Sejarah Nama Desa Waipukang Visi dan Misi Desa Waipukang

73

5. Luas Wilayah dan Administrasi Pemerintahan

a. Luas wilayah Desa Laranwutun ±6,23 dengan jumlah Dusun sebanyak 4 empat dengan rincian sbb : 8 delapan RW dan 17 tujuh belas RT b. Dusun I : terdiri dari 2 dua Rw dan 4 empat RT c. Dusun II : terdiri dari 2 dua Rw dan 4 empat RT d. Dusun III : terdiri dari 2 dua Rw dan 4 empat RT e. Dusun IV : terdiri dari 2 dua Rw dan 4 empat RT

6. Penduduk

Berdasarkan data penduduk Desa Laranwutun Tahun 2014 dapat disajikan sbb : a. Jumlah Kepala Keluarga : 332 KK. Dengan rincian : 1 KK Tani : 281 KK 2 KK PNS : 35 KK 3 Pensiunan : 16 KK b. Jumlah Penduduk Sebanyak 1019 jiwa terdiri dari : 1 Laki – laki : 507 Jiwa 2 Perempuan : 512 Jiwa Dengan rata – rata mutasi penduduk per Tahun : 2,00 .

7. Iklim dan Topografi

a. Flora dan Fauna 1 Flora Terbentang dari utara ke selatan Desa Laranwutun yang berbatasan langsung dengan Gunung Ile ape dan LautTeluk Lewoleba. 74 2 Fauna Terbentang dari timur ke barat Desa Laranwutun yang berbatasan langsung dengan Desa Muruona dan Kolontobo. b. Dataran Rendah Desa Laranwutun berada di areal dataran rendah. c. Dataran Tinggi Terbentang sepanjang wilayah lereng gunung Ile ape dan sebagian di wilayah RT. 017 dan sekitarnya. d. Potensi Wilayah Desa 1 Potensi Laut Potensi Sumber Daya Alam Laut SDA di Desa Laranwutun yakni berbagai jenis ikan, baik perikanan dasar maupun permukaan, siput, gurita, kepiting, kerang, mutiara dl. 2 Potensi Darat Potensi Darat meliputi lahan tidur dan lahan pertanianpeternakan. 3 Potensi Hutan Potensi Hutan di Desa Laranwutun yakni : asam, lontar, hutan lamtoro, dan mangroof yang membentang di pesisir pantai Desa Laranwutun. 4 Potensi Pertanian Potensi Pertanian antara lain : Jagung, ubi – ubian, kacang – kacangan, dan tanaman holtikultura lainnya. 5 Potensi Perkebunan Potensi Perkebunan di Desa Laranwutun antara lain : Jambu Mente, kelapa, pisang. 75 6 Potensi Peternakan di Desa Laranwutun antara lain : Babi, kambing, kuda, ayam kampong, dan sapi.

B. Hasil Penelitian

1. Kesenjangan Pendidikan Anak Perempuan dan Laki-laki

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Waipukangyang merupakan salah satu desa di Kecamatan Ile Ape, masih menggunakan budaya Lamaholot sebagai dasar dalam setiap pengambilan keputusan keluarga termaksud keputusan menyekolahkan anak. Keputusan menyekolahkan anak berdasarkan budaya Lamaholot menimbulkan kesenjangan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan. Seperti halnya dengan pernyataan orangtua sebagai salah satu informan penelitian, bahwa : “Pendidikan merupakan hal yang penting. Dewasa ini untuk anak laki- laki dan perempuan, pendidikan tetap dianggap sama pentingnya. Namun jika kami orangtua melihat dari budaya kita, pendidikan hanya dipentingkan untuk anak laki-laki saja. Perempuan hanya pelengkap yang akan memperoleh haknya hak untuk memperoleh pendidikan setelah laki-laki. Anak laki-laki adalah anak suku, sedangkan anak perempuan hanyalah pelengkap karena pasca menikah anak perempuan akan meninggalkan suku dan keluarga dan kemudian masuk ke suku dan keluarga suaminya. Oleh karena itu untuk apa perempuan diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan kalau nanti ia tidak memberikan andil buat keluarga, dari pendidikannya.” DM, 18 Maret2015 Hal yang sama juga disampaikan oleh pemerhati pendidikan, bahwa : “Sebagian besar masyarakat masih menggunakan budaya Lamaholot dalam pengambilan keputusan menyekolahkan anak. Alhasil, Anak laki- laki didahulukan dengan alasan karena akan menjadi penanggung jawab untuk suku dan keluarga. Anak laki-laki merupakan ahli waris suku, sedangkan anak perempuan ketika ia menikah akan masuk ke suku dan keluarga suaminya.” DN, 21 Maret 2015 76 Berdasarkan hasil observasi yang ditemukan di lapangan, menunjukkan bahwa ada kesenjangan pendidikan antara anak laki-laki dan perempuan di Waipukang. Pendidikan anak laki-laki di Waipukangtergolong baik karena sebagian besar orangtua masih memprioritaskan anak laki-laki sedangkan anak perempuan selalu dinomorduakan dalam pendidikan. Pendidikan anak di Waipukangseiring perkembangan zaman mengalami banyak perubahan dimana beberapa orangtua akhirnya sadar untuk menyekolahkan anak perempuanya. Namun sebagian besar masyarakat masih menggunakan budaya sebagai acuan sehingga anak perempuan jarang mendapat kesempatan untuk bersekolah. Dari hasil wawancara peneliti dengan pemerhati pendidikan, dahulu perempuan sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. Menurut pengakuannya, jumlah guru wanita yang ada di desa Waipukangwaktu itu adalah 1 satu orang yakni beliau sendiri. Guru wanita tersebut juga sebagai satu-satunya perempuan di Waipukangyang diijinkan sekolah oleh orangtuanya, itupun karena karena orangtuanya adalah penguasa kampung saat itu. Berikut penuturan langsungnya : “Tahun 1980an guru perempuan di Waipukanghanya saya sendiri ama. Baru tahun 1990an ada guru perempuan yang lainnya, sekitar 5 orang. Saya diijinkan untuk sekolah juga karena bapak saya adalah seorang pemangkuh adat terbesar di desa kita. Ketika saya sekolah hingga D1 teman teman saya masih bersekolah di sekolah rakyat dan hanya sampai di tingkat pendidikan itu saja, sebatas mereka bisa membaca dan menulis ” DN, 21, Maret 2015.

a. Implikasi Pemberian Kesempatan Pendidikan terhadap Anak Laki-laki

Paham budaya Lamaholot menjunjung tinggi martabat laki-laki oleh karenanya anak laki-laki menjadi prioritas utama oleh keluarga dan suku.