Produk Pertanian Organik Optimalisasi alokasi modal portofolio pemasaran produk dengan pendekatan minimisasi risiko pada Lembaga Pertanian Sehat, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor

6. Pemupukan ; pertanian organik hanya menggunakan pupuk organik sedangkan pada pertanian konvensional penggunaan pupuk kimia lebih dominan. 7. Pengendalian hama penyakit, dan gulma ; pertanian organik kunci pengendalian hama dan penyakit berdasarkan keseimbangan alami, sedangkan pertanian konvensional penggunaan pestisida kimia lebih dominan. 8. Panen dan pasca panen ; hasil pertanian organik adalah bahan yang sehat bagi konsumen dan tidak diberi perlakuan dengan bahan kimia, sedangkan hasil panen pertanian konvensional mengandung residu bahan kimia sintetis serta penanganan pasca panen diberi perlakuan dengan bahan kimia.

2.6. Produk Pertanian Organik

Menurut Pakpahan 2002, kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan mendorong untuk mengkonsumsi produk organik, hal ini mengakibatkan terjadinya over demand pangan organik di Indonesia, kondisi ini ditunjukkan dengan lebih besarnya permintaan daripada penawaran yang tersedia. Sehingga harga pangan organik rata-rata lebih tinggi daripada produk pangan yang dihasilkan dari pertanian konvensional. Penghargaan konsumen terhadap produk organik ini antara lain dinilai dari sisi pemeliharaan ekosistem dan kelestarian lingkungan, sehingga dapat menghasilkan produk yang bebas dari bahan kimia termasuk pestisida dan pupuk, serta sesuai dengan mutu yang diharapkan yaitu aman dikonsumsi. Lebih lanjut, secara umumnya masih terdapat kekeliruan dalam mendefinisikan pangan organik, apabila sudah tidak diproduksi dengan bahan kimia sintetis, termasuk pupuk atau pestisida, maka produk tersebut dapat dijual dengan label “oganik’. Pengertian ini salah, karena apabila lahan pernah digunakan untuk pertanian konvensional yang menggunakan bahan kimia, tanah tersebut perlu masa konversi untuk mendegredasikan bahan kimia yang tersisa dalam tanah. Pada masa konversi ini produk biasanya dikatakan sebagai “transisi organik” atau bisa disebut “Go-Organic”. Setelah melalui masa konversi, produk hasil dari lahan tersebut yang diproduksi dengan sistem pertanian organik baru dapat dilabel “organik”. Saat ini Indonesia telah memiliki Standar Nasional Indonesia Sistem Pangan Organik SNI No. 01-6729-2002. Standar ini digunakan sebagai acuan untuk pengembangan sampai dengan pelabelan produk organik Indonesia. Untuk mendapatkan label organik diperlukan serangkaian kegiatan sertifikasi organik oleh lembaga sertifikasi yang kredibel. Ada empat jenis sertifikat yang dihasilkan dari kegiatan sertifikasi yaitu : 1 label Biru, untuk produk non pestisida; 2 label Kuning, untuk transisi organik; 3 label Hijau, untuk produk setara dengan SNI organik; dan 4 produk pertanian yang tumbuh secara organik dengan sendirinya Organically Grown. Mekanisme di atas juga dilengkapi dengan mekanisme pengawasan produk organik, dimana skema pengawasan produk organik dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Skema Pengawasan Produk Organik Standar Nasional Indonesia Tahun 2002 Sumber : Pakpahan, 2002

2.7. Penelitian-penelitian Terdahulu