184 syarat dalam akta hak tanggungan yang biasanya berisi janji bahwa pihak
Pemegang Hak Tanggungan berwenang penuh untuk menentukan besarnya jumlah hutang pada setiap saat penagihan. Di sisi lain, pihak Pemberi Hak
Tanggungan sudah pula menyatakan bahwa dia akan tunduk pada jumlah hutang yang dikemukakan oleh pemegang hak tanggungan sebagaimana yang
tercantum dalam rekening pembukuan, apabila kerangka yang dijadikan acuan adalah klausul tersebut dan asas kebebasan berkontrak semata, maka
pengadilan kehilangan kewenangan dan tidak mencampuri kesepakatan yang sudah dibuat para pihak.
Menurut Nirwana, apabila ada perbedaan jumlah hutang yang mencolok dan diduga ada itikad buruk di dalamnya, hakim hanya dapat
menyatakan bahwa masih terdapat ketidakpastian jumlah hutang karena dari jumlah yang disebut dalam akta hak tanggungan, akta pengakuan hutang dan
dikaitkan dengan jumlah yang diminta oleh Pemegang Hak Tanggungan dalam permohonan eksekusi belum dapat ditentukan secara pasti. Apabila
masih ada ketidakpastian mengenai jumlah hutangnya, pengadilan dapat memutuskan untuk menunda lebih dahulu pelaksanaan eksekusi barang
jaminan.
273
b. Hakim berwenang untuk menilai kemurnian bentuk grosse akta Sertifikat hak tanggungan
Sebagaimana diketahui, Pasal 224 HIR mengakui adanya dua bentuk grosse akta yaitu grosse akta hak tanggungan dan grosse akta pengakuan
hutang.
273
Ibid
185 Menurut soetoyo, Kemurnian bentuk grosse akta ini penting yaitu agar
tetap mempunyai kekuatan eksekutorial. Dengan kata lain pencampuran grosse akta yang berarti sudah tidak murni lagi maka pengadilan memandang
bahwa grosse akta tersebut mengandung cacat yuridis sehingga dinyatakan tidak mempunyai kekuatan eksekutorial dan pemenuhan pembayarannya
hanya dapat dilakukan dengan proses gugatan biasa.
274
Penelitian dilapangan menunjukan adanya beberapa kekeliruan dalam membuat grosse akta padahal pembuatan grosse ini merupakan salah
satu syarat keberhasilan eksekusi, maksudnya kekeliruan dalam pembuatan grosse akta dapat menyebabkan grosse akta tersebut cacat secara yuridis dan
kehilangan kekuatan eksekutorialnya. Menurut Sri Lestari, Kekeliruan ini biasanya terjadi karena ada
pencampuradukan grosse akta Hak Tangungan dengan grosse akta pengakuan hal tersebut terjadi karena sebagian tidak tau atau karena memang meragukan
keampuhan Sertifikat hak tangungan sehingga dibuat grosse akta pengakuan hutang sebagai antisipasi padahal secara hukum hal tersebut dilarang.
275
Menurut Nirwana, Pencampuran grosse akta ini dapat terjadi apabila perjanjian pokoknya diberi grosse akta dua kali yaitu diberi grosse akta
pengakuan utang dan kemudian grosse Sertifikat hak tanggungan. Seolah-olah grosse Sertifikat hak tanggungan merupakan kelanjutan dari grosse akta
pengakuan hutang hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku bagaimanapun hak tanggungan sebagai satu-satunya lembaga yang
274
Ibid
275
Wawancara dengan Panitera Muda Perdata PN Semarang, Sri Lestari, Tgl. 17 Mei 2006
186 ditunjuk oleh undang-undang untuk menampung penjaminan yang berbentuk
tanah sehingga harus berdiri sendiri.
276
Dalam praktek sering terjadi untuk lebih menjamin hutangnya maka selain dibuat grosse pengakuan hutang juga di buat grosse hak tanggungan,
padahal Pendapat yang menganggap grosse Sertifikat hak tanggungan sebagai kelanjutan dari grosse akta pengakuan hutang adalah keliru karena sesuai
dengan pasal 224 HIR, bentuk grosse akta harus murni dan tidak boleh dicampuradukan.
Apabila hal tersebut sudah terlanjur dilakukan maka Pemegang Hak Tanggungan dapat melakukan pembaharuan yaitu dengan menyebutkan
pembaharuan grosse dan secara tegas menyatakan menggunakan grosse Sertifikat hak tanggungan, tidak boleh menggunakan kedua-duanya
Menurut Djoni Johan, cara penyelesaian apabila hal tersebut sudah terlanjur dilakukan adalah dengan cara melakukan pembaharuan dan
menunjuk secara tegas menggunakan grosse Sertifikat hak tanggungan.
277
Hakim diberi kewenangan untuk menilai terkait dengan kemurnian dari grosse akta, meskipun hal tersebut memang tidak menjadi keharusan tapi
keadaan tersebut perlu dilakukan demi asas kemanfaatan dan tujuan untuk memperlancar jalan proses eksekusi.
Menurut Zabidi, Kadang-kadang masih ada anggapan yang keliru dari masyarakat yakni menganggap bahwa grosse akta hak tanggungan merupakan
kelanjutan dari grosse akta pengakuan hutang. Anggapan yang keliru ini menyebabkan terjadinya pencampuradukan bentuk grosse akta, yaitu dengan
276
Ibid
277
Ibid
187 mengeluarkan lagi grosse akta hak tanggungan dan Sertifikat hak tanggungan
padahal sudah dibuat grosse akta pengakuan hutang terlebih dahulu.
278
Pencampuran bentuk ini mengakibatkan bentuk grosse akta tidak mempunyai kekuatan eksekusi dan pemenuhan hutang hanya dapat dilakukan
melalui gugatan biasa.
279
c. Kewenangan hakim untuk menilai kelengkapan dokumen grosse akta hak tanggungan.