5
B. Identifikasi Masalah
1. Siswa sebagai peserta pendidik kurang berpartisipasi karena pembelajaran
bersifat teacher centered, sehingga pembelajaran kurang efektif. 2.
Peran guru sebagai fasilitator kurang optimal sehingga kemampuan siswa kurang berkembang.
3. Strategi pembelajaran yang monoton menyebabkan siswa kurang minat
belajar.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah tugas utama seorang guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses
akomodasi, karena setiap anak memiliki kecendrungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang
dianggap aneh dan baru. Belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang. Dengan demikian, guru berperan dalam memilih
bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari siswa. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang
sedang berkembang. Kemapuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilkinya. Anak bukanlah orang
dewasa dalam bentuk kecil, melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian, peran
guru bukanlah sebagai instruktur atau penguasa yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka bisa belajar sesuai dengan
tahap perkembangannya. Permalahan dalam judul di atas sangatlah luas maka dari itu, penulis
membatasi penulisan skripsi ini pada masalah: “Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kontekstual CTL di kelas VII
dan hasil belajar yang di ukur adalah aspek kognitif ”.
6
2. Perumusan Masalah
Cara belajar yang dimiliki siswa dalam buku Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses Pendidikan karya Wina Sanjaya oleh Bobbi Deporter
dinamakan unsur modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe gaya belajar siswa, yaitu visual, auditorial, dan kinestetik.
3
Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap guru perlu memahami tipe belajar siswa, artinya setiap guru harus
menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa dan dalam pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan.
Kemudian dari pada itu supaya ilmu agama lebih mudah dipahami dan dimengerti siswa, maka guru harus dapat membantu setiap siswa agar mampu
menemukan keterkaitan
antara pengalaman-pengalaman
baru dengan
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dimana dalam proses pembelajaran siswa dapat menghubungkan antara materi pelajaran dengan fenomena yang sedang
terjadi di masyarakat, sehingga siswa dapat mengaitkan keduanya. Karena dalam pembelajaran kontektual siswa dituntut untuk aktif maka akan semakin banyak
pengetahuan yang di dapat siswa. Dari pembatasan masalah, penulis merumuskan masalah pada penulisan skripsi ini
pada dua pokok masalah yaitu: 1
Apa perbedaan dan kelebihan pembelajaran kontekstual CTL dengan pembelajaran konvensional?
2 Apakah terdapat pengaruh penggunaan pembelajaran kontekstual terhadap
hasil belajar pendidikan agama Islam?
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru agama Islam mengenai
bagaimana mengajar pelajaran PAI dengan pendekatan kontekstual sehingga harapannya adalah guru dalam melaksanakan pengajaran lebih
bervariatif. Maka model ini bisa digunakan dimana saja tempat guru itu mengajar.
3
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2009, h. 260
7
2. Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi semua pihak,
khususnya guru pendidikan agama Islam. 3.
Diharapkan dengan guru yang melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan kontekstual akan merubah cara belajar siswa yang
individual menjadi kooperatif. 4.
Dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam penyusunan rencana pembelajaran dengan menggunakan model CTL dapat meningkatkan
pemahaman lebih bermakna.
8
8
BAB II DESKRIPSI TEORITIS,
KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning
CTL 1.
Landasan filosofis CTL
Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada tahun 1916, yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan
pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for Contextual Teaching and
Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga- lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat.
Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah kontruktivisme yang berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh
John Dewey pada awal abad 20 yang lalu.
1
Landasan kontruktivisme merupakan filosofis belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal.Siswa harus
mengkonstruksi pengetahuan dalam dirinya sendiri, pengetahuan yang mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Siswa akan belajar dengan baik apabila apa yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui, serta proses belajar
1
Dharma Kesuma, dkk, Contextual Teaching and Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengemabangan PBM, Garut: Rahayasa, 2010, h. 56
9
akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam proses belajar disekolah. Siswa dapat menunjukkan hasil belajar dalam bentuk yang dapat mereka
ketahui dan yang dapat mereka lakukan.
2. Landasan Teoritis CTL
Dalam landasn teori ini penulis mengutip mutiara-mutiara pemikiran Whitehead, seorang filsuf Inggris terkenal yang diterjamahkan
oleh Drs. Dharma Kesuma, M.Pd yakni: “Dalam pendidikan seorang anak untuk aktifitas pemikiran, yang
paling penting kita harus sadar atas apa yang akan saya sebut “inert
ideas ide-ide lembam begitulah dikatakan, ide-ide yang diterima belaka ke dalam kesadaran tanpa digunakan, atau dites, atau
dikembangkan menjadi kombinasi-kombinasi yang segar. Setiap revolusi intelektual yakni pernah mengubah kemanusiaan
menjadi keagungan kehebatan adalah sebuah protes yang bersemangat terhadap inert ideas. Akan tetapi masih terdapat
kebodohan yang menyedihkan dari psikologi manusia, melalui praktek berdasarkan skema pendidikan yang lagi-lagi mengekang
kemanusiaan dengan inert ideas.”
2
Pada dasarnya Whitehead menghemdaki pendidikan memiliki tujuan agung melalui penanaman ide-ide hidup dan di hidupi, bukan inert
ideas, oleh orang-orang yang terdidik. Pola kehidupan dari orang-orang yang memiliki ide hidup ini merupakan yang mengalami perkembangan
diri dan mengubah atau merevolusi kehidupan yang tidak berkembang karena meyakini inert ideas.
2
Kesuma, Darma, dkk., Contextual Teaching Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengembangan PBM, h. 4-5
10
3. Definisi Pembelajaran Kontekstual
Kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang ditambah awalan “pe-“ dan akhiran “–an” yang berarti proses, cara, menjadikan orang atau
makhluk hidup supaya belajar.
3
Istilah pembelajaran diperkenalkan sebagai ganti istilah pengajaran meskipun kedua istilah tersebut sering diprgunakan bergantian dengan arti
yang sama dalam wacana pendidikan dan perencanaan pendidikan itu sendiri. Pembelajaran dalam kondisi dan situasi yang memungkinkan
terjadinya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik. Dari pengertian tersebut telah jelas menunjukkan bahwa
pembelajaran berpusat pada siswa. Kontekstual adalah salah satu prisip pembelajaran yang
memungkinkan siswa
belajar dengan
penuh makna.Dengan
memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran diharapkan mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya
untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
4
Ada beberapa pengertian yang diberikan oleh para ahli, disini ditampilkan tiga pengertian yang berasal dari sumber yang berbeda.
Pertama, dalam bukunya yang dikutip dari US Departemen of Education Office of Vocational and Adult Education The Nasional
School to Work Office dalam http:www. Contextual.org19102001 Masnur Muslich mengatakan bahwa Pembelajaran kontekstual CTL
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
5
3
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, Cet. Ke-9, h.15
4
Nurhadi; Yasin, B.; Senduk, A.G., Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya Dalam KBK, h. 15
5
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 41
11
Kedua, Contextual Teaching and Learning CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu
menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima , dan mereka menangkap makna dalam
tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
6
Ketiga, Contextual Teaching and Learning CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa
secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
7
Dari beberapa konsep pengertian diatas ada tiga hal yang harus dipahami, yaitu yang pertama CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi , artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara lansung, kedua CTL
mendorong siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut dapat
menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah dengan kehidupan nyata, dan yang ke tiga CTL mendorong siswa untuk dapat
menerapkannya dalam
kehidupan, artinya
CTL bukan
hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya , akan
tetapi bagaimana materi pelajaran irtu dapat diaplikasikan pada prilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh sebab itu, melalui pendekatan CTL, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan mengahafal
sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk
6
Ellaine B. Johnson, PH.D., Contextual Teaching Learning: menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasyikkan dan bermakna, Bandung: Mizan Learning Center MLC, 2007,
h. 14
7
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar proses Pendidikan, h. 253
12
mencari kemampuan untuk bisa hidup dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian belajar akan lebih bermakna.
4. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menunjukkan kondisi alamiah dari
pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih
relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup.
Banyak manfaat yang dapat diambil oleh siswa dalam pembelajaran kontekstual yaitu terciptanya ruang kelas yang di dalamnya
siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan mereka akan lebih bertanggung jawab dengan apa yang mereka pelajari.
Pembelajaran akan menjadilebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan
pengalaman dan pengetahuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, diantaranya:
8
1 Pembelajaran dengan model CTL merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada Activiting knowledge. Artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari.
2 Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan Acquiring knowledge. 3
Pemahaman pengetahuan artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini Understanding
knowledge.
8
Ibid, h. 254
13
4 Mempraktikkan pengetahuan dan pengalama tersebut, artinya
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus diaplikasikan dalam kehidupan siswa Applying knowledge.
5 Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan
Reflecting knowledge.
5. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual pada prinsipnya menerapkan tujuh komponen
utama pembelajaran
efektif, diantaranya
yaitu 1
kontruktivisme contructivisme, 2 menemukan inquiry, 3 bertanya questioning, 4 masyarakat belajar learning community, 5 pemodelan
modeling, 6 refleksi reflection, dan 7 penilaian sebenarnya authentic assessement.
1 Kontruktivisme Contuctivisme
Kontuktivisme merupakan landasan berfikir filosofi dalam pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas.
2 Menemukan Inquiry
Menemukan merupakan kegiatan inti dari pendekatan CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa
pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat
fakta-fakta tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. 3
Questioning Unsur lain yang menjadi karakteristik utama CTL adalah
kemampuan dan kebiasaan umtuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya.Oleh karena itu
bertanya merupakan strategi uatama dalam pendekatan CTL. Penerapan unsur bertanya dalam pendekatan CTL harus difasilitasi
oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru
14
dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.
4 Learning Community
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-
teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain
melalui berbagai pengalaman sharing. 5
Modeling Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya
permasalahan hidup yang dihadapi, tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beraneka ragam, telah berdampak pada kemampuan
guru yang memiliki kemampuan lengakap, dan ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber
belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimilki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen.
Oleh karena itu tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa dapat memenuhi
siswa secara menyeluruh, dan menyatu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6 Reflection
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang bari terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berfikir kebelakang
tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur
pengetahuan baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya.
15
Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi
dengan dirinya sendiri learning to be. 7
Penilaian Sebenarnya Authentic Assesment Tahap terakhir pendekatan CTL adalah melakukan penilaian.
Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memilki fungsi yang amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses
dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah hasil pengumpulan berbagai data dan informasi
yang bias memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan informasi yang
lengkap sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil
pengalaman belajar setiap siswa.
9
Penilaian nyata authentic assesment adalah proses yang dilakukan
guru untuk
mengumpulkan informasi
tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian yang autentik
dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran.
10
Secara umum terdapat empat jenis penilaian otentik, yaitu portofolio, proyek, penilaian kinerja, dan jawaban tertulis secara
lengkap. Adapun prosedur umum untuk perancanganya adalah:
11
Jelaskan dengan tepat apa yang harus diketahui dan bisa dikerjakan oleh para siswa. Beritahukan kepada mereka
standar yang dipenuhi. Hubungkan pelajaran akademik dengan konteks dunia yang
nyata dengan cara yang penuh makna dan nilai, atau
9
Asep, Asra, dan Laksmi, Belajar dan Pembelajaran SD, Bandung: UPI Press, 2007, h. 157-160
10
Wina Sanjaya, Starategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, h. 268- 269
11
Ellaine B. Johnson, PH.D., Contextual Teaching Teaching : menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasyikkan dan bermakna, h. 290-291
16
dilakukan simulasi dengan konteks dunia nyata yang penuh makna.
Tugaskan para siswa untuk menunjukkan apa yang bisa mereka lakukan dengan apa yang mereka ketahui, untuk
memperlihatkan keterampilan dan kedalaman pengetahuan mereka dengan memproduksi hasil, contohnya : presentasi,
koleksi hasil tugas. Putuskan tingkat penguasaan tersebut dalam sebuah rubrik,
yaitu bentuk pedoman penilaian yang dilengkapi dengan kriteria yang digunakan untuk menilai.
Ajak para siswa untuk terus-menerus melakukan penilaian diri saat mereka menilai kerja mereka sendiri.
Libatkan sekelompok orang selain guru untuk menanggapi penilaian ini.
6. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan CTL, guru untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai dengan standar
kompetensi yang ditetapkan dalam setiap materi ajar, maka guru melakukan langkah-langkah pembelajaran seperti dibawah ini:
a. Pendahuluan
12
1 Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari
proses pembelajaran dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari.
2 Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL:
3 Guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan
oleh setiap siswa.
12
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, h. 268-269
17
b. Inti
Dilapangan 1
Siswa melakukan observasi dan mencari data mengenai hal-hal yang berhubungan dengan materi bersuci sesuai dengan pembagian tugas
kelompok. 2
Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan ketika observasi. Dikelas
1 Siswa mendiskusikan pengalamannya sesuai dengan pembagian
kelompok yang sudah ditentukan. 2
Siswa melaporkan hasil diskusi. 3
Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.
c. Penutup
Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi dan pengalamannya tentang al-
Qur’an dengan indicator hasil belajar yang harus dicapai.
7. Strategi umum Pembelajaran Kontekstual
Center of Occupational Reseach and Development CORD menyampaikan lima strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan
pembelajaran kontekstual, yang disingkat REACT, yaitu:
13
1. Relating: Belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2. Experiencing: Belajar ditekankan kepada penggalian eksplorasi, penemuan discovery, dan penciptaan invention.
3. Applying: Belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan di dalam konteks pemanfaatannya.
4. Cooperating: Belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dan sebagainya.
13
Nurhadi; Yasin, B.; Senduk, A.G., Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya Dalam KBK, h. 23
18
5. Transferring: Belajar melalui pemanfaatan pengetahuan di dalam situasi atau konteks baru.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas diperlukan adanya strategi, dalam hal ini terdapat beberapa strategi yang berasosiasi dengan CTL diantaranya
adalah:
14
a. Membangun hubungan
Hubungan atau
keterkaitan diperlukan
dalam rangka
menciptakan makna, dan ini merupakan tema sentral dalam CTL.
b. Belajar secara mandiri dan melalui kerjasama
Dalam CTL proses itu penting , tetapi hasil yang sifatnya akademik dapat dicapai dengan nilai tinggi. Proses belajar mandiri
memberikan kebebasan kepada siswa untuk menemukan bagaimana kehidupa akademik sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari.
c. Berfikir kritis dan kreatif
Berfikir kritis diperlukan ketika individu dihadapakan pada masalah
yang membutuhkan
pemahaman secara
jelas dan
mendalam.Berfikir kritis adalah aktivitas mental yang membantu orang memahami masalah, merumuskannya, dan mendapatkan jawabannya.
Berfikir kreatif sesuai dengan namanya adalah berfikir dalam rangka menemukan hal-hal baru.berfikir kreatif pada dasarnya adalah
proses berfikir imajinatif mengusulkan suatu cara baru, rancangan baru dalam menyelesaikan suatu masalah.
d. Membantu individu tumbuh dan berkembang
Mengajar dengan CTL tidak semudah dengan cara yang konvensional, klasikal-ceramah. Para guru CTL adalah sekaligus
sebagai pengawas, pembimbing untuk berfikir kritis dan kreatif, wali asuh, dan ahli dalam mata pelajaran mereka.Para guru juga
memberikan perhatian pada siswa secara individual, sekalian teorinya
14
Kesuma, Darma, Contextual Teaching Learning Sebuah Panduan Awal dalam Pengembangan PBM,Garut: Rahayasa Reseac Training, 2010, h. 14-18
19
sudah lama ditemukan tetapi memberikan praktik dan contoh-contoh baru dalam dunia pendidikan.
e. Menepakan standar tinggi dan penilaian otentik
Standar akademik yang tinggi dapat memotivasi siswa untuk belajar lebik giat dan lebih baik lagi.Standar tinggi memiliki banyak
tuntutan terhadap siswa dan siswa harus bekerja keras. Dengan CTL siswa dituntut untuk melakukan apa yang diketahuinya.
8. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan pendekatan Tradisional
Pembelajaran yamg menggunakan pendekatan kontekstual siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran. Siswa diajak untuk berfikir
kreatif untuk menyelesaikan semua tugas-tugasnya yang tidak hanya melibatkan cara berfikir otak tetapi juga cara kerja fisik. Keterlibatan
semua ini dalam pembelajaran akan membawa pengetahuan masing- masing siswa dalam proses pembelajaran.
Sedangkan dalam pembelajaran tradisional siswa ditetapkan menjadi objek belajar yang berperan sebegai penerima informasi secara
pasif.Siswa lebih banyak belajar secara individual dengan menerima, mencatat dan menghafal materi pelajaran.
Untuk lebih lengkapnya, perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional dalam proses belajar mengajar dapat
dilihat pada table 2.1.
20
Table 2.1Perbedaan
Pendekatan Kontekstual
dengan pendekatanTradisional
15
No. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Tradisional 1.
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2. Siswa belajar dari teman melalui
kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
Siswa belajar secara individual
3. Pembelajaran dikaitkan dengan
kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4. Perilaku dibangun atas kesadaran
diri. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
5. Keterampilan dikembangkan atas
dasar pemahaman. Keterampilan dikembangkan atas
dasar latihan 6.
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai angka rapor
7. Seseorang tidak melakukan yang
jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman
8. Bahasa
diajarkan dengan
pendekatan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa
dalam konteks nyata Bahasa
diajarkan dengan
pendekkatan structural: rumus diterangkan
sampai paham,
kemudian dilatihkan drill 9.
Pemahaman rumus dikembangkan atas dasar skema yang sudah ada
dalam diri siswa Rumus itu ada di luar diri siswa,
yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan.
10. Pemahaman rumus itu rellatif
berbeda antara siswa yang satu Rumus adalah kebenaran absolut
sama untuk semua orang. Hanya
15
Nurhadi; Yasin, B.; Senduk, A.G., Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya Dalam KBK, h. 35-36
21
dengan lainnya, sesuai schemata siswa
ongoing process
of development
ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang benar.
11. Siswa menggunakan kemampuan
berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya
proses pembelajaran yang efektif, ikut
bertanggung jawab
atas terjadinya proses pembellajaran
yang efektif,
dan membawa
schemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.
Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah membaca,
mendngarkan, mencatat,
menghafal, tanpa memberikan kontribusi
ide dalam
proses pembelajaran.
12. Pengetahuan
yang dimiliki
manusia yang dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia
menciptakan atau pengetahuan dengan cara memberi arti dan
memahami pengalamannya Pengetahuan adalah penangkapan
terhadap serangkaian
fakta, konsep, atau hukum yang berada
di luar diri manusia
13. Karena ilmu pengetahuan itu
dikembangkan oleh
manusia sendiri, sementara manusia selalu
mengalami peristiwa baru, maka pengetahuan itu tidak pernah
stabil, selalu berkembang Kebenaran bersifat absolut dan
pengetahuan bersifat final
14. Siswa diminta bertanggung jawab
memonitor dan mengembangkan pembelajaran
mereka masing-
masing Guru adalah penentu jalannya
proses pembelajaran
15. Penghargaan terhadap pengalaman
siswa sangat diutamakan Pembelajaran
tidak memperhatikan pengalaman siswa
22
16. Hasil
belajar diukur
dengan berbagai cara: proses bekerja, hasil
karya, penampilan, rekaman, tes dan lain-lain
Hasil belajar hanya diukur dengan tes
17. Pembelajaran terjadi di berbagai
tempat, konteks dan setting Pembelajaran hanya terjadi dalam
kelas 18.
Penyesalan adalah hukuman dari prilaku jelek
Sangsi adalah hukuman dari prilaku jelek
19. Prilaku baik berdasar motivasi
intrinsic Prilaku baik berdasar motivasi
ekstrinsik 20.
Seseorang berprilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan
bermanfaat Seseorang berprilaku baik, karena
dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini di bangun dengan
hadiah yang menyenangkan.
23
B. Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam
1. Definisi Belajar
Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga
menyebabkan munculnya perubahan tingkah laku.
16
Belajar adalah suatu proses dimana suatu tingkah laku ditimbulkan atau diperbaiki melalui
serentetan reaksi atau situasi yang terjadi.
17
Secara psikologis, proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya dinamakan belajar. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku sehari-hari. Pengertian
sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingah laku yang baru sebagai hasil pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
18
Menurut UNESCO terdapat empat pilar belajar yaitu :
19
1. Learning to know : Belajar untuk mengetahui
2. Learning to do : Belajar untuk aktif
3. Learning to be : Belajar untuk mandiri
4. Learning to live together : Belajar untuk hidup bersama-
sama Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwasannya
belajar bukanlah peristiwa yang dilakukan tanpa sadar, akan tetapi merupakan proses yang dirancang dan disengaja.
2. Definisi Hasil Belajar
Hasil belajar terdiri dari dua kata “hasil dan belajar”.Hasil adalah
pendapatan atau perolehan dari uasaha pikiran dan sebagainya.
20
Hasil
16
Wina, Sanjaya, pembelajaran dalam implementasi kurikulum berbasis kompetisi, jakarta: kencana, 2008 h. 89
17
Ahmad Fauzi, psikologi umum, Bandung: Pustaka Setia 2004 h. 24
18
Slamet, proses belajar mengajar dalam sistem kredit semester, Jakarta: Bumi Aksara, 1991 Cet. Ke-1, h. 78
19
Iskandar, Psikologi Pendidikan, Ciputat: Gaung Persada Press h. 104-105
20
Depdikbud Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 30
24
adalah salah satu istilah yang dipakai untuk menunjukkan sesuatu yang pemaknaan pengetahuan, bukan perolehan pengetahuan dan mengajar
diartikan sebagai kegiatan atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan kepada yang belajar.
21
Secara psikologis belajar merupakan suatu proses tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannyadalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam sebuah aspek tingkah laku dan pengetahuan siswa.
Pengertian belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
22
Nana Sujana berpendapat bahwa hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang memperlihatkan setelah
mereka menempuh penglaman belajarnya pbm tingkah sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
23
Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi didalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas
belajar.
24
Jika dikaitkan dengan belajar, hasil merupakan sesuatu yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam selang waktu
tertentu. Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
kemampuan yang diperoleh atau dicapai oleh siswa di perlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajar. Hasil belajar yang diperoleh dari
kegiatan penilaian yang diharapkan adalah pemahaman siswa terhadap
21
Nurhadi; Yasin, B.; Senduk, A.G., Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya Dalam KBK, h. 9
22
Slamet, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, cet. Ke-1, h. 78
23
Nana Sudjana, Penilaian Proses Hasil Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, cet. Ke-7, hal.3
24
Zakiah Drajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet. Ke-1, h.196
25
materi yang telah diajarkan serta adanya perubahan tingkah laku yang merupakan aplikasi dari pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap
materi yang telah diajarkan. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil tes.Hasil berupa keterampilan,
pengetahuan, kemampuan dan bakat individu yang diperoleh disekolah biasanya dicerminkan dalam bentuk nilai-nilai tertentu.Tes bertujuan
untuk membangkitkan motivasi pada siswa agar mereka memperhatikan pelajaran serta mendorong mereka agar dapat mengorganisasikan pelajaran
dengan baik. Selain itu, tes juga dapat digunakan sebagai feed back bagi guru dalam rangka perbaikan program pengajaran.
Penilaian hasil belajar ini dapat dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap jangka pendek dan tahap jangka panjang. Tahap pertama yaitu
tahap jangka pendek yang disebut juga dengan nama penilaian formatif. Penilaian ini dapat dilaksanakan pada akhir proses belajar mengajar. Tahap
kedua, yaitu tahap jangka panjang yang disebut dengan penilaian sumatif. Penilaian ini dilaksanakan setelah proses belajar mengajar berlangsung
beberapa kali atau setelah menempuh periode tertentu, seperti penilaian tengah semester atau penilaian akhir semester.
3. Definisi Pendidikan Agama Islam
Kata “pendidikan” merupakan kata benda, yang berasal dari kata “didik” kemudian mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan artinya “proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan”.
25
Dalam UU No. 23 Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 1 pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk
memiliki kekuatan
spritual keagamaan,
25
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1990, hal.204
26
pengendaliandiri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak
mulia, serta
keterampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
26
Pendidikan juga berarti menumbuhkan personalitas kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab.
27
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwasnya pendidikan merupakan usaha sadar dan bantuan yang diberikan oleh
seorang pendidik dalam membantu menggali dan mengembangkan jasmani dan rohani peserta didik agar dapat bertanggung jawab dan dapat
memenuhi fungsi hidupnya serta mengantarkan anak pada cita-cita yang diharapkan sesuai dengan fungsinya sebagai manusia.
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk
dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan tanggung jawab kepada Allah,
kepada masyarakat serta alam sekitarnya.
28
Kata Islam yang melekat dalam pendidikan Islam adalah pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan Islam adalah pendidikan
yang didasarkan Islam. Dalam bukunya “Ilmu Pendidikan Islam” Nur Uhbiyati
mengatakan pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai
dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.
29
Pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan
oleh hamba Allah.Oleh karena itu Islam memberi pedoman seluruh aspek kehidupan manusia yaitu dengan al-
Qur’an dan hadis.
26
Rika Sa’diah, Metodologi Agama Islam, Jakarta: PT. Wahana Kordofa, 2009, Cet. 1, h. 12
27
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1999, h. 12
28
Abu Ahmadi, Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, h.4
29
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, h. 13
27
Pendidikan Islam merupakan bagian dari bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya
kepribadian yang utama menurut ukuran- ukuran Islam. Sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan seruan agama
dengan dakwahnya, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan
sosial yang mendukung pelaksanaan pembentukan pribadi muslim sebagaimana yang dicita-citakan oleh ajaran Islam. Dan secara umum
dapat dikatakan bahwa pendidikan Islam itu adalah pembentukan kepribadian muslim.
30
Pendidikan agama Islam merupakan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,
mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia, mengamalkan ajaran Islam dari sumber utamanya kitab suci al-
Qur’an dan hadis, melalui kegiatan bimbingan, latihan, serta penggunaan pengamalan.
31
Pendidikan agama Islam adalah bimbingan dan asuhan terhadap asuhan anak didik agar dapat memahami, mengahayati, mengamalkan
ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakini secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam sebagai pandangan hidup demi
keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
32
Berdasarkan definisi dan pengertian yang dikemukakan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, pendidikan agama Islam adalah kegiatan
pendidikan yang berupa pengajaran pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani anak didik yang bertujuan untuk
membentuk anak didik agar setelah mereka memperoleh pendidikan itu anak didik dapat meyakini, memahami, mengahayati dan mengamalkan
seluruh ajaran Islam sehingga mendapatkan kebagiaan hidup di dunia dan akhirat.
30
Zakiah Darajat, dkk.,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, hal. 28
31
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, h.21
32
Zakiyah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, h. 92
28
Pendidikan agama Islam merupakan bagian dari pendidikan nasional. Dengan demikian pendidikan agama Islam tidak akan
bertentangan dengan pendidikan nasional. Oleh karena itu, pendidikan agama Islam tentunya harus sejalan dengan pendidikan nasional.
4. Tujuan Pendidikan Islam
Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara.
33
Tujuan pendidikan Islam yaitu mendidik anak-anak, pemuda- pemudi dan orang dewasa supaya menjadi muslim sejati yang beramal
shaleh dan berakhlak mulia. Untuk lebih jelasanya, tujuan pendidikan agama islam dalam segala tingkatan pengajaran umum adalah sebagai
berikut:
34
a Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati
kanak-kanak yaitu dengan mengingatkan hikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya.
b Menanamkan itikad yang benar dan kepercayaan yang betul dalam
dada anak-anak. c
Mendidik anak-anak dari kecilnya, supaya mengikut suruhan Allah dan meninggalkan segala laranganNya, baik kepada Allah
maupun terhadap masyarakat. d
Mendidik anak-anak dari kecilnya supaya membiasakan akhlak yang mulia dan adat kebiasaan yang baik.
e Mengajar pelajaran-pelajaran supaya mengetahui macam-macam
ibadah yang wajib dikerjakan dan cara melakukannya, serta
33
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, h 22
34
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992, Cet. 17, h. 13
29
mengetahui hikmah-hikmah dan pengaruh-pengaruhnya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
f Memberi petunjuk mereka untuk hidup di dunia dan menuju
akhirat. g
Memberi contoh dan tiru teladan yang baik, serta pengajaran dan nasihat-nasihat.
h Membentuk warga negara yang baik dan masyarakat yang baik,
yang berbudi luhur dan berakhlak mulia, serta berpegang teguh dengan ajaran agama.
Adapun tujuan pendidikan agama Islam di SMP berdasarkan standar kompetensiyaitu siswa beriman dan bertqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia yang tercermin dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, memahami, menghayati, dan
mengamalkan ajaran agamanya, serta mampu menghormati agama lain dalam kerangka kerukunan antar umat beragama.
35
Pada dasarnya tujuan pendidikan Islam identik dengan tujuan hidup manusia. Secara umum tujuan pendidikan Islam adalah arah yang
diharapkan setelah peserta didik mengalami perubahan proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun
kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.
5. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk diteruskan kepada umat manusia, yang mengandung
ketentuan-ketentuan keimanan aqidah dan ketentuan-ketentuan ibadah dan muamalah syariah, yang menentukan proses berfikir, merasa dan
berbuat dan proses terbentuknya kata hati.
36
Pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan
35
Abdul Majid dkk, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep, dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, h. 130
36
Abu Ahmadi, Noor Salim, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, h. 4
30
oleh hamba Allah. Untuk itu, manusia sebagai ciptaan Allah harus tunduk dan patuh kepada-Nya serta bisa menyeimbangkan antara kepentingan
duniawi maupun ukhrawi. Ajaran pokok agama Islam yang meliputi seluruh aspek kehidupan
itu mengandung tiga unsur, yaitu: iman, islam dan ihsan.
37
Adapun ruang lingkup kelompok mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMP yaitu membentuk peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari
pendidikan agama Islam.
38
Ruang lingkup pendidikan Islam mencakup kegiatan-kegiatan kependidikan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan
dalam bidang atau lapangan hidup manusia yang meliputi:
39
a Lapangan hidup keagamaan, agar perkembangan pribadi manusia
sesuai dengan norma-norma ajaran Islam. b
Lapangan hidup berkeluarga, agar berkembang menjadi keluarga yang sejahtera.
c Lapangan hidup ekonomi, agar dapat berkembang menjadi sistem
kehidupan yang bebas dari penghisapan manusia oleh manusia. d
Lapangan hidup kemasyarakatan, agar tebina masyarakat yang adil dan makmur dibawah rida dan ampunan Allah SWT.
e Lapangan hidup politik, agar tercipta sistem demokrasi yang sehat
dan dinamis sesuai ajaran Islam. f
Lapangan hidup seni budaya, agar menjadikan hidup manusia penuh keindahan dan kegairah yang tidak gersang dari nilai moral
agama.
37
Ibid, hal. 4-5
38
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. 3, h. 47
39
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1999, h.19-20
31
g Lapangan hidup pengetahuan, agar berkembang menjadi alat untuk
mencapai kesjahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan oleh iman.
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat diketahui bahwa inti dari ajaran pokok agama Islam meliputi aspek aqidah, syariah dan akhlak yang
kemudian dikembangkan melalui berbagai disiplin ilmu diantaranya yaitu fiqh, tafsir, hadis, tauhid, akhlak, tasawuf dansebagainya yang kaitannya
dalam ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan, dan keseinbangan antara:
40
a Hubungan manusia dengan Allah SWT
b Hubungan manusia dengan sesama manusia
c Hubungan manusia dengan dirinya
d Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungan alam
sekitarnya. Adapun ruang lingkup bahan pelajaran pendidikan agama Islam
meliputi tujuh unsur pokok, yaitu: 1.
Keimanan 2.
Ibadah 3.
Al-Qur’an 4.
Akhlaq 5.
Muamalah 6.
Syari’ah 7.
Tarikh Ruang lingkup pengajaran agama di sekolah menegah pertama
SMP meliputi:
41
1. Keimanan itikad
2. Abadah fiqh
40
Rika Sa’diah, Metodologi Agama Islam, Jakarta: PT. Wahana Kordofa, 2009, Cet. 1, h. 15-16
41
Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992, Cet. 17, h. 71
32
3. Akhlak
4. Sejarah Islam
5. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis
6. Islam dan kemasyarakatan.
Sedangkan kompetensi dasar pendidikan agama Islam untuk SMP meliputi: al-
Qur’an, keimanan, fiqh, akhlak dan tarikh.
42
Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an Hadis
Membaca, mengartikan, dan menyalin. Menerapkan hukum bacaan alif lam syamsiyah dan alif lam
qomariyah, nun matitanwin dan mim mati. Menerapkan hukum bacaan qal-qalah, tafhim, dan tarqiq, huruf
lam dan ro’ serta mad.
Menerapkan hukum bacaan waqaf dan idgham. b.
Aqidah Akhlak Beriman kepada Allah swt dan memahami sifat-sifatNya.
Beriman kepada Malaikat Allah swt dan memahami tugas-
tugasNya. Beriman kepada kitab-kitab Allah dan memahami arti beriman
kepadaNya. Beriman kepada rasul-rasul Allah dan memahami arti beriman
kepadaNya. Beriman kepada hari akhir dan memahami arti beriman
kepadaNya. Beriman kepada Qada dan Qadar Allah swt dan memahami arti
beriman kepadaNya. Berperilaku dengan sifat-sifat terpuji
Bertatakrama.
42
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, Cet. 4, h. 41
33
c. Fiqh
Melakukan thaharah. Melakukan shalat wajib
Melakukan macam-macam sujud. Melakukan shalat jum,at
Shalat jama’ dan qasar. Melakukan macam-macam shalat sunnah
Melakukan ibadah puasa Zakat.
Memahami hukum Islam tentang makanan, minuman, dan
binatang yang halal dan haram. Memahami ketentuan aqiqah dan qurban.
Memahami tentang ibadah haji dan umrah. Melakukan shalat jenazah
Memahami tata cara pernikahan.
d. Sejarah Kebudayaan Islam
Memahami keadaan masyarakat Makkah sebelum dan sesudah datang Islam.
Keadaan masyarakat Makkah periode Rasulullah SAW. Memahami keadaan masyarakat Madinah sebelum dan sesudah
datang Islam. Memahami
perkembangan Islam
pada masa
KhulafaurRasyidin.
43
6. Dasar- dasar Pendidikan Agama Islam
Dasar dasar pendidikan Islam , secara prinsipil diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Dasar-
43
Abdul Majid dkk, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Konsep, dan Implementasi Kurikulum 2004, h. 151s
34
dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan Islam yang pertama dan utama tentu saja adalah al-
Qur’an dan Sunnah.
44
Al- Qur’an misalnya memberikan prinsip yang sangat penting bagi
pendidikan, yaitu penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial.Al-
Qur’an merupakan firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh jibril kepada Nabi Muhammad SAW yang didalamnya terkandung ajaran
pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad.
Pendidikan karena termasuk ke dalam usaha atau tindakan untuk membentuk manusia, termasuk kedalam muamalah, untuk itu pendidikan
sangat penting karena ikut menentukan corak dan bentuk amal dan kehidupan manusia, baik pribadi maupun masyarakat.
45
Pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia mempunyai dasar-dasar yang cukup kuat. Dasar- dasar tersebut ditinjau dari:
46
1. Dasar Yuridis Hukum
Yang dimaksud
dasar hukum dalam
pelaksanaan pendidikan agama adalah berasal dari peraturan undang-undang
yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat dijadikan pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama di sekolah-
sekolah atau di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Disebutkan dalam Undang-Undang SISDIKNAS Pasal 12
ayat 1 yang berbunyi “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan
yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
47
44
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, Cet. Ke-IV, hal. 9
45
Zakiah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 20
46
Rika Sa’diah, Metodologi Agama Islam, Jakarta: PT. Wahana Kordofa, 2009, Cet. 1, h. 16-17
47
Anwar, Arifin, Memahami Paradigma Baru Pendidikan Nasional Dalam Undang-Undang SISDIKNAS, Jakarta: Ditjen Kelembagaan Agama Islam Depag, 2003 h. 40
35
2. Dasar Religius Agama Dasar agama yakni dasar-dasar yang besumber dari ajaran
Islam yang tertuang dalam al- Qur’an dan as-Sunnah. Dalam Islam,
melaksanakan agama merupakan perintah yang sekaligus ibadah. Al-
Qur’an menunjukkan adanya perintah tersebut antara lain:
a Q.S. An Nahl ayat 125
Artinya : “Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
b Q.S. Ali-Imran ayat 104
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang- orang yang beruntung”.
Syech Muhammad Abduh dalam buku Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam karya Abu Ahmadi dan Noor Salimi
menyatakan bahwa “Islam adalah agama fitrah manusia, jadi
36
manusia berkemampuan dasar untuk beragama tersebut”.
48
Bagaimanapun juga, manusia adalah makhluk yang dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang religious, meskipun nilai dan
kedalaman pengaruh tersebut bagi masing-masingnya tidak sama. Sejalan dengan hal tersebut diatas kenyataan sejarah
manusia membuktikan bahwa manusia baik secara kelompok maupun perseorangan selalu memiliki agama, meskipun bentuk
maupun corak atau isi agama bagi masing-masing orang atau kelompok tidak sama. Kenyataan demikian telah membuktikan
bahwa manusia didalam dirinya terdapat kemampuan dasar untuk beragama.
Dari ayat diatas memberikan pengertian kepada kita bahwa dalam ajaran Islam ada perintah untuk melaksanakan pendidikan
agama. Dengan belajar manusia akan mendapat ilmu pengetahuan dan Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berilmu.
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah QS. Al-Mujadallah ayat 11, yaitu:
Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan ”
3. Dasar Sosial Psikologis
Semua manusia yang hidup di dunia ini pada dasarnya tidak dapat hidup sendiri, selalu membutuhkan orang lain apapun
alasannya. Dan dalam menjalani kehidupan manusia selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang biasa disebut
dengan agama.
48
Abu Ahmadi, Noor Salim, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, h. 7-8
37
Bagi masyarakat muslim, diperlukan adanya pendidikan agama agar dapat mengarahkan mereka kearah yang benar
sehingga dapat mengabdi dan menundukkan diri kepada Allah SWT. Tanpa adanya pendidikan agama dari satu generasi ke
generasi lain maka akan semakin jauh dari pengalaman agama yang benar.
49
Manusia merasakan bahwa jiwanya mengakui adanya dzat yang maha kuasa tempat manusia itu memohon pertolongan dan
perlindungan.Mereka akan merasa tenang dan tentram hatinya ketika seseorang itu merasa dekat dengan Tuhannya. Manusia akan
merasa dekat dengan Tuhannya dan tentram hatinya ketika manusia itu menjalankan perintahNya dan menjauhi larangannya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt surat Ar- Ra’d ayat 28 yang
berbunyi:
Artinya : “yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingati Allah- lah hati menjadi tenteram”.
C. Kerangka berfikir dan Hipotesis
1. Kerangka berfikir
Dalam dunia pendidikan, terutama sekolah model pembelajaran menjadi salah satu hal yang menentukan hasil belajar
serta tecapainya tujuan pembelajaran.Bagi seorang guru, disadari atau tidak bahwasanya setiap mengajar sudah tentu dihadapkan
dengan berbagai masalah. Diantaranya daya tangkap siswa yang berbeda-beda, tingkah laku yang bermacam-macam ataupun yang
berkaitan dengan mata pelajaran yang akan disampaikan. Hal ini
49
Rika Sa’diah, Metodologi Agama Islam, Jakarta: PT. Wahana Kordofa, 2009, Cet. 1, h. 18
38
disebabkan oleh faktor cara belajar siswa yang berbeda-beda, ada yang audio, kinestetik dan visual.
Hal ini selalu terjadi pada tiap-tiap tahun di sekolah-sekolah dan masalahnya tidak jauh berbeda dengan masalah-masalah yang
ada sebelumnya.Sebagian guru beranggapan ini adalah hal yang simple, sederhana, dan mudah ketika hanya menganggap mengajar
itu merupakan memindahkan ilmu yang ada di kepala guru ke kepala siswa sesudah itu melakukan pengajaran kemudian di akhiri
dengan evaluasi atau tes. Padahal kenyataannya tidak semudah itu, tetapi seorang
guru tidak hanya bertugas mentransfer ilmu tetapi bagaimana ilmu yang sudah didapat siswa itu dapat dipahami dan di aplikasikan
dalam kehidupannya serta bagaimana siswa dapat mengaitkan antara pelajaran yang ia pelajari dengan situasi yang terjadi
disekitarnya. Hal ini sesuai dengan pembelajaran kontekstual sehingga semakin banyak yang siswa pahami maka akan semakin
banyak makna yang siswa dapatkan. Jika seorang guru memahami hal-hal seperti ini seharusnya
guru mencoba mengamati setiap pertemuan dalam kegiatan belajar mengajar supaya guru mengetahui apa sebenarnya kesulitan-
kesulitan yang dihadapi siswa yang bertujuan untuk pertemuan- pertemuan selanjutnya bisa diperbaiki menjadi lebih baik.
2. Hipotesis
Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho = Tidak terdapat perbedaan rata-rata hasil belajar PAI antara siswa yang diajar dengan pendekatan CTL dengan yang
diajar mengunakan pendekatan konvensional. Ha = Rata-rata hasil belajar PAI siswa yang diajar dengan
pendekatan CTL lebih tinggi dibandingkan dengan yang diajar mengunakan pendekatan konvensional.
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak atau hasil dari penggunaan model pendekatan pembelajaran kontekstual dalam
pembelajaran PAI di SMP Negeri 2 Tangerang Selatan.
B. Tempat dan Waktu, dan Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Tangerang Selatan Jln.Cireundeu Raya No. 2 Ciputat Kode Pos 15419 Tlp. 021-7401084 pada
bulan Oktober-November 2010.
C. Metode Penelitian dan Desain Penelitian
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah quasi eksperimen eksperimen semu, yaitu penelitian yang mendekati
percobaan sungguhan dimana tidak mungkin mengadakan Kontrol atau memanipulasi semua varibel yang relevan.
1
Metode ini bertujuan untuk memperoleh informasi yang sebenarnya yang awalnya merupakan sebuah
perkiraan. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui dampak atau hasil dari penggunaan pendekatan pembelajaran kontekstual terhadap hasil
belajar PAI siswa dengan cara menerapkan suatu perlakuan terhadap satu
1
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Bandung: Pustaka Setia, 2001, h. 106
40
kelompok eksperimen dan memperbandingkannya dengan satu kelompok
kontrol yang tidak diberi perlakuan.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent Kontrol group design.Dalam penelitian yang menggunakan
desain ini kelompok eksperimen ataupun kelompok Kontrol tidak dipilih secara random.
2
Table 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Pretest
Perlakuan Post test
Eksperimen T1
Pendekatan Kontekstual CTL
T2 Kontrol
T1 Pendekatan Konvensional
T2
D. Populasi dan Sampel