Humektan Propilen glikol Mkstraksi

dengan gelling agent carbomer tidak menunjukkan reaksi hipersensitif pada manusia Rowe dkk., 2006.

D. Humektan

Humektan dapat meningkatan kelembaban kulit dan menjaga agar tidak terhidrasi. Sediaan dengan kandungan air yang tinggi berpotensi mengikat dan menyerap air dari permukaan kulit untuk menggantikan air dari sediaan yang telah menguap, menyebabkan kulit menjadi kering. Humektan yang ditambahkan juga mencegah sediaan menjadi kering dan kehilangan kandungan air dalam jumlah besar. Lapisan humektan yang tipis akan terbentuk untuk mempertahankan kelembaban dan mencegah kulit kering Mukul, Surabhi, dan Atul, 2011. Cara kerja humektan dalam menjaga kestabilan sediaan gel adalah dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan, selain itu dapat mempertahankan kadar air pada permukaan kulit. Humektan yang sering digunakan pada sediaan gel adalah gliserin dan propilen glikol Mukul dkk., 2011.

M. Propilen glikol

Gambar 2. Struktur molekul propilen glikol Propilen glikol gambar 2 berbentuk cairan tak berwarna yang mempunyai sifat viskos dan higroskopis, memiliki rumus molekul C 3 H 8 O 2 . Propilen glikol memiliki banyak fungsi selain sebagai humektan, juga sebagai pelarut, ekstraktan, pengawet dan desinfektan pada sediaan parentral maupun nonparenteral. Propilen glikol dapat digunakan sebagai humektan hingga 15 pada sediaan hidrogel. Pada suhu ruangan dan suhu dingin propilen glikol akan stabil, namun jika dipanaskan pada suhu tinggi akan teroksidasi menjadi propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam asetat. Propilen glikol dapat larut dan stabil pada etanol 95, gliserin, atau air Rowe, Cheskey, dan Quinn, 2009.

F. Cocor bebek Khalanchoe pinata Lam. 1. Taksonomi

Kingdom : Plantae – Tumbuhan Divisio : Spermatophyta Kelas : Magnoliopsida – Dikotil Ordo : Rosales Famili : Crassulaceae Genus : Kalanchoe Spesies : Kalanchoe pinnata Lam. Sinonim : Bryophyllum pinnatum, Crassula pinnata Nama daerah : sosor bebek, cocor bebek Prasad, Kuma, Iyer, dan Sudani, 2012

2. Kandungan kimia

Tanaman cocor bebek mengandung komponen aktif seperti alkaloid, triterpen, lipid, flavonoid, glikosida, bufadienolides, fenol, dan asam organik. Bagian daun tanaman ini mempunyai kandungan aktif flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi. Kandungan flavonoid terbesar tanaman cocor bebek terdapat pada bagian daun. Afzal, Gupta, Kazmi, Rahman, Afzal, dan Alam, 2012. Secara empiris tanaman cocor bebek biasa digunakan sebagai obat untuk mematangkan bisul atau mengobati koreng. Daunnya yang ditumbuk halus juga dapat digunakan sebagai kompres untuk anggota badan yang mengalami pembengkakan Suhono dan Tim LIPI, 2010.

3. Uraian tanaman

Cocor bebek merupakan herba berdaging, pada pangkalnya agak berkayu, tinggi 0,3-2 m, batang segi empat tumpul atau hampir membulat, daun tunggal atau kelihatan seolah-olah berbilang 3 atau menyirip berdaun 5, daun atau tajunya memanjang atau oval, dengan ujung yang tumpul, beringgit atau beringgit rangkap, 5-20 kali 2,5-15 cm, bunga berbilangan atau kelipatan 4, menggantung, pada malai yang tegak tidak rapat, kelopak daun lekat, bulat cylindris, melembung, 1,5-4 cm panjangnya, taju pendek, mahkota bentuk periuk atau lonceng, jelas menyempit di atas pangkal yang melebar, di atasnya lagi melebar, panjang 3,5-5,5 cm, bagian yang muncul diatas kelopak merah, pangkal tabung dengan 8 lipatan yang dalam taju bulat telur bentuk lanset, bentuk ekor yang meruncing, benang sari 8 lipatan yang dalam, taju bulat telur bentuk lanset, bentuk ekor yang meruncing, benang sari 8, dua lingkaran, tangkai putik panjang, helaian sisik segi empat, buah bumbung. Berbunga pada bulan Mei hingga Desember. Cocor bebek berasal dari Afrika. Habitat cocor bebek ada di tempat yang berbatu dan di bawah pagar Steenis, Hoed, Bloembergen, dan Eyma, 1992.

G. Flavonoid

Favonoid adalah senyawa golongan polifenol yang dihasilkan secara alami oleh hampir semua jenis tumbuhan. Flavonoid ditemukan di bagian buah, batang, bunga, dan daun. Kandungan flavonoid dalam tumbuhan berikatan dengan gula membentuk glikosida flavonoid. Ikatan flavonoid dengan gula meningkatkan polaritas flavonoid. Flavonoid memiliki dua atau lebih cincin aromatik, dan terhubung masing - masing dengan aromatik hidroksil dan heterosiklik piran Lafuente dkk., 2009. Flavonoid dapat berperan dalam aktivitas anti-inflamasi dengan mekanisme tertentu. Flavonoid bersifat antioksidatif dan mampu menangkap radikal bebas, mengatur aktivitas sel yang berhubungan dengan inflamasi, memodulasi aktivitas enzim yang memetabolisme asam arakidonat serta memodulasi produksi molekul proinflamasi dan ekspresi gen proinflamasi Lafuente dkk., 2009. Mekanisme anti-inflamasi yang dilakukan oleh flavonoid dapat melalui beberapa jalur yaitu:

1. Penghambatan aktivitas enzim COX danatau lipooksigenase

Inhibisi jalur COX atau lipooksigenase ini secara langsung juga menyebabkan penghambatan biosintesis agen inflamasi eikosanoid dan leukotrien yang merupakan produk akhir dari jalur COX dan lipooksigenase.

2. Penghambatan akumulasi leukosit

Efek anti-inflamasi flavonoid dapat disebabkan oleh aksinya dalam menghambat akumulasi leukosit di daerah inflamasi. Pada kondisi normal leukosit bergerak bebas sepanjang dinding endotel. Selama inflamasi, berbagai mediator turunan endotel dan faktor komplemen mungkin menyebabkan adhesi leukosit ke dinding endotel sehingga menyebabkan leukosit menjadi immobil dan menstimulasi degranulasi netrofil. Pemberian flavonoid dapat menurunkan jumlah leukosit immobil dan mengurangi aktivasi komplemen sehingga menurunkan adhesi leukosit ke endotel dan mengakibatkan penurunan respon inflamasi tubuh.

3. Penghambatan degranulasi netrofil

Flavonoid dapat menghambat degranulasi netrofil sehingga secara langsung mengurangi pelepasan asam arakidonat oleh netrofil.

4. Penghambatan pelepasan histamin

Efek anti-inflamasi flavonoid didukung oleh aksinya sebagai antihistamin. Histamin adalah salah satu mediator inflamasi yang pelepasannya distimulasi oleh pemompaan kalsium ke dalam sel. Flavonoid dapat menghambat pelepasan histamin dari sel mast. Flavonoid diduga dapat menghambat enzim c-AMP fosfodiesterase sehingga kadar c-AMP dalam sel mast meningkat, dengan demikian kalsium dicegah masuk ke dalam sel yang berarti juga mencegah pelepasan histamin.

5. Penstabil Reactive Oxygen Species ROS

Efek flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung juga mendukung efek anti-inflamasi flavonoid. Adanya radikal bebas dapat menarik berbagai mediator inflamasi. Flavonoid dapat menstabilkan Reactive Oxygen Species ROS dengan bereaksi dengan senyawa reaktif dari radikal sehingga radikal menjadi inaktif. Hidayati, Listyawati, dan Setyawan, 2005

H. Mkstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan atau pengambilan kandungan kimia yang dapat larut pada cairan pengekstraksi sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986. Metode ekstraksi sendiri dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu 1 infundasi, 2 maserasi, 3 perkolasi, 4 destilasi uap. Cara yang paling sederhanan dalam mengekstraksi adalah maserasi dan dapat diguanakn untuk simplisia yang mengandung zat aktif dalam jumlah yang banyak yang mudah larut dalam cairan penyari. Keuntungan cara ekstraksi dengan maserasi adalah menghasilkan reprodubilitas yang baik, cara pengerjaan dan perawatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985. Maserasi merupakan cara ekstraksi paling sederhana. Simplisia dihaluskan untuk menaikkan luas permukaan menjadi serbuk kasar, ditambahkan dengan larutan pengekstrak. Selanjutnya disimpan dan dikocok baik secara terus menerus maupun dengan jeda. Larutan dilindungi dari cahaya matahari langsung mencegah degradasi oleh cahaya matahari dan perubahan warna Voigt, 1995. Proses ektraksi dilakukan dua fase yaitu fase pembilasan dan fase ekstraksi. Fase pembilasan zat pengekstrak melarutkan zat aktif yang telah berada di luar sel karena sel telah rusak karena proses penghalusan. Semakin halus serbuk simplisia maka semakin optimal proses pembilasannya. Fase ekstraksi, pelarut harus mampu mendesak masuk ke dalam sel. Pelarut dapat masuk dengan cara membran sel terlebuh dahulu dibengkakkan sehingga terdapat celah, atau dengan menggunakan zat pemecah selulosa dari sel tanaman. Setelah bahan pelarut dapat masuk ke dalam sel maka pelarut akan melarutkan zat aktif sesuai dengan kelarutannya Voigt, 1995.

I. Inflamasi

Inflamasi merupakan respon tubuh manusia terhadap cedera jaringan dan infeksi. Reaksi vascular terjadi pada proses inflamasi yang menyebabkan cairan, elemen darah, sel darah putih lekosit, dan mediator kimia menumpuk pada tempat yang cedera atau jaringan yang terinfeksi. Proses inflamasi merupakan mekanisme perlindungan untuk menetralisir dan membasmi agen berbahaya pada tempat cedera untuk persiapan ke fase perbaikan jaringan. Reaksi yang terjadi ini berlangsung secara berkelanjutan dan membutuhkan pemantik yaitu mediator inflamasi Nugroho, 2011. Inflamasi memiliki ciri ciri khas yaitu kemerahan, panas, pembengkakan edema, nyeri, dan hilangnya fungsi organ. Gejala inflamasi ini disebabkan oleh adanya mediator kimia. Mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi salah satunya adalah prostaglandin. Efek yang ditimbulkan dari prostaglandin meliputi vasodilatasi, relaksasi otot polos, meningkatnya permeabilitas kapiler, dan sensitisasi sel saraf terhadap nyeri. Obat kimiawi seperti aspirin menghambat pelepasan dari prostaglandin sehingga disebut agen anti-inflamasi Kee dan Hayes 1996. Edema merupakan salah satu dari gejala inflamasi. Edema adalah meningkatnya volume cairan di luar sel ekstraseluler dan di luar pembuluh darah ekstravaskular disertai dengan penimbunan di jaringan serosa. Faktor resiko yang paling berpengaruh terhadap edema adalah iritasi dan alergi. Pengobatan edema disarankan spesifik pada gejala yang timbul. Tangan dan kaki sangat rentan terkena edema kronis karena banyak bersentuhan dengan berbagai macam benda McKoy, 2012.

J. Desain Faktorial

Dokumen yang terkait

Optimasi gelling agent carbopol 940 dan humektan gliserin terhadap sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

3 16 126

Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

2 13 114

Optimasi carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sedian gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

4 19 111

Optimasi formula sediaan gel hand sanitizer minyak atsiri jeruk bergamot dengan gelling agent carbopol dan humektan propilen glikol.

3 18 106

Optimasi gelling agent carbopol dan humektan propilen glikol dalam formulasi sediaan gel ekstrak etanol daun binahong (Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis).

4 16 120

Optimasi gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

7 60 112

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

2 30 132

Optimasi Carbopol® 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan emulgel sunscreen ekstrak Kencur (Kaempferia galanga L.) : aplikasi desain faktorial.

1 10 115

Optimasi gelling agent CMC-Na dan humetan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) : aplikasi desain faktorial.

4 21 113

Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial.

5 16 99