22
Narasi ekspositorisnonfiksi bertujuan mengubah pikiran pembaca agar memperoleh pengetahuan yang luas mengenai apa yang dibacanya. Narasi
ekspositoris terdiri dari dua sifat, yaitu umum dan khusus. Narasi ekspositoris yang bersifat umum generalisasi adalah narasi yang
menyampaikan suatu proses yang umum, yang dapat dilakukan oleh siapa saja, dan dapat pula dilakukan secara berulang-ulang.
25
Contohnya wacana mengenai cara membuat dan menyiapkan nasi goreng, dan lain-lain.
Narasi ekspositoris yang bersifat khusus adalah narasi yang berusaha menceritakan suatu peristiwa yang khas, yang hanya terjadi satu kali. Peristiwa
yang khas adalah peristiwa yang tidak dapat diulang kembali, karena merupakan pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja.
26
Contohnya wacana yang menceritakan peristiwa dari pengalaman seseorang yang baru pertama kali
naik haji, pengalaman jatuh cinta, dan lain-lain. Adapun narasi sugestif merupakan narasi yang seluruh kejadiannya
berlangsung dalam suatu kesatuan waktu. Tetapi tujuan dan sasaran utamanya yaitu berusaha memberi makna atas peristiwa atau kejadian itu sebagai suatu
pengalaman.
27
Oleh karena itu, narasi sugestif membutuhkan dan melibatkan imajinasi. Contoh narasi sugestif adalah novel, roman, cerpen, dongeng, dan
hikayat.
3. Ciri-ciri Karangan Narasi
Ciri-ciri karangan narasi adalah sebagai berikut: a.
Karangan narasi adalah karangan yang pada umumnya bersifat fiksi;
25
Ibid, h. 137
26
Ibid
27
Ibid, h. 138
23
b. Isinya berupa cerita yang memaparkan suatu peristiwa, baik peristiwa rekaan
atau nyata; c.
Pengarang tidak mementingkan hubungan sebab akibat dari masalah yang ia kemukakan.
28
Oleh karena itu karangan narasi bersifat subjektif, artinya baik isi maupun bahasa yang digunakan sangat dipengaruhi oleh jiwa
pengarangnya; d.
Timbulnya konflik atau terbina alur sering berhubungan erat dengan unsur watak atau tema, bahkan juga latar.
29
Maka dalam karangan narasi, adanya penokohan, jalan cerita, dan konflik itu sangat penting;
e. Walaupun khayal atau berimajinasi, pengarang tidak boleh sesuka hati
menciptakan cerita.
30
Dengan kata lain, karangan narasi yaitu karangan yang bersifat fiksi khayalan, namun harus bersifat wajar logis;
f. Karangan narasi berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut
urutan terjadinya kronologis, dengan maksud memberi arti kepada sebuah kejadian atau serentetan kejadian, agar pembaca dapat memetik hikmah dari
cerita itu.
31
Maka karangan narasi ini bersifat didaktis, karena pada umumnya memiliki pesan yang tersembunyi untuk pembaca;
4. Unsur-unsur Karangan Narasi
Jika ingin menulis sebuah karangan narasi, perlu diperhatikan prinsip- prinsip dasar narasi sebagai tumpuan berpikir bagi terbentuknya karangan narasi.
28
Jos Daniel Parera, Menulis Tertib dan Sistematik: Edisi Kedua, h. 5
29
Suparno dan Mohamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, h. 4.40
30
Ibid, h. 4.32
31
E. Kusnadi dan Mahsusi, Mahir Berbahasa Indonesia: Materi Pengayaan Bahasa Indonesia, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006, h. 36
24
Prinsip-prinsip tersebut antara lain: alur, penokohan, latar, titik pandang, dan pemilihan detail peristiwa tema.
32
Menurut Keraf, strukturunsur-unsur narasi dapat dilihat dari komponen- komponen yang membentuknya: perbuatan, penokohan, latar, dan sudut
pandang.
33
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur narasi itu adalah setting, gaya penokohan, perwatakan, alur, titik pandang, tema, dan
pesan. a.
Tema Tema adalah suatu gagasaan sentral yang menjadi dasar tulisan atau karya
fiksi.
34
Dapat dikatakan, tema merupakan pokok pembicaraan atau ide yang menjadi dasar sebuah cerita.
b. Latar
Sebuah cerita akan menarik dan kuat apabila didukung oleh latar yang sesuai dan tidak gegabah dipilih oleh pengarang dalam ceritanya. Atar Semi
mengemukakan bahwa latar atau landas tumpu setting cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi, baik tempat maupun waktu.
35
Sejalan dengan pendapat tersebut, latar merupakan tempat dan atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau
peristiwa yang dialami tokoh.
36
Dari kedua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa latar dalam suatu cerita adalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa. Tempat ini dapat
32
Suparno dan M. Yunus, Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka, 2009, h. 4.39
33
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi: Komposisi Lanjutan III, h. 145
34
M. Atar Semi, Anatomi Sastra Padang: Angkasa Raya, 1988, h. 42
35
Ibid., h. 46
36
Suparno dan M. Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, h. 4.42
25
diartikan sebagai ruang atau hal-hal yang ada di sekitarnya. Dan waktu dapat berupa hari, tahun, musim, bahkan periode sejarah.
c. Penokohan
Di dalam sebuah cerita tentunya terdapat tokoh-tokoh yang mengalami peristiwa, baik tokoh yang berperan sebagai tokoh utama atau tokoh yang hanya
berperan sebagai pelengkap saja. Perbedaan antara tokoh utama dan tokoh pelengkap dapat dilihat dari sering tidaknya kedua tokoh tersebut diceritakan.
Tentunya tokoh utama lebih sering diceritakan daripada tokoh pelengkap. Tokoh- tokoh tersebut dapat berwujud manusia atau makhluk yang sifatnya menyerupai
manusia. Selain dibedakan dari tokoh utama dan tokoh pelengkap, tokoh juga dapat
dibedakan dari tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Protagonis adalah tokoh yang berperan sebagai tokoh kunci, sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang
berperan sebagai penentang tokoh protagonis. Sebagaimana menurut Jones yang dikutip oleh Nurgiyantoro, bahwa
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
37
d. Alur
Jalan cerita dan alur nampaknya tidak dapat dipisahkan, namun ternyata keduanya berbeda. Jalan cerita hanya memuat kejadian cerita, sedangkan yang
menggerakkan cerita tersebut adalah alur.
37
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007, h. 165
26
Atar Semi mengemukakan alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang
sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu dengan yang lainnya,
bagaimana peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa yang lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan terikat dalam suatu kesatuan waktu.
38
Alur agaknya lebih baik bila dibatasi sebagai sebuah interrelasi fungsional antara unsur-unsur narasi yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati
pikiran dan sudut pandang, serta ditandai oleh klimaks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam
keseluruhan narasi.
39
Dari kedua batasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa alur bukan sekedar jalan cerita, namun dalam alur terdapat perkembangan cerita dengan
tahapan-tahapan peristiwa dan konflik. e.
Sudut Pandang Sudut pandang sering disebut dengan istilah point of view. Sudut pandang
membicarakan dari mana sebuah cerita dilihat, apakah dari orang pertama dengan aku sebagai pencerita atau orang lain yang berperan sebagai pencerita.
Menurut Booth dalam Nurgiantoro, sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya
artistiknya, untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca.
40
38
M. Atar Semi, Anatomi Sastra, h. 43-44
39
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi: Komposisi Lanjutan III, h. 147
40
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 249
27
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Keraf sudut pandang dalam narasi menyatakan bagaimana fungsi seorang pengisah narrator dalam sebuah
narasi, apakah ia mengambil bagian langsung dalam seluruh rangkaian kejadian yaitu sebagai participant, atau sebagai pengamat observer terhadap objek dari
seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam narasi.
41
Jadi, sudut pandang adalah siapa yang dipilih oleh pengarang untuk bercerita atau cara pengarang menyampaikan para pelaku dalam cerita yang
dipaparkan. f.
Amanat Seorang penulis atau pengarang tentu mempunyai maksud yang hendak
disampaikan baik dari pikiran atau perasaannya, hal ini biasa disebut dengan penyampaian amanat. Amanat tersebut dapat berupa amanat yang hendak
disampaikan baik secara tersurat maupun tersirat.
D. Konsep Dasar Media Pembelajaran