57 Tabel 21. Hasil Analisis Perbandingan Rata-Rata
Deskripsi Eksperimen
Kontrol Mean
17,96 16,19
N 25
26 Analisis
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Keterangan
Terdapat perbedaan Berdasarkan hasil analisis rata-rata dapat disimpulkan bahwa kemampuan
memecahkan masalah kelompok siswa yang menerapkan model cooperative learning tipe think pair share lebih tinggi daripada kelompok siswa yang
menerapkan model pembelajaran biasa pada mata pelajaran matematika materi geometri di kelas V SD Muhammadiyah Mutihan. Rata-rata skor pada kelompok
eksperimen berada pada kategori sangat tinggi sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata skor berada pada kategori tinggi. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
terdapat pengaruh positif model cooperative learning tipe think pair share terhadap kemampuan memecahkan masalah siswa pada pembelajaran matematika materi
geometri di kelas V SD Muhammadiyah Mutihan.
B. Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen tipe Nonequivalent Control Group Design yang bersifat menguji suatu teori di lapangan. Penelitian ini
mengujikan pengaruh model cooperative learning tipe think pair share terhadap kemampuan memecahkan masalah di kelas V SD Muhammadiyah Mutihan.
Penelitian dilakukan di kelas V.1 dengan jumlah subjek 25 siswa dan kelas V.2 dengan jumlah siswa 26.
Variabel dalam penelitian ini yaitu model cooperative learning tipe think pair share sebagai variabel bebas dan kemampuan memecahkan masalah siswa sebagai
58 variabel terikat.
Pada penelitian ini terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yaitu kelas V.1 yang diberi perlakuan menggunakan
model cooperative learning
tipe think pair share
sedangkan kelompok kontrol yaitu kelas V.2 tidak diberikan perlakuan apapun artinya tetap menggunakan model
pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam mengajar yaitu model pembelajaran langsung. Pemberian perlakuan pada kedua kelompok tersebut
dimaksudkan untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan terhadap kemampuan memecahkan masalah siswa pada mata pelajaran matematika. Pemberian perlakuan
pada kedua kelompok dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan. Hal itu dilakukan untuk meyakinkan bahwa perolehan data kemampuan memecahkan masalah siswa pada
kedua kelompok benar-benar merupakan akibat dari adanya perlakuan tersebut, bukan bersifat kebetulan.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data tentang kemampuan memecahkan masalah siswa pada mata pelajaran matematika yang diperoleh melalui
pre test tes awal dan post test tes akhir pada masing-masing kelompok. Pre test dan post test dilakukan dengan dengan memberikan soal tes bentuk pilihan ganda sebanyak
22 butir soal terkait dengan materi geometri. Hasil dari tes tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan pedoman dan rumus statistik tertentu. Data yang telah
dianalisis selanjutnya dikategorikan menjadi lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Pengategorian tersebut dimaksudkan agar lebih
mudah dalam membandingkan perolehan skor antara kelompok eksperimen dan kontrol.
Pre test
pada kelompok eksperimen diperoleh skor tertinggi yaitu sebesar 18, skor terendah sebesar 6, serta rata-rata skor sebesar 11,60. Berdasarkan hasil
59 tersebut maka kemampuan memecahkan masalah pada kelompok eksperimen
termasuk ke dalam kategori tinggi. Sedangkan hasil pre test kelompok kontrol memiliki skor tertinggi sebesar 19, skor terendah sebesar 5, dan rata-rata skor
sebesar 12,77. Hasil rata-rata pre test pada kelompok kontrol termasuk ke dalam kategori tinggi. Kemampuan memecahkan maslah siswa pada kedua kelompok
tersebut sama di mana hanya terdapat perbedaan nilai rata-rata sebesar 1,17. Kegiatan selanjutnya adalah pemberian perlakuan. Kelompok eksperimen
kedapatan perlakuan pembelajaran menggunakan model cooperative learning tipe think pair share dan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan apapun, dalam artian
bahwa kelompok kontrol menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan yaitu model pembelajaran langsung. Pemberian perlakuan dilaksanakan sebanyak
dua kali pertemuan yaitu masing-masing pada 1 April 2017 dan 3 April 2017 pada pembelajaran matematika yang dilakukan oleh peneliti. Observasi dilakukan
selama pemberian perlakuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.
Setelah diberikan perlakuan, kedua kelompok diberikan post test untuk mengetahui kondisi akhir kemampuan memecahkan masalah siswa pada masing-
masing kelompok. Data hasil post test pada kelompok eksperimen diperoleh skor tertinggi yaitu 22, skor terendah yaitu 13, dan rata-rata skor sebesar 17,96.
Sedangkan pada kelompok kontrol skor tertinggi adalah 21, skor terendah adalah 9, dan rata-rata skor yaitu 16,19. Hasil post test kedua kelas tersebut menunjukkan
bahwa kemampuan memecahkan masalah siswa semakin lebih baik dibandingkan dengan kondisi awal pre test sebelum diberikan perlakuan. Perolehan rata-rata
60 skor secara keseluruhan menunjukkan skor kemampuan memecahkan masalah di
kelas eksperimen mengalami peningkatan sebanyak 6,36 poin. Adapun perolehan rata-rata skor kemampuan memecahkan masalah di kelas kontrol mengalami
peningkatan sebanyak 3,39 poin.
Hasil post test kemampuan memecahkan masalah kelompok eksperimen lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
memecahkan masalah pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini sesuai dengan pendapat
Richard I. Arends 2013:71 yang menyebutkan bahwa kelas-kelas pembelajaran kooperatif secara signifikan melampaui kinerja kelas
kelompok kontrol dalam hal prestasi. Melalui pembelajaran kooperatif tipe think pair share, siswa secara
berkelompok dilatih untuk memecahkan masalah dengan cara berdiskusi secara berpasangan. Dalam diskusi tersebut siswa melakukan pengecekan kembali
terhadap masalah yang harus mereka pecahkan. Siswa terlibat dalam melakukan pemecahan masalah baik individu maupun dalam kelompok-kelompok,
berpendapat dan menyajikan hasil diskusinya. Siswa bekerja secara individu maupun dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan dan melakukan
presentasi. Dalam berkelompok siswa saling mencurahkan pendapatnya antaranggota kelompok, memberikan masukan terhadap sesama anggota, dan
mempresentasikan hasil diskusi masalah di depan kelas. Setelah dianalisis diketahui bahwa ada perbedaan antara kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol. Sehingga dapat diketahui bahwa kelas dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat
61 meningkatkan kemampuan memecahkan masalah lebih tinggi daripada kelas
dengan menggunakan pembelajaran biasa, dalam hal ini menggunakan model pembelajaran langsung. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Miftahul Huda 2015:62 yang menyebutkan bahwa melalui pembelajaran kooperatif kemampuan
seperti berpikir kritis, memecahkan masalah, dan membuat sintesis dapat dikembangkan.
Berdasarkan hasil pencapaian post test
pada kelompok eksperimen, diperoleh persentase tertinggi terletak pada indikator perencanaan terhadap masalah dan
diikuti dengan melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah. Hal tersebut disebabkan oleh penerapan model cooperative learning tipe think pair share. Di
dalam proses pembelajaran, guru bertindak sebagai fasilitator sedangkan siswa lebih berperan aktif sehingga ia memiliki tanggung jawab untuk mencari
penyelesaian dari suatu permasalahan. Dari proses pembelajaran yang dilakukan menggunakan model cooperative
learning tipe think pair share di kelas eksperimen dan pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung di kelas kontrol dapat dipahami bahwa kedua model
tersebut memiliki pengaruh yang baik dalam mengembangkan kemampuan memecahkan masalah siswa pada mata pelajaran matematika. Namun, pengaruh
yang ditimbulkan dari model cooperative learning tipe think pair share lebih besar dibanding model pembelajaran langsung. Hal tersebut dikarenakan dalam model
cooperative learning tipe think pair share siswa memecahkan masalah baik secara mandiri maupun berkelompok.
62
C. Keterbatasan Penelitian