fase Tingkah Laku Dosen Tingkah laku Mahasiswa Fase I Persiapan Dosen memberikan petunjuk dan penjelasan mengenai materi yang akan disampaikan tutor, sebelum kegiatan dilakukan. Mahasiswa membentuk kelompok kerja sesuai petunjuk turor. Fase 2 Penyajian Dosen mengawasi kegiatan yang dilakukan tutor. Mahasiswa aktif mengerjakan job-sheet sesuai petunjuk tutor. Fase 3 Menghubungkan Dosen memberikan bimbingan untuk kelompok yang sulit menyelesaikan tugasnya. Mahasiswa melakukan kegiatan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya menjadi sebuah pengetahuan yang terstruktur untuk menyelesaikan masalah. Fase 4 Menyimpulkan Dosen mendampingi tutor dalam tahap penyelesaian job- sheet. Mahasiswa mengumpulan hasil kerja kepada tutor. Fase 5 Evaluasi Dosen menerima hasil belajar untuk mengetahui kedalaman materi yang telah Mahasiswa menerima umpan balik dari tutor dari benda kerja yang 17 disampaikan. diselesaikannya. Sumber: Davies. Ivor, K. 1981:306. 2. Strategi Pembelajaran Ekspositori Menurut Sanjaya 2009 strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang dosen kepada sekelompok mahasiswa dengan maksud agar mahasiswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Selanjutnya Killen dalam Sanjaya 2009 mengemukakan bahwa pada dasarnya strategi pembelajaran ekspositori expository learning ini dengan strategi pembelajaran langsung direct instruction, karena dalam strategi ini materi pelajaran disampaikan langsung oleh dosen. Mahasiswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu. Strategi pembelajaran ekspositori menekankan kepada proses bertutur, materi pelajaran sengaja diberikan secara langsung. Peran mahasiswa dalam teknik ini adalah menyimak untuk menguasai materi pelajaran yang disampaikan dosen. Strategi pembelajaran ekspositori sangat dipengaruhi aliran behavioristik yang lebih menekankan kepada pemahaman bahwa perilaku manusia mempunyai keterkaitan antara stimulus dan respon yang harus dimplementasikan oleh peran dosen sebagai pemberi stimulus. Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori : 1 Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan secara verbal , artinya bertutur secara lisan menggunakan metode ceramah., 2 Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti data, fakta, konsep- konsep tertentu yang harus dihafal sehingga tidak menuntut mahasiswa untuk berfikir ulang, 3 Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya setelah proses pembelajaran berakhir mahasiswa diharapkan 18 dapat memahaminya dengan benar dan dapat mengungkapkan kembali materi yang telah diuraikan. Dari pembahasan di atas dapat dikatakan strategi pembelajaran ekspositori merupakan prosedur dari pembelajaran yang berorientasi pada dosen teacher centered aproach. Dikatakan demikian, sebab dalam strategi pembelajaran ini dosen memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini dosen menyampaikan materi pembelajaran secara tersruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai mahasiswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah kemampuan akademik mahasiswa. Tidak ada satu strategi pembelajaran yang dianggap lebih baik dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang lain. Baik tidaknya suatu strategi pembelajaran bisa dilihat dari efektif tidaknya strategi tersebut dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Dalam penggunaan strategi pembelajaran ekspositori terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain : 1 Berorientasi pada tujuan , 2 Proses pembelajaran menggunakan prinsip komunikasi, 3 Prinsip kesiapan dan 4 Prinsip berkelanjutan. Selanjutnya Sanjaya 2009 menyatakan bahwa ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam penerapan strategi pembelajaran ekspositori, yaitu : 1 Persiapan preparation, 2 Penyajian presentation, 3 Menghubungkan correlation, 4 Menyimpulkan generalization dan 5 Penerapan aplication. Langkah-langkah penerapan strategi ekspositori tersebut dapat diuraikan sebagai pada Tabel 2.3, berikut: Tabel 2.3, Tahap-tahap pembelajaran Ekspositori 19 Fase Tingkah Laku Dosen Tingkah laku Mahasiswa Fase I Persiapan Dosen membangkitkan semangat dan motivasi berprestasi mahasiswa melalui kegiatan apersepsi. Mahasiswa terlibat aktif untuk memberikan respon. Fase 2 Penyajian Dosen menyampaikan materi pelajaran kepada mahasiswa baik dengan gaya dan teknik- teknik agar mahasiswa mudah memperoleh informasi.. Mahasiswa aktif menyimak penjelasan dosen. Fase 3 Menghubungkan Dosen menjelaskan kepada mahasiswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan bekerja sama dalam kelompok agar terjadi perubahan yang efisien. Mahasiswa mengupayakan keterkaitan pengetahuan yang dimilikinya untuk memperbaiki struktur makna yang dimilikinya. Fase 4 Menyimpulkan Dosen mengulang kembali inti materi dan memberikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang telah disampaikan. Mahasiswa aktif memberikan jawaban. Fase 5 Evaluasi Dosen mengevaluasi hasil belajar untuk mengetahui kedalaman materi yang telah disampaikan. Mahasiswa menyelesaikan tes yang diberikan mahasiswa. Sumber: Sanjaya 2009:43. Dalam penerapannya strategi pembelajaran manapun mempunyai keunggulan dan kelemahan, dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas dapat dirumuskan bahwa strategi pembelajaran ekspositori mempunyai keunggulan dan kelemahan pada Tabel 2.4, sebagai berikut : Tabel.2.4, Keunggulan dan kelemahan strategi pembelajaran eksposiori Keunggulan Kelemahan 1. Dosen dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran sehingga dosen mengetahui sejauhmana mahasiswa 1. Kurang tepat jika digunakan pada mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan mendengar dan menyimak 20 menguasai bahan pelajaran yang disampaikan. secara baik. 2. Sangat efektif apabila materi pelajaran cukup luas, sementara waktu yang tersedia terbatas. 2. Tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu seperti kemampuan, pengetahuan, minat, bakat dan gaya belajar. 3. Selain menerima pelajaran secara kuliah penuturan juga dapat melihat atau mengobservasi melalui pelaksanaan demonstrasi. 3. Sulit mengembangkan kemampuan mahasiswa untuk bersosialisasi, hubungan interpersonal serta kemampuan berpikir kritis. 4. Dapat digunakan untuk jumlah mahasiswa dan ukuran kelas dalam jumlah yang besar. 4. Keberhasilan tergantung kepada kemampuan dosen dalam hal persiapan, pengetahuan, rasa percaya diri semangat, antusiasme, motivasi, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan mengelola kelas Teori yang melandasi pembelajaran ekspositori antara lain adalah teori behavioristik yang merupakan aliran psikologi tingkah laku, teori ini menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan strategi hubungan stimulus- responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata Budiningsih, 2005:27. Teori berikutnya adalah teori koneksionisme connectionism dari Thorndike yang menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antar stimulus dan respon, Trianto 2009:40. Menurut teori ini perlu dikembangkan hukum - hukum belajar agar hubungan stimulus dan respon berlangsung secara efektif, yaitu 1 hukum kesiapan Law of readiness, menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon mahasiswa terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasaan, 2 hukum 21 latihan Law of xercises, menurut hukum ini prinsip utama hukum ini jika suatu tindakan atau perilaku menghasilkan perubahan yang memuaskan, maka terdapat kemungkinan tindakan tersebut akan diulangi lagi dalam situasi serupa dan akan semakin meningkat intensitasnya. Tetapi jika tindakan tersebut menghasilkan perubahan yang tidak memuaskan, maka tindakan tersebut kemungkinan tidak diulangi lagi. Selanjutnya teori yang melandasi strategi pembelajaran ekspositori adalah teori pengkondisian klasikal classical conditioning dari Pavlov, yang mengemukakan konsep pembiasaan. Dalam hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar mahasiswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan strategi pembelajaran ekspositori adalah proses pembelajaran yang mengikuti langkah-langkah: persiapan, penyajian, menghubungkan, menyimpulkan, dan menerapkan informasi, fakta dan prinsip yang berkenaan dengan materi PTK pada kurikulum program studi PGSD FIP Unimed. Tabel 2.5. Perbedaan antara Strategi Tutor sebaya dengan Ekspositori Tutor Sebaya Ekspositori 1. Dosen mempersiapkan materi dan tutor yang mengorganisasikan kegiatan belajar. 2. Proses pembahasan materi berpusat pada mahasiswa yang diangkat sebagai tutor. 3. Proses pembelajaran berlangsung terkontrol dengan adanya tutor sebagai pemimpin. 4. Tanya jawab berlangsung terarah dengan peranan tutor. 5. Rangsangan belajar lebih mengarah pada motivasi yang dibangkitkan oleh tutor. 6. Pencapaian tujuan dapat lebih 1. Mahasiswa menerima informasi secara pasif. 2. Mahasiswa menunggu anjuran dosen untuk mengusai pengetahuan dan keterampilan. 3. Persaingan antara sesama mahasiswa menjadi media memotivasi mahasiswa. 4. Pembelajaran bersifat abstrak dan bersifat teoritis. 5. Mahasiswa pasif dan menimbulkan mahasiswa belajar tidak bergairah. 6. Dosen mengontrol dan mendikte 22 cepat karena kegiatan terarah. 7. Tutor adalah mahasiswa dengan penguasaan yang lebih baik. seluruh aspek proses pembelajaran. 7. Dosen banyak menggunakan variasi dalam teknik pembelajaran.

C. Hakikat Motivasi Berprestasi

Hasibuan 2007: 56, mengatakan bahwa motivasi berasal dari bahasa Latin, movere berarti dorongan atau daya penggerak yang diberikan kepada manusia khususnya kepada bawahan atau pengikut. Purwanto 2007 mengatakan bahwa pengertian motif dan motivasi sukar dibedakan. Motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak melakukan sesuatu karena ada tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan motivasi adalah pendorong yang merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga dapat mencapai tujuan tertentu. Hasibuan 2007:58 mengatakan bahwa “motif” dapat diartikan sebagai driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan berbuat dengan tujuan tertentu. Secara umum menurut Husaini 2006, motivasi merupakan kondisi psikologis yang bertumpu pada seluruh proses gerakan yang mendorong dan yang timbul dari dalam diri individu. Dorongan ditimbulkan oleh situasi kondisi dan tujuan akhir dari gerakan serta perbuatan. Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkah laku yang termotivasi adalah tingkah laku yang dilatar belakangi oleh adanya suatu kebutuhan dan tujuan. Tingkah laku dikatakan tercapai apabila kebutuhan terpenuhi. Dalam hal pemenuhan kebutuhan, Maslow dalam Siagian, 2005: 287 mengatakan bahwa manusia memiliki lima tingkat atau hirarkhi kebutuhan yakni, 1 kebutuhan fisiologis, seperti sandang, pangan, 2 kebutuhan keamanan baik 23 fisik, mental maupun intelektual, 3 kebutuhan sosial seperti berkerabat, cinta dan kasih sayang, 4 kebutuhan prestise yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status seperti percaya diri, harga diri, 5 kebutuhan aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Morgan dalam Nasution 2002:78-80 menyatakan bahwa manusia hidup itu memiliki berbagai kebutuhan yang terdiri dari 1 kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk suatu aktivitas karena perbuatan sendiri itu mengandung suatu kegembiraan baginya, 2 kebutuhan untuk menyenangkan orang lain, misalnya mahasiswa rajin belajar demi orang yang disukainya apabila diberikan motivasi, 3 kebutuhan untuk mencapai hasil, suatu pekerjaan atau kegiatan belajar itu akan berhasil baik kalau disertai dengan “pujian”. Pujian adalah dorongan bagi seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat, pujian juga merupakan “reinforcement” penguatan, dan 4 kebutuhan untuk mengatasi kesulitan seperti lapar, haus, rasa aman, bebas dari rasa takut dan kecemasan, serta cinta dan kasih, rasa diterima dalam masyarakat atau golongan keluarga, sekolah, kelompok kemudian kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yaitu mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil. McCelland dalam Hasibuan 2007:220 mengatakan bahwa pola motivasi sebagai berikut: 1 Achievement motivation adalah suatu keinginan untuk mengatasi atau mengalahkan suatu tantangan , untuk kemajuan dan pertumbuhan, 2 Affiliation motivation adalah dorongan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan orang lain, 3 Competence motivation adalah dorongan untuk berprestasi 24 baik dengan melakukan pekerjaan yang bermutu tinggi, dan 4 Powermotivation adalah dorongan untuk dapat mengendalikan suatu keadaan dan adanya kecenderungan mengambil resiko dalam menghancurkan rintangan-rintangan yang terjadi Kemudian Luthans 2005 menyatakan bahwa proses muculnya motivasi dimulai dengan kebutuhan fisik atau psikologis yang mengaktifkan perilaku atau dorongan yang ditujukan kepada sasaran. Kebutuhan fisik atau psikologis merupakan dasar dari motivasi. Jadi untuk memahami proses motivasi adalah terletak pada arti dari hubungan antara kebutuhan dan sasaran yang diinginkan. Selanjutnya Pidarta 2007, mengatakan bahwa faktor-faktor yang menentukan motivasi adalah ; 1 minat dan kebutuhan individu. Bila minat dan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial mahasiswa-mahasiswa dipenuhi, maka Motivasi Berprestasi akan muncul; 2 persepsi kesulitan akan tugas-tugas. Bila mahasiswa-mahasiswa memandang kesulitan pelajaran itu tidak terlalu sulit, melainkan cukup menantang, maka motivasi berprestasi mereka pun akan muncul. Dosen perlu mengoreksi materi pelajaran sebelum mengajar agar kesulitan- kesulitan tidak menguras pikiran mahasiswa-mahasiswa; 3 harapan sukses. Harapan ini mucul karena mahasiswa itu sering sukses. Supaya mahasiswa- mahasiswa yang kurang pintar punya kesempatan untuk sukses, sebaiknya materi pelajaran dibuat bertingkat dan strategi evaluasi bersifat individual. Melalui cara ini semua mahasiswa dalam kelas mempunyai motivasi yang positif untuk belajar. Motivasi berprestasi itu terdiri dari: 1 motivasi belajar ekstrinsik, merupakan kegiatan belajar yang dilakukan berdasarkan adanya dorongan dari luar diri sendiri oleh seseorang dan adanya kebutuhan serta dorongan yang baik 25 secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar sendiri. Motivasi belajar ekstrinsik selalu berpangkal pada suatu kebutuhan yang dihayati oleh orangnya sendiri, biar pun orang lain mungkin memegang peranan dalam menimbulkan motivasi tersebut, 2 motivasi belajar intrinsik, yakni kegiatan belajar yang dimulai dan diteruskan berdasarkan kepada penghayatan kebutuhan mahasiswa yang berdaya upaya melalui kegiatan belajar untuk memenuhi kebutuhannya, dimana kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi dengan belajar giat serta tidak ada cara lain untuk menjadi orang terdidik atau ahli selain belajar Winkel, 2002. Dengan demikian motivasi dapat juga dikatakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga orang mau melakukan sesuatu dan motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri mahasiswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehinggga tercapai tujuan yang dikehendaki. Penelitian ini lebih menekankan pada konsep motivasi yang mengacu pada keinginan subjek dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Konsep motivasi tersebut sangat terkait dengan motivasi yang bersifat permanen dalam diri seseorang. Indikator yang dipakai untuk menjelaskan tingkat motivasi berprestasi ini adalah dengan menggunakan indikator motivasi berprestasi yang dikembangkan oleh Robinson yang dikutip oleh Hambali 2004 yaitu : harapan untuk sukses, kekhawatiran akan gagal, kompetisi dan bekerja keras. Dengan demikian dapat disimpulkan motivasi berprestasi adalah keinginan bekerja keras dalam belajar,