4. Peranan Penyair dalam Puisi
Kedudukan penyair dalam penafsiran karya sastra dikemukakan oleh Juhl melalui tiga dalil. Pertama, ada kaitan antara sebuah arti karya sastra dan niat
penyairnya. Kedua, penyair yang nyata terlibat bertanggung jawab atas proporsi yang diajukan dalam karyanya. Jadi karya sastra tidak otonom, ada perkaitan
antara sastra dan kehidupan. Ketiga, karya sastra mempunyai satu arti. Arti tersebut bukan yang dinyatakan secara eksplisit oleh penulis, melainkan yang
diniatkan oleh kata-kata yang dipergunakan penyair dalam karyanya. Niat bukan sesuatu yang dipikirkan sebelum penciptaan karya sastra; niat terwujud dalam
proses perumusan kalimat yang dipakai dalam karya Teeuw, 1984:177. Karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan perasaan, pikiran, dan
pengalaman dalam arti luas pengarangnya. Oleh karena itu, faktor pengarang tidak dapat diabaikan meskipun tidak harus dimutlakkan Rachmat Djoko
Pradopo, 1995: 114.
C. Kerangka Pikir
Penyimpangan gramatikal merupakan hal yang dikehendaki dalam penulisan puisi. Dalam perpuisian dikenal adanya licentia poetica, yaitu
kebebasan penyair untuk menyalahi kaidah-kaidah gramatika. Dengan adanya demikian, puisi yang dihasilkan senantiasa mengandung kelainan, terkesan
kontras atau berbeda dengan bahasa masyarakat atau bahasa sehari-hari. Selain terjadi perbedaan dengan bahasa sehari-hari, terdapat tanda-tanda yang mempuyai
makna yang terkandung dalam puisi. Dari bentuk penulisan puisi yang tidak gramatikal sesuai dengan tata bahasa tersebut, puisi diubah ke dalam bentuk
yang gramatikal sebagai usaha untuk memahami dan menafsirkan tanda yang
bermakna dalam puisi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah teori untuk menganalisis puisi dalam usaha untuk mencari makna yang dikandung puisi.
Puisi Bima, Saudara Kembar, Telinga dan Dewa Ruci ditulis oleh penyair dengan bahasa mereka dengan terdapat tanda-tanda yang bermakna. Di dalam
puisi tersebut terdapat kata-kata sebagai tanda untuk menunjukkan kehadiran tokoh Bima, dan beserta makna yang dikandungnya. Oleh karena itu digunakan
teori semiotik Riffaterre untuk menganalisis teks puisi tersebut. Penelitian ini menggunakan tahap-tahap analisis semiotik Riffaterre, yaitu
ketidaklangsungan ekspresi puisi; pembacaan heuristik dan hermeneutik; pencarian matriks, model, dan varian; serta hipogram hubungan intertekstual,
untuk menemukan unsur-unsur yang membangun puisi, mengungkap makna kehadiran tokoh Bima dalam puisi Bima, Saudara Kembar, Telinga dan Dewa
Ruci dan menelusuri hubungan intertekstual atau hipogramatik dengan cerita Dewaruci. Dari analisis yang dilakukan, akan diperoleh simpulan mengenai
unsur-unsur yang membangun puisi, hubungan hipogram dengan cerita Dewaruci dan makna kehadiran tokoh Bima dalam puisi Bima, Saudara Kembar, Telinga,
dan Dewa Ruci.
Hipogram. Pencarian matriks, model,
dan varian-varian. Pembacaan heuristik dan hermeneutik.
Ketidaklangsungan ekspresi puisi. Puisi yang menghadirkan tokoh Bima
puisi Bima, Saudara Kembar, Telinga, dan Dewa Ruci.
Teori Semiotik Riffaterre
simpulan
Makna kehadiran tokoh Bima dalam puisi
Bima, Saudara Kembar, Telinga dan Dewa Ruci.
Hubungan intertekstual
atau hipogramatik
dengan cerita
Dewaruci. Unsur-unsur yang membangun
puisi Bima, Saudara Kembar, Telinga, dan Dewa Ruci.
24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan bentuk penelitian yang bersifat deskriptif. Metode kualitatif merupakan
jenis penelitian yang data-datanya berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka- angka Lexi J. Moleong, 2001:6.
Penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep
yang sedang dikaji secara empiris. Penelitian dilakukan secara deskriptif, artinya terurai dalam bentuk kata-kata, bukan berbentuk angka Suwardi Endraswara,
2003:5.
B. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan semiotik Riffaterre. Alasan peneliti menggunakan pendekatan ini karena pendekatan
semiotik Riffaterre sesuai dengan permasalahan yang dianalisis oleh peneliti. Dengan pendekatan Semiotik Riffaterre pemaknaan terhadap puisi
Bima, Saudara Kembar, Telinga, dan Dewa Ruci tersebut dapat dilakukan dengan
maksimal. Hal tersebut dikarenakan pendekatan semiotik Riffaterre menggunakan tahapan-tahapan analisis, yaitu 1 ketidaklangsungan ekspresi karya sastra puisi
disebabkan oleh tiga hal yaitu penggantian arti displacing of meaning, penyimpangan arti distorting of meaning, dan penciptaan arti creating of
meaning, 2 pembacaan heuristik dan hermeneutik, 3 pencarian matriks, model dan varian, serta 4 penelusuran hipogram hubungan intertekstual.