Pandangan Moneteris dan Keynesian Tentang Pengeluaran Investasi Sektor Swasta

Jhon Polman F. L. Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Dan Investasi Swasta Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

2.4.3 Pandangan Moneteris dan Keynesian Tentang Pengeluaran Investasi Sektor Swasta

Cukup sulit untuk menarik garis lurus perbedaan antara kelompok Moneteris dan Keynesian, tetapi salah satu diantara beberapa hal yang cukup mendasar untuk dijadikan alasan pembedaan antara kedua kelompok tersebut adalah pandangannya terhadap sektor swasta. Moneteris cenderung berpendapat bahwa sektor swasta relatif stabil, alasannya adalah bahwa pengeluaran sektor swasta didasarkan pada teori pendapatan permanen sehingga pengeluaran konsumsi akan relatif stabil. Pengeluaran konsumsi merupakan komponen pengeluaran yang paling besar dan hanya berubah secara perlahan yaitu dalam rangka penyesuaian konsumsi individu dengan perkiraan pendapatan permanen dalam jangka panjang. Faktor lain yang menyebabkan pengeluaran konsumsi ini relatif stabil adalah elastisitas pengeluaran investasi terhadap tingkat bunga yang cukup besar kurva IS yang cenderung mendatar 8 8 Hal ini disebabkan definisi kekayaan yang lebih luas, dimana Milton Friedman membagi kekayaan ke dalam 5 bentuk, yaitu uang, obligasi, saham, kekayaan fisik, dan keahliankecakapan. . Demikian pula fleksibilitas tingkat bunga dan harga yang sering menyebabkan pengeluaran investasi dan konsumsi stabil, jika terjadi penurunan investasi dan jumlah uang beredar yang tetap maka tingkat suku bunga akan turun. Penurunan tingkat suku bunga ini akan menyebabkan investasi kembali terdorong naik untuk mengimbangi penurunan investasi awal. Hal ini berarti investasi tidak banyak berubah. Jhon Polman F. L. Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Dan Investasi Swasta Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009 Seandainya kenaikan investasi dan atau konsumsi tidak cukup untuk menutupi penurunan investasi maka melalui perubahan harga pengeluaran swasta akan tetap stabil, mekanismenya adalah penurunan investasi akan berakibat pada timbulnya pengangguran sehingga upah dan kemudian harga akan turun. Untuk sejumlah uang beredar, turunnya harga berarti nilai riil uang akan naik. Kenaikan nilai riil uang melalui teori kuantitas uang akan mendorong pengeluaran. Dalam alternatif pendapat kaum Keynesian, naiknya nilai riil uang akan menurunkan tingkat bunga yang kemudian akan mendorong kenaikan investasi. Keynesian berpendapat bahwa sektor swasta pada dasarnya tidak stabil 9 Gambar 2.6 Kasus Moneteris . Pergeseran sikap dan perkiraan dari pengusaha dan konsumen menyebabkan ketidakstabilan sehingga harus diambil kebijakan fiskal dan moneter untuk menstabilkan. Selain itu, ketidakstabilan sektor swasta juga disebabkan oleh harga yang tidak fleksibel. Gambar 2.7 Kasus Keynesian 9 Paul A. Samuelson and William Nordhaus. 1995. Macroeconomics. Ontario : Mcgraw Hill. AD P Y 1 Y F P 1 Y AD 1 AS P AD P P 1 AD AS P AS Jhon Polman F. L. Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Dan Investasi Swasta Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009 Sumber : Ekonomi Moneter, Buku I, Nopirin, hal 85-86. Jika karena suatu sebab pengeluaran investasi oleh pengusaha turun, pada gambar 2.6 ditunjukan dengan bergesernya kurva permintaan agregat AD dari AD ke AD 1 . Dengan kurva penawaran agregat AS yang vertikal dalam versi monetaris maka pada harga P jumlah barang yang diminta turun menjadi Y 1 . maka akan terjadi excess suply, dimana penawaran melebihi permintaan, pengangguran terjadi, dan hal ini akan mendorong upah dan harga untuk turun. Turunnya harga menyebabkan nilai riil uang akan naik, sehingga permintaan total akan naik sepanjang kurva AD 1 . Harga akan terus turun sampai jumlah yang diminta kembali pada Y f . Kenaikan permintaan ini disebabkan turunnya tingkat bunga sebagai akibat naiknya nilai uang kas riil. Karena konsumsi merupakan bagian dari AD, kenaikan konsumsi juga merupakan kenaikan permintaan agregat. Dalam pandangan Keynesian, penurunan investasi autonomous tidak akan menyebabkan kenaikan konsumsi, sehingga AD akan tetap bergeser ke kiri bawah. Dalam gambar 2.7 dijelaskan bahwa pergeseran AD dari AD ke AD 1 karena upah dan atau harga adalah tetaprigid meskipun ada pengangguran, maka output akan tetap pada tingkat Y 1 . Disini digambarkan 2 kurva penawaran agregat Jhon Polman F. L. Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Dan Investasi Swasta Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009 AS, yaitu AS untuk ekstrim Keynesian serta AS 1 untuk Keynesian yang lebih realistis. Untuk kasus Keynesian yang lebih realistis, upah dan harga turun tetapi relatif lebih kecil. Output sedikit lebih tinggi dari kasus ekstrim Keynesian, yaitu Y 2 , tetapi kesemuanya masih berada dibawah output pada tingkat full employment Y f . Masalahnya, karena penurunan upah dan harga tidak cukup untuk mendorong kenaikan permintaan agregat sepanjang kurva AD 1 , yang dapat menutup penurunan investasi, sehingga akhirnya output berada dibawah tingkat full emloyment. Untuk mencapai kembali pada keadaan full employment, Keynesian memberikan solusi perlu ada campur tangan pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter. Jhon Polman F. L. Purba : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Dan Investasi Swasta Di Indonesia, 2008. USU Repository © 2009

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi dengan menganalisis data sekunder kuantitatif tahunan pada rentang waktu antara tahun 1984-2003 dengan pertimbangan ketersediaan data. Data sekunder digunakan karena penelitian yang dilakukan meliputi objek yang bersifat makro dan mudah didapat. Data tersebut diolah kembali oleh penulis sesuai dengan kebutuhan model yang digunakan. Penelitian ini menggunakan dua variabel terikat dependent variables yaitu tabungan swasta dan investasi swasta. Sedangkan variabel bebasnya independent variables yaitu pendapatan nasional disposibel gndi, tingkat suku bunga r, tingkat inflasi lnp, pendapatan nasional PDBY, rasio investasi pemerintah terhadap PDB giy, serta variabel dummy krisis ekonomi Indonesia.