Pola Asuh Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Yang Bekerja Terhadap Perkembangan Kepribadian Remaja (Di SMA KH. Dewantoro, Pinang Kota Tangerang)

untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan setempat dan masyarakat. 36 Dari beberapa pemaparan diatas, dapat penulis simpulkan bahwa pola asuh adalah bagaimana cara orang tua mendidik terhadap anak dalam berinteraksi dan berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pola asuh orang tua dapat pula mempengaruhi semua sikap dan perilaku anak didalam keluarga. Sehingga sudah sepatutnya orang tua memilih pola asuh yang tepat untuk anak, namun dalam pelaksanaannya orang tua banyak yang masih kaku dan terbatas baik dari segi waktu atau pun kemampuan dalam menerapkan pola asuh yang tepat untuk anak terkadang orang tua menerapkan pola asuh yang tidak sesuai dengan konteks kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki oleh anak.

2. Jenis-Jenis Pola Asuh

Jenis-jenis pola asuh, secara garis besar menurut Baumrid 1967, ada 4 macam pola asuh orang tua yaitu: 1. Pola asuh demokratis Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu-ragu dalam mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh seperti ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakkannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua dengan tipe pola asuh demokratis ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan pada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan dan 36 Harris Clemes, Mengajarkan Disiplin Kepada Anak, Jakarta: Mitra Utama, 1996, h. 28. pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut: 37 1 Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima dan dipahami oleh anak. 2 Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang harus dipertahankan oleh anak dan yang tidak baik agar ditinggalkan. 3 Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian. 4 Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga. 5 Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua, anak dan sesama anggota keluarga. 2. Pola asuh otoriter Menurut Singgih D Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D Gunarsa, pola asuh otoriter adalah suatu bentuk pola asuh yang menuntut anak agar patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orang tua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya sendiri. 38 Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak yang harus dipatuhi oleh anak, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua dengan pola asuh otoriter ini cenderung memaksa, memerintah dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua itu tidak segan-segan untuk memberikan hukuman kepada anak. Orang tua seperti ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam berkomunikasi bersifat 37 Zahra Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan , Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992, Cet. Ke-2, h. 88. 38 Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1995, Cet. Ke-7, h. 87. satu arah. Orang tua seperti ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti dan memahami anaknya. Adapun ciri-ciri pola asuh otoriter adalah sebagai berikut: 39 1 Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah. 2 Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalah anak dan kemudian menghukumnya. 3 Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak. 4 Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dengan anak, maka anak dianggap pembangkang. 5 Orang tua cenderung memaksa disiplin. 6 Orang tua cenderung memaksa segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana. 7 Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak. 3. Pola Asuh Permisif Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melalukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup dari orang tua. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan apabila anak sedang dalam masalah atau bahaya. Dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan dari orang tua. Orang tua permisif tampak tidak peduli tentang nilai yang didapat anak, tidak membuat aturan tentang menonton televisi, tidak menghadiri acara di sekolah anak mereka, dan tidak membantu atau pun memeriksa pekerjaan rumah. 39 Zahra Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan , Jakarta: Gramedia Widiasarana, 1992, Cet. Ke-2, h. 88. Para orang tua ini mungkin bukan menelantarkan atau tidak peduli, akan tetapi faktanya mungkin mereka mengasuh dengan cara tersebut. Secara sederhana mungkin mereka percaya bahwa remaja harus bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Ada pun ciri-ciri pola asuh permisif adalah sebagai berikut: 40 1 Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya. 2 Mendidik anak acuh tak acuh, besikap pasif dan masa bodoh. 3 Mengutamakan kebutuhan material saja. 4 Membiarkan saja apa yang dilakukan anak terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma- norma yang digariskan orang tua. 5 Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga. 4. Pola asuh penelantar Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu banyak digunakan untuk pribadi mereka, seperti bekerja. Pola asuh penelatar sering dilakukan oleh orang tua yang terlalu sibuk bekerja mengejar materi. Namun, orang tua tipe ini juga memberikan biaya dan kebutuhan minim untuk anak. 41 Adapun ciri-ciri pola asuh penelantar yang dikemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah: 42 1 Orang tua menghabiskan banyak waktu diluar rumah. 2 Orang tua kurang memperhatikan perkembangan anak. 3 Orang tua membiarkan anak bergaul terlalu bebas diluar rumah. 40 Ibid, Cet. Ke-2, h. 89-90. 41 Kartini Kartono, Peran Orang Tua dalam Memandu anak, Jakarta: Rajawali Press, 1992, h. 39. 43 Ibid, h. 20.

3. Jenis-Jenis Metode Pengasuhan Anak

Adapun kerangka metodologis pengasuhan pasca kelahiran anak sebagaimana tertuang dalam ajaran Islam adalah sebagai berikut: 43 a. Pola asuh anak dengan keteladanan orang tua Dalam psikologi perkembangan anak diungkapkan bahwa metode teladan akan efektif untuk dipraktikkan dalam pengasuhan anak. Oleh karena itu, pada saat tertentu orang tua harus menerapkan metode ini yang memberikan teladan yang baik. Cara ini akan mudah diserap dan direkam oleh jiwa anak dan tentu akan dicontohnya kelak dikemudian hari. b. Pola asuh anak dengan pembiasaan Sebagaimana kita ketahui bahwa anak lahir memiliki potensi dasar fitrah. Potensi dasar itu tentunya harus dikelolah. Selanjutnya, fitrah tersebut akan berkembang baik didalam lingkungan keluarga, manakala dilakukan usaha teratur dan terarah. Oleh karena itu, pengasuhan anak melalui metode teladan harus pula dibarengi dengan metode pengasuhan anak dengan pembiasaan. Karena, dengan hanya memberi teladan yang baik saja tanpa diikuti dengan pembiasaan akan mengalami ketidak seimbangan. Seperti keteladanan orang tua, dan hanya ditiru oleh anak tanpa dilatih , atau dibiasakan dan koreksi biasanya cenderung tidak dapat menunjang keberhasilan dalam upaya mengasuh anak. Orang tua, karena ia dipandang sebagai teladan, maka ia harus selalu membiasakan untuk bersikap, berperilaku serta berkata benar dalam setiap tidakannya terhadap anggota keluarganya atau siapa pun dari anggota masayarakat lainnya. Dengan demikian Menurut Khairiyah sebagaimana dikutip 43 A. Tafsir, Dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung: Mimbar Pustaka, 2004, h. 152. oleh Ahmad Tafsir, orang tua harus menjadi gambaran hidup yang mencerminkan hakikat perilaku yang diserukannya dan membiasakan anaknya berpegang teguh pada akhlak-akhlak mulia. 44

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak, anatara lain: 45 a. Jenis Kelamin Orang tua cenderung lebih keras terhadap anak wanita dibanding terhadap anak laki-laki. b. Kebudayaan Latar belakang budaya menciptakan perbedaan dalam pola pengasuhan anak. Hal ini juga terkait dengan perbedaan peran wanita dan laki-laki didalam suatu kebudayaan masyarakat. c. Status Sosial Orang tua yang berlatar belakang pendidikan rendah, tingkat ekonomi kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, memaksa dan kurang toleransi dibandingkan dari mereka yang dari kelas atas, tetapi mereka lebih konsisten. 44 Ibid, h. 152. 45 M. Enoch Markum, Anak, Keluarga dan Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, Cet Ke-II, h. 41.

B. Perkembangan Kepribadian Remaja

1. Pengertian Perkembangan Kepribadian

Dalam mempelajari perkembangan manusia dan makhluk lain pada umumnya, kita harus membedakan dua hal yaitu proses pematangan dan proses belajar. Proses pematangan adalah proses pertumbuhan yang menyangkut penyempurnaan fungsi-fungsi tubuh sehingga mengakibatkan perubahan- perubahan dalam tingkah laku terlepas dari ada atau tidak adanya proses belajar. Sedangkan proses belajar berarti mengubah atau memperbaiki tingkah laku melalui latihan, pengalaman dan kontak dengan lingkungan pada manusia hidup dalam masyarakat dengan struktur kebudayaan yang ada. 46 Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinyu yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Banyak orang menggunakan istilah pertumbuhan dan perkembangan secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara interdependensi artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak dapat dipisahkan berdiri sendiri-sendiri akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya. 47 Menurut pandangan para ahli biologi, istilah “Perkembangan” dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan-perubahan dalam bentuk atau bagian tubuh dan integrasi berbagai bagiannnya kedalam suatu kesatuan fungsional, bila pertumbuhan itu berlangsung. 48 Perkembangan yang dapat dikatakan mencakup semua aspek perkembangan, seperti perkembangan fisik, motorik, mental, sosial, moral, tetapi melebihi penjumlahan semua aspek 46 Sarlito Wirawan. Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, h. 26. 47 Saiful Bakhri Osamarah. Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, h. 84 48 Elfi Yuliani Rochmah. Psikologi Perkembangan Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2005, Cet Ke-I, h. 21. perkembangan tersebut. Kepribadian merupakan suatu kesatuan aspek jiwa dan badan, yang menyebabkan adanya kesatuan dalam tingkah laku dan tindakan seseorang. 49 Menurut McDougal dan kawan-kawannya berpendapat, bahwa kepribadian adalah “tingkatan sifat-sifat dimana biasanya sifat yang tinggi tingkatannya mempunyai pengaruh yang menentukan”. 50 Kepribadian adalah ciri atau karakteristik gaya atau pun sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir . 51 Sedangkan Menurut Abin Syamsuddin Makmun 1996, kepribadian dapat juga diartikan sebagai “kualitas perilaku individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik”. 52 Perkembangan kepribadian secara umum dapat diartikan sebagai serangkaian perubahan dalam susunan yang berlangsung secara teratur dan progresif. Perubahan yang menyangkut aspek pengetahuan, sifat sosial, moral dan sebagainya. Dengan demikian perkembangan kepribadian dapat diamati melalui perubahan bentuk tingkah laku. 53 49 Drs. Alex Sobur, M.Si. Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003, h. 312. 50 Dr.H. Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, h. 126 51 Dr. Sjarkawi, M.Pd., Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 11. 52 Dr.H. Syamsu Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011, h. 127. 53 M. Alisuf Bahri. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997, h. 136.

2. Pengertian Perkembangan Kepribadian Remaja