Kebijakan Pencemaran DioksinFuran di Indonesia

menghasilkan untung-rugi berupa uang, jadi bersifat tangible. Contoh instrumen ekonomi adalah pengurangan pajak untuk produksi yang hemat energi, pemungutan retribusi limbah dan pemberian denda untuk pelanggaran peraturan. Instrumen ekonomi ini mengubah perilaku menjadi ramah lingkungan didasari dengan adanya keuntungan ekonomi, sehingga bila insentif tersebut terhenti, dikhawatirkan perilaku akan berubah kembali. Selain ketiga jenis kebijakan di atas, ada jenis kebijakan lain yaitu pengendalian pencemaran melalui izin melepaskan pencemar yang dapat ditransfer transferable discharge permit , TDP yang bekerja melalui mekanisme pasar dengan sistem yang bersifat transferable. Hak melepas pencemaran dapat diperjualbelikan melalui mekanisme pasar yang berlaku. Pengendalian dengan TDP didasarkan pada kuantitas bahan pencemar yang dilepas, atau pengendalian kuantitas quantity control pencemaran. Untuk memberikan insentif kepada industri agar industri membeli izin, pemerintah menetapkan batas pencemaran maksimum yang diperbolehkan. Mekanisme ini pada dasarnya mengalihkan tanggung jawab pengendalian dari pemerintah ke industri. Dengan demikian, pengendalian ini terlebih dahulu memerlukan intervensi pemerintah dalam bentuk total kuantitas pencemaran yang diperbolehkan Fauzi, 2004.

2.4.1 Kebijakan Pencemaran DioksinFuran di Indonesia

Kebijakan pembangunan di Indonesia adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan yang dituangkan dalam komitmen formal dengan diberlakukannya Undang- undang No. 4 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU ini kemudian direvisi menjadi Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang lingkungan hidup tersebut, selanjutnya Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai peraturan pelaksanaan yang mengatur berbagai pencemaran. Peraturan- peraturan tersebut dibuat berdasarkan keperluan dan dikeluarkan oleh instansi yang berkaitan, yang dapat berbentuk Peraturan Pemerintah PP, Keputusan Presiden Kep.Pres, Keputusan Menteri Kepmen, Surat Edaran ataupun Peraturan Daerah Perda. Pemerintah bersama DPR membuat undang-undang yang pelaksanaannya diatur dalam peraturan pemerintah PP, keputusan menteri Kepmen serta petunjuk pelaksanaan juklak dan petunjuk teknis juknis. Undang Undang, Peraturan Pemerintah dan Kepmen dijabarkan di daerah dengan peraturan daerah Perda dan keputusan gubernur, bupati, dan walikota. Sebagai contoh adalah peraturan mengenai pengendalian pencemaran udara tertuang dalam PP No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan KepMen LH No. KEP.13MENLH31995 tentang Peraturan mengenai Baku Mutu Emisi Sumber tak Bergerak. Sehubungan dengan emisi dioksinfuran, kesepakatan global yang mengikat secara hukum untuk bahaya POP’s terhadap kesehatan manusia dan lingkungan telah dituangkan dalam Konvensi Stockholm pada tahun 2001. Indonesia hingga saat ini belum mempunyai peraturan perundang-undangan yang mengatur khusus dioksinfuran. Sehubungan dengan POP’s, sebenarnya Indonesia telah mempunyai PP No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 Bahan Beracun dan Berbahaya serta PP No. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3. Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 yang diundangkan pada tanggal 26 November 2001 memuat 43 Pasal dan 2 dua Lampiran, yaitu daftar B3 yang dipergunakan dan daftar B3 yang dilarang dipergunakan. Berdasarkan daftar ini, bahan kimia POP’s yang dilarang adalah aldrin, chlordane, DDT, dieldrin, endrin, heptachlor, mirex, toxaphene, hexachlorobenzene serta PCBs. Dioksinfuran belum termasuk yang dilarang penggunaannya. Sedangkan dalam PP No. 18 tahun 1999, pada pasal 34 mengenai pengolahan limbah B3, disebutkan bahwa pada pengolahan secara thermal dengan insinerator, maka efisiensi penghilangan dioksinfuran harus mencapai 99,999. Untuk kebutuhan pelaksanaan Konvensi Stockholm, Yudomustopo 2003 telah melakukan kajian tentang peraturan perundang-undangan, infrastuktur, dan kelembagaan yang berkaitan dengan cemaran POP’s. Berdasarkan hasil inventarisasi perundangan tersebut, instansi-instansi yang terkait dengan peraturan yang berhubungan dengan POP’s adalah Kementrerian Lingkungan Hidup KLH dalam hal ini Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, Bapedal, Departemen Pertanian, Departemen Perhubungan dan Departemen Tenagakerja, Departemen Kesehatan, Departemen Dalamnegri serta Departemen Perdagangan. Kajian tersebut menyimpulkan antara lain: a. Indonesia belum mempunyai peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang POP’s seperti yang diamanatkan oleh Konvensi Stockholm. b. Kementerian Lingkungan Hidup mempunyai kewenangan yang terbatas untuk merumuskan kebijakan nasional di bidang pengelolaan lingkungan hidup. c. Pemahaman tentang POP’s, belum dikenal secara jelas oleh aparat pemerintah serta di kalangan masyarakat luas termasuk para industriawan. d. Kapasitas laboratorium sangat bervariasi, tapi belum ada laboratorium yang dapat menganalisis dioksinfuran.

2.4.2 Peraturan Mengenai Dioksinfuran di Beberapa Negara