SMA Negeri 2 Klaten Pembahasan

hasilnya tidak signifikan. Hal ini berarti tidak ada perbedaan minat belajar awal dan akhir siswa kelas eksperimen di SMA Negeri 2 Klaten. Berdasarkan tabel 4.8 di atas diperoleh nilai mean minat belajar awal siswa adalah 28.06 dan mean minat belajar akhir siswa adalah 28.88 maka dapat disimpulkan bahwa secara statistik minat belajar siswa setelah pemberian treatment sama dengan minat belajar siswa sebelum pemberian treatment. Dengan kata lain siswa kelas eksperimen di SMA Negeri 2 Klaten belum mengalami peningkatan minat belajar setelah mengikuti pembelajaran fisika menggunakan simulasi PhET dengan model pembelajaran problem solving. Nilai mean skor minat belajar awal siswa pada kelas eksperimen baik sebelum maupun sesudah treatment berdasarkan tabel 3.2 termasuk dalam kategori berminat. Dalam penelitian di SMA Negeri 2 Klaten digunakan pula kelas kontrol. Hasil analisa menunjukkan bahwa pada kelas kontrol diperoleh mean skor minat belajar awal siswa sebesar 23.83. Berdasarkan analisa data hasil perbandingan skor minat belajar awal siswa kelas eksperimen dan kontrol pada tabel 4.4 di atas diperoleh nilai | | , , dan | | untuk sehingga hasilnya signifikan. Dengan demikian diketahui bahwa ada perbedaan minat belajar awal siswa antara kelas kontrol dan eksperimen. Kategori minat belajar awal siswa kelas kontrol adalah kurang berminat, sedangkan kategori minat belajar awal siswa kelas eksperimen adalah berminat. Perbedaan minat belajar awal siswa kelas kontrol dan eksperimen ini dapat dilihat melalui beberapa hal, antara lain 1 kecenderungan siswa untuk merasa tertarik pada pembelajaran fisika. Hal ini dapat dilihat ketika peneliti pertama kali masuk ke kelas kontrol dan eksperimen. Pada kelas eksperimen, ketika jam pelajaran sudah memasuki mata pelajaran fisika siswa telah siap untuk mengikuti pembelajaran. Semua siswa di kelas eksperimen telah memasuki kelas. Berbeda dengan siswa di kelas kontrol, ketika jam pelajaran fisika telah dimulai, peneliti menemui bahwa semua siswa laki-laki tidak berada di dalam kelas hingga waktu berlalu selama kurang lebih 45 menit 1 JP. Hal ini menunjukkan bahwa siswa di kelas eksperimen lebih tertarik pada pembelajaran fisika daripada siswa di kelas kontrol. Hal lain yang menunjukkan bahwa minat belajar awal siswa kelas kontrol berbeda dengan siswa kelas eksperimen adalah 2 respon siswa terhadap guru mata pelajaran fisika. Pada awal penelitian, guru mata pelajaran memberikan informasi tentang penelitian ini. Siswa di kelas eksperimen memperlihatkan wajah yang tertarik dan antusias. Ketika guru memberikan penjelasan tentang penelitian, selain mendengarkan penjelasan guru beberapa siswa di kelas eksperimen memberikan pertanyaan terkait dengan penelitian kepada guru. Contoh pertanyaan yang diajukan siswa adalah kapan penelitian akan dilakukan dan bagaimana peran siswa dalam penelitian tersebut. Sedangkan, siswa di kelas kontrol memperlihatkan wajah yang kurang tertarik. Siswa mendengarkan penjelasan guru tanpa memberikan respon terhadap penjelasan guru tersebut. Siswa cenderung menerima penelitian ini begitu saja. Berdasarkan hasil analisa data perbandingan skor minat belajar awal dan akhir siswa kelas eksperimen yang menunjukkan tidak ada peningkatan minat belajar, maka dalam penelitian di SMA Negeri 2 Klaten ini, kelas kontrol digunakan untuk melihat bagaimana minat belajar siswa selama pembelajaran fisika ketika penelitian berlangsung. Data skor minat belajar awal dan akhir siswa kelas eksperimen dan kontrol dianalisa untuk melihat bagaimana minat belajar siswa yang mendapat treatment dan siswa yang tidak mendapatkan treatment selama pembelajaran fisika dalam penelitian. Hasil analisa minat belajar awal siswa kelas kontrol dan eksperimen menunjukkan bahwa minat belajar awal siswa di kedua kelas adalah berbeda, sehingga analisa perbandingan minat belajar akhir di kedua kelas tersebut tidak dapat dilakukan menggunakan uji t-test untuk kelompok independen. Analisa minat belajar dikelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilakukan dengan menggunakan uji t terhadap beda mean dari hasil skor minat belajar awal dan akhir siswa atau yang dikenal dengan uji gain PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI score. Uji gain score bertujuan untuk membandingkan minat belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol selama pembelajaran bersama peneliti. Berdasarkan data hasil perhitungan menggunakan SPSS untuk uji gain score pada tabel 4.6 di atas diperoleh nilai | | , , dan | | untuk . Diketahui | | | | maka signifikan, berarti ada perbedaan minat belajar siswa selama pembelajaran antara siswa kelas eksperimen dan kontrol. Nilai gain score kelas kontrol adalah 4.10 dan nilai gain score kelas eksperimen adalah 0.82. Nilai gain score kelas kontrol lebih besar daripada kelas eksperimen. Dengan demikian beda mean dari hasil skor minat belajar awal dan akhir di kelas kontrol lebih besar daripada beda mean dari hasil skor minat belajar awal dan akhir siswa di kelas eksperimen. Atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa peningkatan minat belajar siswa di kelas eksperimen belum optimal. Pada pertemuan pertama di kelas kontrol, siswa menunjukkan sikap kurang tertarik terhadap pelaksanaan penelitian. Hal ini ditunjukkan pula dengan hasil analisa minat belajar awal kelas kontrol yang termasuk dalam kategori kurang berminat. Pada pertemuan kedua yaitu pertemuan dimana penelitian dilaksanakan, siswa menunjukkan sikap yang berbeda dengan pertemuan pertama. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, siswa lebih menunjukkan sikap terbuka terhadap penelitian. Pada pertemuan kedua ini, ketika jam pelajaran sudah memasuki mata pelajaran fisika, semua siswa di kelas kontrol telah memasuki kelas dan bersiap untuk melaksanakan pembelajaran. Hal ini merupakan pemandangan yang berbeda dengan pertemuan sebelumnya, yang mana selama 1 JP siswa laki-laki belum memasuki ruang kelas. Adapun siswa di kelas kontrol lebih aktif selama pembelajaran berlangsung. Pada saat peneliti menyampaikan materi, siswa terlihat fokus memperhatikan materi yang disampaikan. Kemudian ketika peneliti memberikan latihan soal, antusiasme siswa untuk menyelesaikan soal lebih terlihat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya diskusi kelompok yang secara tidak langsung dilakukan oleh sebagian besar siswa di dalam kelas. Diskusi kelompok yang memang diperbolehkan mampu membuat siswa lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran khususnya saat menyelesaikan latihan soal. Selain itu, diskusi kelompok membuat pembelajaran di dalam kelas kontrol menjadi lebih hidup. Beberapa siswa pun berebut untuk menuliskan hasil penyelesaian soal di papan tulis. Diskusi antar siswa ini memperlihatkan perasaan senang siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini ditunjukkan pula oleh analisis skor tiap indikator minat belajar siswa pada gambar 4.11 yang menunjukkan bahwa aspek perasaan senang dan perhatian siswa kelas kontrol memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas eksperimen. Adapun melalui uji gain score, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diperoleh bahwa minat belajar siswa di kelas kontrol meningkat dari kategori kurang berminat menjadi berminat. Pengamatan pada kelas eksperimen menunjukkan bahwa sejak pertemuan pertama, keadaan siswa di kelas eksperimen sudah memperlihatkan sikap terbuka terhadap adanya penelitian ini. Seperti hasil analisa yang telah dilakukan, keadaan minat belajar awal siswa di kelas eksperimen termasuk dalam kategori berminat. Pada saat pelaksanaan pembelajaran berlangsung, siswa antusias dalam mengikuti pembelajaran. Antusiasme siswa terlihat dari beberapa siswa yang membaca modul materi selama peneliti menjelaskan materi. Antusiasme siswa terlihat pula ketika siswa tertarik untuk memecahkan persoalan yang terkait dengan materi menggunakan simulasi PhET. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti beberapa siswa terlihat mengoperasikan simulasi sebelum diminta untuk mengoperasikan simulasi tersebut. Antusiasme siswa ini menunjukkan perasaan senang dan ketertarikan siswa dalam belajar fisika menggunakan simulasi PhET. Bahkan saat siswa diminta untuk memperoleh data eksperimen siswa mencoba untuk mendapatkan data yang baik yaitu dengan mencari data lebih banyak dari yang diminta dalam LKS. Keadaan siswa yang mencoba mendapatkan data eksperimen yang baik saat menggunakan simulasi PhET ini ternyata membuat waktu pembelajaran fisika menggunakan simulasi ini menjadi sangat kurang. Pada saat pelaksanaan penelitian di kelas eksperimen ini, 2 jam pelajaran tidak cukup untuk melaksanakan pembelajaran fisika menggunakan simulasi PhET. Adapun beberapa kelompok tidak selesai dalam menjawab pertanyaan yang terdapat di LKS. Bahkan pada akhir pembelajaran siswa memberikan LKS yang sedang dikerjakannya untuk segera dikumpulkan meskipun belum memberikan kesimpulan terhadap materi yang dipelajari menggunakan simulasi PhET pada LKS-nya. Pada akhir pembelajaran, ketika peneliti bertanya tentang kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan, siswa di kelas eksperimen dapat menyimpulkan dengan benar. Namun, karena keterbatasan waktu inilah siswa tidak dapat menuliskan kesimpulan di LKS. Hal ini juga yang menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan minat untuk aspek perhatian siswa terhadap pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa siswa dikelas eksperimen tertarik terhadap pembelajaran fisika menggunakan simulasi PhET. Hal ini dapat dilihat pula pada gambar 4.12 yang menunjukkan bahwa skor aspek ketertarikan siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari siswa kelas kontrol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan simulasi PhET dalam pembelajaran fisika mampu meningkatkan minat belajar siswa untuk aspek ketertarikan siswa. Jika jam pembelajaran fisika menggunakan simulasi PhET ini diperbanyak tidak hanya 2 JP maka ketertarikan siswa terhadap pembelajaran ini akan lebih optimal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Selain itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, keterlibatan semua siswa dalam mengoperasikan simulasi merupakan hal yang penting. Dalam pelaksanaannya, masing-masing siswa dalam satu anggota kelompok memiliki tugas masing-masing. Sebagai contoh terdapat satu kelompok yang terdiri dari 2 siswa perempuan dan 1 siswa laki-laki. Satu siswa perempuan bertugas untuk menulis hasil kerja di LKS dan satu siswa perempuan yang lain mengoperasikan simulasi PhET, sedangkan siswa laki-laki bertugas untuk menghitung data hasil eksperimen menggunakan simulasi PhET. Meskipun setiap siswa dalam kelompok memiliki peran masing-masing, namun peneliti selalu menghimbau bahwa setiap anggota kelompok harus mengoperasikan simulasi dan mencoba untuk mengambil data. Selama pembelajaran, peneliti mengamati dan bertanya kepada kelompok agar setiap siswa dalam anggota kelompok berkesempatan untuk mengoperasikan simulasi. Karena dalam penelitian ini diharapkan semua siswa dalam anggota kelompok berkesempatan untuk berlajar fisika dengan menggunakan simulasi PhET. Kemudian, keterlibatan siswa dapat dilihat melalui partisipadi aktif siswa dalam mengikuti pembelajaran. Partisipasi aktif yang ditunjukan oleh siswa pada saat pembelajaran berlangsung salah satu bentuknya adalah siswa menyampaikan hasil belajar fisikanya di depan kelas. Pada saat peneliti memberikan kesempatan kepada semua kelompok untuk menyampaikan hasil belajarnya menggunakan simulasi PhET, beberapa kelompok terlihat ingin menyampaikan hasil belajarnya. Partisipasi aktif siswa ini akan mampu mengoptimalkan minat siswa jika semua kelompok mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan hasil belajarnya menggunakan simulasi PhET. Namun dalam hal ini peneliti membatasi dua kelompok saja yang diperkenankan untuk menyampaikan hasil belajarnya di depan kelas dengan alasan keterbatasan waktu. Dengan menggunakan simulasi PhET dalam pembelajaran fisika ini ternyata berdampak pada penuurnan keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Berdasarkan gambar 4.11 didapatkan bahwa skor aspek keterlibatan siswa kelas eksperimen dalam mengikuti pembelajaran lebih rendah daripada siswa kelas kontrol. Pengamatan lain dikelas eksperimen didapatkan bahwa pada awal pembelajaran ketika peneliti menjelaskan tentang simulasi PhET sebagai penjelasan pengantar untuk pengambilan data fasilitas viewer di kelas tidak dapat digunakan karena tidak mau terhubung dengan komputer. Hal ini mengundang perhatian siswa sehingga siswa tidak fokus terhadap penjelasan dari peneliti. Selain itu, keadaan tersebut membuat siswa kurang paham dengan pengantar yang dijelaskan oleh peneliti sebelum siswa mengoperasikan simulasi PhET untuk belajar fisika. Kurang paham ini terlihat pula ketika diawal penggunaan simulasi beberapa kelompok bertanya kepada peneliti tentang pengoperasian simulasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Beberapa pengamatan yang telah dijelaskan di atas sesuai dengan hasil analisa skor minat belajar siswa yang menunjukkan bahwa sebelum pemberian treatment, siswa di kelas eksperimen termasuk dalam kategori berminat. Namun karena keterbatasan waktu, kurang maksimalnya keterlibatan siswa dalam hal partisipasi aktif siswa dalam berdiskusi menyampaikan hasil pekerjaannya, dan keadaan fasilitas belajar viewer yang kurang baik saat pembelajaran berlangsung membuat peningkatan minat belajar siswa di kelas eksperimen menjadi kurang maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisa skor minat belajar akhir siswa di kelas eksperimen yang tetap termasuk dalam kategori berminat, meskipun pemberian treatment telah dilakukan. Hal ini pula lah yang menunjukkan bahwa peningkatan minat belajar siswa di kelas eksperimen belum optimal.

D. Keterbatasan Penelitian

Beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: 1. Kurangnya jumlah jam pelajaran untuk menerapkan pembelajaran fisika menggunakan simulasi PhET. Berdasarkan penelitian, 2 JP tidak cukup bagi siswa untuk menyelesaikan kegiatan belajar fisika menggunakan simulasi PhET. Beberapa kelompok mengeluhkan hal ini karena siswa merasa mampu untuk menyelesaikan kegiatan belajar yang dipandu melalui LKS, namun karena keterbatasan waktu siswa tidak dapat menyelesaikan kegiatan belajar tersebut. Beberapa siswa mengumpulkan LKS dengan keadaan belum menyelesaikan pertanyaan yang terdapat dalam LKS, serta belum memberikan kesimpulan atas materi yang telah dipelajarinya melalui simulasi PhET. 2. Peneliti yang berlaku sebagai guru kurang mengeksplor keterlibatan siswa khususnya dalam hal partipasi aktif siswa untuk menyampaikan hasil belajarnya menggunakan simulasi. Hal ini ternyata memberikan kesan yang menimbulkan kurang maksimalnya siswa dalam hal keterlibatan belajar siswa pada saat kegiatan pembelajaran yang berakibat pada kurang optimalnya peningkatan minat belajar siswa. 3. Kurang baiknya keadaan fasilitas belajar yaitu viewer menjadi salah satu keterbatasan penelitian ini. Karena dalam pelaksanaan penelitian fasilitas ini penting untuk menunjang kelancaran pelaksaaan pembelajaran di kelas.

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 6 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016.

9 52 30

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DOUBLE LOOP PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS DI SMA NEGERI 6 MEDAN TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016.

14 81 30

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM KOLOID KELAS XI SMA NEGERI SMA 1 AEK NATAS.

0 2 15

Proses belajar metode problem solving berbantuan simulasi PhET: studi kasus siswa kelas XI IPA di SMA N 1 Prambanan dan SMA N 2 Klaten materi hukum Boyle dan hukum Gay-Lussac.

0 6 154

Pengaruh penggunaan media simulasi phet dengan metode pembelajaran problem solving terhadap peningkatan pemahaman konsep fisika siswa pada pokok bahasan hukum-hukum tentang gas ideal di SMA Negeri 2 Klaten dan SMA Negeri 1 Prambanan kelas XI.

1 5 166

Pengaruh pembelajaran menggunakan simulasi PhET dengan metode problem solving terhadap sikap ilmiah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Prambanan dan SMA Negeri 2 Klaten.

2 9 158

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL BELAJAR DITINJAU DARI KREATIVITAS SISWA PADA MATERI TERMOKIMIA KELAS XI SMA NEGERI 1 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2015/2016.

0 0 18

PENGARUH MINAT BELAJAR, MOTIVASI BELAJAR DAN LINGKUNGAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 PRAMBANAN KLATEN TAHUN AJARAN 2016/2017.

3 34 216

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA KELAS X SMA NEGERI 13 PALEMBANG

0 0 7

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM POSING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI EKONOMI DI SMA BATIK 2 SURAKARTA

0 0 16