Analisi Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
secara aktif maupun pasif. Proses yang terjadi secara terus-menerus menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi pengetahuan bersama.
Pengetahuan bersama ini bersifat subyektif yang kemudian terjadi berulang-ulang lalu mengendap sehingga menjadi akumulasi terhabitualisasi.
Habitualisasi membentuk produk sosial yang nantinya akan diwariskan. Dengan kata lain, manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang
objektif melalui proses eksternalisasi.
12
Proses objektivasi pada tahap pertama disebut sebagai institusionalisasi dan kedua merupakan legitimasi.
13
Institusi merupakan buah pikiran manusia kepada kehidupannya yang mengalir secara absurd. Ketidakjelasan ini diartikan
sebagai kekacauan karena terbatasnya makna yang dimiliki masing-masing individu.
Institusi yang diwariskan ke setiap individu tidak bersifat statis atau tanpa perubahan. Hal ini karena sifat manusia yang ingin tahu yang kemudian
mempertanyakan warisan itu. Pertanyaan itu membutuhkan legitimasi yang merupakan tahap objektivasi tahap kedua. Legitimasi meletakkan penjelasan
berdasarkan pembuktian logis atas relevansi dari sebuah institusi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
14
Internalisasi ada atas ciptaan individu itu sendiri yang manafsirkan realitas objektif secara subjektif. Penafsiran tersebut disebar dalam bentuk sosialisasi
kepada orang sekitar. Tahap sosialisasi dapat berlangsung secara primer ataupun sekunder.
12
Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 302.
13
Geger Riyanto, Peter L. Berger: Perspektif Metateori Pemikiran Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2009, h. 117.
14
Riyanto, Peter L. Berger, h. 116.
Sosialisasi primer berlangsung pada masa anak-anak dengan hubungan emosional sangat tinggi yang tidak hanya menimbulkan proses belajar mengenal
lingkungan secara kognitif saja. Sedangkan sosialisasi sekunder memurut Berger dan Luckmann dikatakan bahwa tanpa mempertimbangkan dimensi lainnya.
Sosialisasi sekunder dapat dikatakan sebagai proses memperoleh pengetahuan khusus sesuai dengan perannya di mana peran-peran secara langsung atau tidak
langsung berakar dalam pembagian kerja.
15
Pada proses konstruksi dalam sebuah media, ada penelitian yang disebut analisis framing. Analisis framing merupakan penonjolan sebuah peristiwa yang
dilihat oleh seorang wartawan yang berkerja pada media massa. Salah satu orang yang mendalami analisis framming adalah Zhongdang Pan dan Gerald M.
Kosicki. Eriyanto mengutip pernyataan Pan dan Kosicki bahwa ada dua konsepsi
framming yang saling berkaitan, yaitu konsepsi psikologi dan sosiologis. Konsep psikologi lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi
dalam dirinya. Sedangkan konsep sosiologi lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas.
16
15
Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 21.
16
Eriyanto, Analisis Framming; Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media Yogyakarta: LkiS Group, 2002, h. 291.
Tabel 1 Analisis framing metode Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
17
Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan. Unsur bahasa yang termasuk dalam lingkup sintaksis adalah frasa,
17
Eriyanto, Analisis Framming, h. 295.
klausa, dan kalimat. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. Klausa adalah satuan gramatika yang berupa kelompok kata, yang
sekurang-kurangnya memiliki sebuah predikat dan berpotensi menjadi kalimat. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri yang sekurang-
kurangnya memiliki sebuah subjek dan predikat.
18
Pada konteks berita, sistaksis dapat dilihat dari kerangka penulisan berita yang dinamakan piramida terbalik. Dalam konsep itu sesuatu hal yang paling
penting diletakkan pada bagian awal paragraf. Semakin berlanjut ke paragraf selanjutnya, semakin tidak penting. Proses ini akan terlihat peristiwa apa yang
lebih ingin ditonjolkan oleh wartawan. Skrip merupakan kelengkapan dalam menulis berita. Kelengkapan di sini
adalah pada penulisan 5W+1H karena berita yang baik adalah yang tidak membuat pembaca bertanya-tanya. Agar tak terjadi hal tersebut, maka penulisan
5W+1H sangat penting dalam penulisan berita. Penulisan salah satu 5W+1H yang didahulukan, akan terlihat peristiwa apa
yang lebih ditonjolkan wartawan. Apakah itu kronologisnya, ataukah kenapa peristiwa itu bisa terjadi, atau siapa orang yang terlibat pada peristiwa itu dapat
dilihat poin manakah yang lebih awal diceritakan oleh wartawan. Tematik dapat dikatakan seperti sebuah tema dalam sebuah peristiwa.
Perangkat yang diamati dalam sebuah tematik ini adalah koherensi atau pertalian antarkata.
19
Koherensi merujuk pada sebuah kejadian yang diceritakan secara runtut. Oleh karena itu, tidak boleh ada penulisan peristiwa yang penting dalam
koherensi sebuah berita.
18
Zaenal Arifin dan Junaiyah, Sintaksis Jakarta: Grasindo, 2008, h. 1-2.
19
Eriyanto, Analisis Framming, h. 301-302.
Prinsip koherensi merupakan standar penting dalam menilai rasionalitas naratif yang akhirnya akan menentukan apakah seseorang menerima naratif itu
atau menolaknya. Koherensi merujuk pada konsistensi internal dari sebuah naratif.
20
Retoris dalam sebuah pemberitaan lebih bagaimana cara wartawan menekankan fakta. Penggunaan bahasa yang digunakan salah satu upaya dalam
retoris. Pembantantaian dan pembunuhkan memiiki arti yang sama, tapi memiliki makna dengan konteks yang berbeda.
Selain menggunakan kata, retoris juga muncul dalam sebuah grafik atau gambar. Grafis dibuat sebagai pendukung dari tulisan yang ingin ditonjolkan. Saat
wartawan ingin memberitakan peristiwa yang mencekam, foto berita yang tampilkan dapat membantu pembaca menggambarkan sejauh mana peristiwa itu
begitu mencekam. Selain gambar, pengunaan huruf dengan cetak tebal dan pemberian warna
juga mempengaruhi penekanan berita. Hal mempengaruhi kognitif seorang pembaca saat melihat sebuah tulisan yang berbeda dengan tulisan lain. Elemen
seperti itu mengontrol ketertarikan dan perhatian secara intensif dan menunjukkan kepada pembaca suatu hal yang dipusatkan.
21