bila di konsumsi akan lebih cepat kenyang. Selain keunggulan yang dimilikinya, ada beberapa alasan mengapa harus bertani organik :
1. Melindungi kualitas air, udara dan tanah. Pertanian organik akan membantu pemulihan ekosistem yang telah rusak serta berperan serta secara aktif
menjaga keseimbangan alam. 2. Melindungi kesehatan pekerja pertanian.
3. Meningkatkan taraf hidup petani. Misal, padi organik dihargai lebih mahal, “Harga beras dari bibit organik mencapai Rp 6.500,00 per kilogram sedangkan
beras biasa hanya Rp 4.000,00 per kilogram. Pasar pertanian organik di Indonesia masih sangat potensial, tahun 2005
pasar produk pertanian organik masih terkonsentrasi di Jabotabek Surabaya dan Denpasar. Di Jakarta terdapat 12 supermarket, dua restoran, dua outlet khusus dan
enam pedagangdistributor produk organik. Produsen produk pertanian organik terdapat di Bogor, Sukabumi, Malang, Bandung, dan Bali sayur dan buah,
Sragen, Boyolali, Klaten, Jogjakarta, Mojokerto beras, Bandung susu, Lampung hingga Riau rempah-rempah, Aceh kopi, dan Flores Kacang Mete.
Sebagian besar produk organik di Jawa masih didistribusikan melalui jalur alternatif, seperti model keagenan yang dilakukan oleh Yayasan Bina Sarana
Bakti BSB di Bogor, pesan antar oleh MBI di Malang, SAHANI di Jogjakarta, ELSPPAT di Bogor, dan Konphalindo di Jakarta, atau juga melalui outlet khusus
seperti yang dilakukan oleh ELSPPAT, SAHANI, BSB, dan Pasar Tani di Boyolali . Umumnya produk organik yang dipasarkan masih belum disertifikasi,
kecuali produk BSB yang disertifikasi oleh PT NASAA, dan produk Bionic Farm dan PT Surya Ciptani Wangunharja yang disertifikasi oleh BIOCert
4
.
1.2. Perumusan Masalah
Lembaga Pertanian Sehat LPS merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di industri pertanian ramah lingkungan. LPS pertama kali didirikan tahun
1999 di Desa Cibanteng Kelurahan Darmaga Kabupaten Bogor. LPS bergerak dalam kegiatan produksi dan pemasaran hasil produksi pertanian dan sarana
produksi pertanian saprotan.
4
www.kapanlagi.com. Hidup Sehat Serba Organik. Diakses 6 Maret 2009
Lembaga Pertanian Sehat memasarkan produknya ke kota-kota seperti Bogor, Jakarta, Depok, dan Bekasi. Walaupun tergolong baru dalam industri ini,
LPS telah mampu memproduksi dan memasarkan produk, berupa produk pertanian dan saprotan yang sehat, tepat guna, menggunakan bahan baku lokal,
mudah diperoleh, dan berdaya saing. Produk-produk tersebut diproduksi secara ramah lingkungan, dengan standar mutu, tenaga ahli, dan pengawasan ketat baik
dari proses pengadaan bahan baku, produksi atau pembelian dengan perjanjian kualitas, pada produk tertentu hingga kegiatan pemasaran.
Dalam mempertahankan keberlangsungan usahanya, LPS sebagai salah satu produsen produk pertanian ramah lingkungan dihadapkan pada masalah.
Bertambahnya jumlah perusahaan yang masuk ke dalam industri ini serta risiko perubahan preferensi konsumen ke produk perusahaan lain, menyebabkan
munculnya persaingan, apalagi pada produk tertentu penjualan masih terkendala karena aspek legalitas, sehingga kondisi tersebut bisa menurunkan penerimaan
perusahaan. Berdasarkan laporan manajemen LPS, pada tahun 2008 terjadi penurunan
penerimaan penjualan pada produk PASTI dan Bio Mentari dan VIR Vitura dan Virexi, dimana penurunan masing-masing adalah sebesar Rp 3.717.00 dan Rp
9.819.500. Penurunan ini disebabkan oleh tidak tercapainya target pemasaran, dimana dari target penjualan, LPS hanya mampu menjual beras SAE sebesar 41
persen, OFER dan top Soil 31 persen, PASTI dan Bio Mentari 17 persen, dan VIR Vitura dan Virexi 17 persen, kondisi ini dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan
rincian target dan realisasi penjualan LPS tahun 2008 dapat dilihat pada Lampiran 1.
0.00 50,000.00
100,000.00 150,000.00
200,000.00 250,000.00
300,000.00 350,000.00
Beras SAE Kg
OFER dan Top
Soil Kg PASTI
dan Bio Mentari
Btl VIR
Vitura dan
Virexi Dus
Produk Vol
ume Penjua
lan
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00 35.00
40.00 45.00
Realisasi Target
Persen
Gambar 1. Realisasi dan Target Penjualan Produk Lembaga Pertanian Sehat Periode Januari - Desember 2008
Gambar 1, mengindikasikan bahwa terdapat kendalagangguan dalam pencapaian tujuan untuk memaksimalkan nilai penjualan perusahaan. Kendala ini
dapat menimbulkan kerugian risiko bagi perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh fluktuasi penerimaan penjualan produk dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan
penerimaan penjualan masing-masing produk dapat di lihat pada Lampiran 1, sehingga dapat dikatakan secara agregat dapat mengakibatkan penurunan
penerimaan bersih perusahaan.
20000000 40000000
60000000 80000000
100000000 120000000
140000000 160000000
180000000 200000000
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
Bulan J
u ml
a h
Pe ne
rima a
n R
p
Gambar 2. Grafik Penerimaan Penjualan Lembaga Pertanian Sehat Periode Januari – Desember 2008
Selain itu penurunan penerimaan yang terjadi, diduga karena adanya perubahan proporsi alokasi modal untuk keempat produk yang dipasarkan. Pada
tahun 2008 untuk produk beras SAE terjadi penambahan alokasi modal sebesar 3,1 persen, sedangkan pada produk OFER dan Top Soil, PASTI dan Bio Mentari,
dan VIR Vitura dan Virexi, terjadi pengurangan alokasi modal masing-masing sebesar: 1,77 persen, 0,64 persen, dan 0,69 persen dapat dilihat pada Tabel 2,
kebijakan proporsi alokasi modal tersebut menyebabkan LPS menderita kerugian karena mengakibatkan perusahaan mengalami penurunan kemampuan laba hingga
82,76 dari kemampuan laba tahun sebelumnya. Tabel 2. Perubahan Proporsi Alokasi Modal Untuk Keempat Produk Lembaga
Pertanian Sehat Tahun 2007 dan 2008
2007 2008
N o
Produk Alokasi
Modal Rp
Penerimaa n Rp
Alokasi Modal Rp
Penerimaa n Rp
Perubah an
1 Beras SAE
536.793.45 89,51 608.612.60
841.990.790 92,61 964.339.00 3,1
2 OFER dan Top
Soil 41.252.268 6,88 52.573.100 46.496.744 5,11 67.162.500
1,77 3 PASTI
dan Bio Mentari
6.397.089 1,07 12.686.500 3.862.336 0,43 8.969.500
0,64 4 VIR
Vitura dan
Virexi 15.219.500 2,54 41.312.500 16.856.974 1,85 31.493.000
0,69
Total
599.661.80 7
100 715.184.70 909.206.844 100
1.071.964.0
Total Penerimaan
Bersih Rp 82.591.843
14.241.741 82,76
Keterangan : Ditambah sebesar,
dikurangi sebesar Berdasarkan Tabel 2, kebijakan proporsi alokasi modal LPS untuk
keempat produknya dinilai mengandung risiko. Menurut Husnan 2003 investasi yang berisiko tidak hanya mengandalkan pada tingkat keuntungan yang
diharapkan tetapi juga perlu mempertimbangkan tingkat risiko yang dihadapi, karena terdapat asumsi semakin besar tingkat keuntungan yang diharapkan maka
semakin tinggi pula risiko yang akan dihadapi. Sehingga dengan demikian LPS perlu memperhatikan kebijakan investasi yang dilakukan dan melakukan evaluasi
kinerja kebijakan investasi tersebut. Menurut pihak manajemen LPS, diversifikasi atau portofolio yang
dilakukan bertujuan untuk meningkatkan penerimaan dan sekaligus untuk menekan fluktuasi risiko penerimaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam
rencana portofolio pemasaran, LPS perlu memperhatikan dan mengevaluasi
kebijakan alokasi modal, karena penentuan alokasi modal yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko yang dihadapi. Sehingga LPS perlu menganalisis apakah
proporsi alokasi modal yang telah dilakukan untuk memasarkan berbagai produknya mampu menekan risiko dan sekaligus meningkatkan penerimaannya.
Berdasarkan teori portofolio, meminimumkan risiko portofolio, berarti mengurangi fluktuasi tingkat keuntungan portofolio tersebut dari waktu ke waktu,
untuk itu perlu untuk memilih kombinasi alokasi modal yang mempunyai koefisien korelasi yang rendah akan lebih baik lagi jika negatif, karena akan
lebih efektif mengurangi fluktuasi. Dengan demikian efektivitas pengurangan risiko sangat ditentukan oleh jumlah modal yang dimiliki, penentuan berapa
proporsi alokasi modal yang digunakan untuk masing-masing produkportofolio optimal, dan koefisien korelasi antar tingkat penerimaan masing-masing produk
Husnan, 2003.
1.3. Tujuan Penelitian