Perilaku Karyawan yang Strategik Employee Behaviour Strategically

Tetapi dengan mengadopsi kinerja tinggi yang memfokuskan pada masing – masing kebijaksanaan dengan praktek sumber daya manusia saja tentunya tidaklah cukup. Pada hakekatnya diperlukan adanya pemikiran sistem yang menekankan pada “inter-relationship” antara komponen sistem sumber daya manusia dan hubungan antara sumber daya manusia dengan sistem implementasi strategi yang lebih luas. HPWS secara langsung menciptakan “customer value” atau nilai value lainnya yang berkaitan. Dalam hal ini, proses kemitraan alignment dimulai dari pemahaman yang jelas terhadap rantai nilai perusahaan, suatu pemahaman solid apa saja yang dijadikan nilai perusahaan dan bagaimana manfaat nilai tersebut diciptakan. Kuncinya, bahwa karakteristik HPWS tidak hanya mengadopsi kebijaksanaan dan praktek sumber daya manusia yang tepat tetapi juga bagaimana mengelola praktek sumber daya manusia tersebut. Dalam HPWS, kebijaksanaan dan praktek sumber daya manusia perusahaan menunjukkan alignment kemitraan yang kuat dengan sasaran operasional dan strategi bersaing organisasi. Setiap HPWS akan berbeda diantara organisasi, sehingga HPWS dapat disesuaikan dengan keunikan, kekuatan dan kebutuhan masing – masing organisasi.

2.2.1.3 Perilaku Karyawan yang Strategik Employee Behaviour Strategically

Peran sumber daya manusia atau “human capital” yang strategic akan memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku strategik adalah perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum, seperti :  Perilaku inti core behaviour adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi.  Perilaku spesifik yang situasional situation specific behavior yang esensial sebagai key point dalam organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Misalnya berupa ketrampilan cross-selling yang dibutuhkan oleh Bank Cabang. Mengintegrasikan perhatian pada perilaku ke dalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan. Petanyaannya mana yang penting?. Bagaimana mereka mengelolanya?. Pertama, pentingnya perilaku akan didefinisikan oleh kepentingan untuk mengimplementasi strategi organisasi. Kedua, cukup penting untuk mengingat bahwa kita tidak mempengaruhi perilaku strategic secara langsung, tentang perilaku tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur sumber daya manusia secara luas. Untuk mengukur sumber daya manusia strategik terhadap pelaksanaan misi dan strategi perusahaan, kita harus menunjukkan hubungan antara kontribusi SDM dengan implementasi strategi perusahaan. Terdapat model 7 langkah yang dikemukakan Brian E. Becker dan kawan- kawan untuk mengimplemantasikan peran strategik sumber daya manusia, yaitu : Langkah Pertama : Mendefinisikan Strategi Bisnis Secara Jelas Clearly Define Business Strategy Memfokuskan pada implementasi strategi daripada hanya memfokuskan pada isi strateginya sendiri, sehingga pemimpin senior sumber daya manusia dapat menfasilitasi diskusi mengenai bagaimana mengkomunikasikan sasaran perusahaan melalui organisasi. Sasaran strategi tersebut sebaiknya tidak samar – samar, misalnya : - meningkatkan efisiensi biaya operasional, - meningkatkan kehadiran di pasar internasioanal, - meningkatkan produktivitas. Apabila tidak dirumuskan secara jelas dan tegas tentunya hal tersebut akan membingungkan bagi individu karyawan sehingga tidak dapat dengan mudah mengetahui tindakan apa saja yang perlu dilakukan untuk mencapai sasaran strategi tersebut. Jadi strategi organisasi harus jelas dalam istilah yang rinci sehingga dapat dibuat pelaksanaannya. Kuncinya adalah membuat sasaran organisasi sedemikian rupa sehingga karyawan memahami peran mereka dan organisasi mengetahui bagaimana mengukur keberhasilan dalam mencapai sasaran tersebut. Manajer dapat mengadakan suatu diskusi tentang bagaimana mengkomunikasikan sasaran perusahaan ke seluruh organisasi. Tugas manajemen sumber daya manusia adalah memfokuskan perhatiannya pada implementasi strategi bukan pada isi strateginya. Langkah Kedua : Membangun Kasus Bisnis untuk Sumber Daya Manusia Sebagai Sebuah Modal Strategik Build a business case for HR as A Strategic Asset Menetapkan peran sumber daya manusia sebagai aset strategik. Menetapkan peran sumber daya manusia sebagai aset strategik. Setelah perusahaan mengklarifikasi strateginya, professional sumber daya manusia perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui mengapa why dan bagaimana how sumber daya manusia dapat mendukung strategi organisasi. Di dalam membuat kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk mendukung rekomendasi perumusan kasus tersebut. hasil penelitian menunjukkan bahwa sukses atau tidaknya perusahaan ditentukan oleh bagaimana mengimplementasikan strategi efektif, bukan isi dari strategi itu sendiri. Langkah Ketiga : Menciptakan Peta strategi Create Strategy Map Kejelasan strategi organisasi menetapkan langkah – langkah untuk pelaksanaan strategi. Di kebanyakan organisasi, nilai pelanggan Customer value tercakup di dalam produk dan jasa yang dihasilkan organisasi sebagai suatu hasil yang kompleks dan proses kumulatif yang disebut Michael Porter “Value Chain”. Semua organisasi mempunyai “value chain” walaupun itu belum diartikulasikan, dan sistem pengukuran kinerja organisasi harus memperhatikan setiap hubungan di dalam rantai itu. Untuk mendefinisikan proses “value-creation” dalam organisasi. disarankan agar top dan manager menengah yang akan mengimplementasikan strategi perusahaan membengun peta strategi yang mewakili rantai nilai organisasi. Untuk memulai proses pemetaan dalam perusahaan, perlu menganalisis sasaran strategi perusahaan dan menanyakan hal sebagai berikut :  Mana tujuan strategic sasaran outcome yang dianggap penting?  Apa Performance Driver untuk setiap tujuan?  Bagaimana kita mengukur setiap kemajuan untuk menjamin tercapainya tujuan ?  Apa hambatan untuk mencapai setiap tujuan?  Apa yang perlu dilakukan karyawan untuk mencapai tujuan tersebut ?  Apakah fungsi sumber daya manusia menyediakan karyawan yang kompeten dan tingkah laku yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut ?  Bila tidak, apakah perlu perubahan? Pertanyaan di atas dapat memberikan informasi sejauh mana fungsi sumber daya manusia telah memberikan konstribusi pada keberhasilan perusahaan. Disarankan agar pertanyaan tersebut juga dilengkapi dengan informasi lain, mislanya dengan menbuat kuisioner untuk menguji apakah karyawan memahami sasaran perusahaan dan melakukan survey apa saja yang menjadi Performance Drivers dan kapabilitas perusahaan. Setelah data – data itu terkumpul maka dapat di buat gambaran rantai nilai perusahaan ke dalam model konseptual yang menggunakan grafik. Lalu menguji kembali untuk pemahaman dan penerimaan dalam kelompok kecil dari beberapa opini leader dan apa pemikiran leader terhadap perusahaan. Peta Strategi juga berisikan hipotesis atau prediksi mengenai proses organisasional mendukung kinerja perusahaan. Dalam hal ini, bila suatu organisasi dapat membuat hubungan antara performance driver ketika melakukan pemetaan rantai nilai perusahaan, dapat memberikan kepastian untuk mengimplementasikan rencana strategi. Langkah Keempat : Mendefinisikan HR Deliverable dalam Peta Strategi Identify HR Deliverables within the Strategy Map Seperti disebutkan pada uraian sebelumnya bahwa sumber daya manusia menciptakan nilai – nilainya values pada titik temu antara sistem implementasi strategi. Memaksimalkan value membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi yang saling berhubungan. Bila manager sumber daya manusia tidak memahami aspek bisnis, maka para manager tidak akan mengahargai bagian sumber daya manusia tersebut. Oleh karena itu Manajer sumber daya manusia harus bertanggungjawab untuk menetapkan apa yang disebut HR Deliverables, yaitu : penentu kinerja HR Performance Driver dan pendukung kinerja HR Enabler pada Peta Strategi. Dalam hal ini menetapkan HR Deliverable apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan seperti yang ditentukan dalam Peta strategi dan berusaha fokus pada tingkah laku strategik yang memperluas fungsi kompetensi, reward dan tugas organisasi. Misalnya : Perusahaan memutuskan bahwa stabilitas karyawan atau rendahnya turn over enablers dapat meningkatkan perputaran waktu life cycle bagian R D high performance driver. Dengan adanya hubungan ini dapat dirancang kebijaksanaan, seperti meningkatkan gaji dan bonus, yang dapat mempertahankan karyawan R D yang berpengalaman. Langkah Kelima : Kemitraan antara HR Architecture dan HR Deliverables Align the HR Architecture with HR Deliverables Langkah selanjutnya adalah merancang sistem sumber daya manusia misalnya : reward, kompetensi, tugas – tugas organisasi, dan sebagainya yang dapat mendukung HR Deliverable. Menyelaraskan arsitektur sumber daya manusia dengan konstribusi sumber daya. Adanya ketidaksejajaran antara sistem sumber daya manusia dengan implementasi strategi dapat menghancurkan value yang telah ditetapkan. Profesional sumber daya manusia menyusun bangunan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan konstribusi pada implementasi strategi. Langkah Keenam : Merancang Sistem Pengukuran Strategik Sumber Daya Manusia Design the Strategic HR Measurement System Dalam tahap ini dibutuhkan tidak hanya perspektif baru dalam pengukuran kinerja sumber daya manusia, tetapi juga resolusi dari beberapa hal teknis yang belum banyak dikenal oleh banyak professional sumber daya manusia. Untuk mengukur hubungan sumber daya manusia dengan kinerja perusahaan, diperlukan pengukuran HR Deliverable yang valid, terdiri dari 2 dimensi : a. Pastikan bahwa telah memilih penentu kinerja HR Performance Driver dan pendukung kinerja HR Enabler yang tepat. Hal ini membutuhkan pemehaman jelas tentang rantai penyebab efektifnya implementasi strategi perusahaan. b. Memilih pengukuran yang tepat untuk mengukur HR Deliverable tersebut. Contohnya : HR Deliverable adalah stabilitas karyawan senior, namun ada beberapa cara pengukuran konsep ini. Pengembangan pengukuran membutuhkan definisi yang tepat siapa yang menjadi staff senior misalnya : pengalaman karyawan 5 sampai 15 tahun dan apa yang dimaksud stsabilitas karyawan. Apakah stabilitas tersebut termasuk seluruh turn over karyawan atau hanya sebagian? Apakah juga termasuk karyawan individu yang telah dipromosikan? c. Mengukur variabel – variabel tersebut secara akurat. Profesional sumber daya manusia mengembangkan tolok ukur yang sahih untuk konstribusi sumber daya manusia. Langkah Ketujuh : Melaksanakan Manajemen Pengukuran Implement Management by Measurement. Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang digambarkan dalam model, hasilnya adalah alat manajemen yang “powerful”. sebenarnya, melaksanakan implementasi alat ini tidak lebih dari ‘menjaga skor’ pengaruh sumber daya manusia terhadap kinerja perusahaan. Bila HR Scorecard disejajarkan dengan pentingnya strategi perusahaan, maka profesional sumber daya manusia akan menemukan insight baru tentang apa yang harus dilakukan untuk mengelola sumber daya manusia sebagai asset strategik. Profesional sumber daya manusia menerapkan Human Resources Scorecard bukan sekedar menuliskan nilai dampak sumber daya manusia pada kinerja organisasi. Namun, hasil pengukuran ini menjadi dasar untuk mengelola sumber daya manusia sebagai aset strategik perusahaan. BUILD A BUSINESS CASE FOR HR AS A STRATEGIC ASSET CREATE STRATEGY MAP IDENTIFY HR DELIVERABLES WITHIN THE STRATEGY MAP ALIGN THE HR ARCHITECTURE WITH DELIVERABLES DESIGN THE STRATEGIC MEASUREMENT SYSTEM IMPLEMENT MANAGEMENT BY MEASUREMENT Regurarly test measures againts CLEARLY DEFINE THE BUSINESS STRATEGY Gambar 2.2. Model 7 langkah untuk implementasi peran strategik sumber daya manusia Becker, Huselid and Ulrich, 2001“The Human Resources Scorecard, Linking People, Strategy, and Performance” , 2001

2.3 Dimensi Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Menggunakan HR