Sistem Self Assessment Reformasi Administrasi Perpajakan

c. Sistem Self Assessment

Sistem Self Assesment adalah metode yang diterapkan untuk memberi tanggung jawab penuh kepada Wajib Pajak yang mana untuk memenuhi kewajiban membayar pajak semua prosedur dan tahapannya dilakukan sendiri oleh pihak yang wajib membayar pajak tersebut. Dalam metode ini, pihak yang wajib membayar pajak diberikan wewenang untuk menghitung dan melaporkan seberapa besar beban pajak yang harus dibayar untuk setiap tahunnya, hal ini sudah ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan yang berlaku dan setiap Wajib Pajak harus mematuhi Undang - Undang tersebut. Self Assesment System menurut B Ilyas dalam bukunya Perpajakan Indonesia adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar 2003:18. Sedangkan Self Assessment System menurut Siti Resmi dalam bukunya Perpajakan adalah system pemungutan pajak yang memberikan wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak terhutang setiap tahunnya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku 2003:27. Pada sistem official-assessment besarnya pajak yang seharusnya terutang ditetapkan sepenuhnya oleh Fiskus aparat pajak. Kriteria dari Official Assesment system adalah : - Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada fiskus; - Wajib Pajak bersifat pasif; - Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Sebaliknya Sistem Self Assessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak Wajib Pajak, dimana kriteria Sistem Self Assessment antara lain: - Wewenang untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang ada pada Wajib Pajak sendiri; - Wajib Pajak Aktif mulai dari menghitung, memperhitungkan, menyetorkan dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; - Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. Sebaliknya Perbedaannya kedua sistem ini terletak pada pemegang tanggung jawab siapa yang menetapkan besarnya pajak yang seharusnya terutang. Jika dalam sistem official-assessment penetapan besarnya jumlah pajak Wajib Pajak menjadi tanggung jawab Fiskus, sehingga segala resiko pajak yang akan timbul menjadi tanggung jawab Fiskus, misalnya terlambat membayar atau melapor dikarenakan keterlambatan Fiskus menetapkan besarnya jumlah pajak terutang Wajib Pajak yang harus dibayar. Keterlambatan ini bisa saja dikarenakan terbatasnya petugas pajak untuk menghitung jumlah pajak yang harus dibayar Wajib Pajak, yang nota bene tidak sedikit jumlahnya. Pemerintah memutuskan untuk mengubah sistem pemungutan pajaknya menjadi sistem Self Assessment dimana penetapan besarnya jumlah pajak yang seharusnya terutang menjadi tanggung jawab Wajib Pajak itu sendiri, sehingga segala resiko pajak yang timbul menjadi tanggung jawab Wajib Pajak itu sendiri pula. Di sini terlihat adanya pergeseran tanggung jawab dari Fiskus kepada Wajib Pajak, yang tanpa disadari Wajib Pajak bahwa hal ini akan menjadi beban berat dalam melaksanakan kewajban perpajakannya. Fiskus dalam sistem Self Assessment hanya bertugas mengawasi pelaksanaannya saja yaitu dengan melakukan pemeriksaan atas kepatuhan Wajib Pajak terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. System Self Assessment yang kini dianut Indonesia memberikan kebebasan dan tanggung jawab yang besar kepada Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Hal ini akan berhasil apabila memenuhi beberapa syarat yang diharapkan ada dalam diri Wajib Pajak yaitu: - Kesadaran Wajib Pajak tax consciousness - Kejujuran Wajib Pajak - Kemauan atau hasrat untuk membayar pajak tax mindness - Kedisiplinan Wajib Pajak tax discipline dalam melaksanakan peraturan perpajakan. Dalam system ini terdapat pemberian kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk melakukan Self Assessment memberikan konsekuaensi yang berat bagi Wajib Pajak, artinya jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban- kewajiban Perpajakan yang dipikul kepadanya, sanksi yang dijatuhkan akan lebih berat. Oleh karena itu sistem Self Assessment mewajibkan Wajib Pajak untuk lebih mendalami peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku agar Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Sistem ini juga dapat memberikan biaya tambahan dalam arti luas bagi Wajib Pajak karena Wajib Pajak akan mengorbankan lebih banyak waktu dan usaha serta biaya untuk membayar jasa konsultan pajak. Selain itu Self Assessment menunjukkan proporsi yang lebih kecil dari yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga sesuai dengan kenyataan yang ada, jumlah pajak yang dianggarkan akan menurun pula. Di lain pihak system ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu dapat meningkatkan produktifitas dan murah. Pemerintah tidak lagi dibebankan kewajiban administrasi menghitung jumlah pajak terutang Wajib Pajak dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk memberitahukan sekaligus memerintahkan pembayaran jumlah tersebut kepada Wajib Pajak, sehingga waktu, tenaga dan biaya sehubungan dengan hal tersebut dapat dihemat atau dialihkan untuk melakukan aktivitas pemerintahan lainnya. Selain itu system Self Assessment akan mendorong Wajib Pajak untuk memahami dengan baik atas system perpajakan yang berlaku terhadapnya. Selama pelaksanaan sistem Self Assessment dimulai sejak pertama kali reformasi perpajakan dilakukan hingga saat ini 1983-2009, sudah empat kali Undang - Undang KUP diubah yaitu tahun 1994, 1997, 2000 dan terakhir 2007. Perubahan yang dilakukan secara komprehensif ini membawa dampak bagi pelaksanaan kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak, terutama perubahan- perubahan yang berhubungan dengan kewajiban Wajib Pajak dalam menghitungmemperhitungkan, membayar dan melaporkan pajaknya. Sering kali mereka dihadapkan dengan keterbatasan informasi mengenai perubahan tersebut sehingga tidak sedikit yang akhirnya mendapat teguran dari Dirjen Pajak Direktorat Jenderal Pajak karena tidak mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat itu. Dikarenakan Indonesia menganut sistem Self Assessment , hal ini memaksa Wajib Pajak untuk selalu aktif mencari informasi-informasi perpajakan yang terbaru, terutama yang berkaitan dengan kegiatan usahanya. Namun, tindakan Wajib Pajak tersebut kurang effektif jika tidak dibarengi dengan kebijakan Direktorat Jenderal Pajak dalam mensosialisasikan setiap informasi yang dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini patut diperhatikan karena tidak semua Wajib Pajak mengerti peraturan perpajakan tanpa adanya penjelasan dari Direktorat Jenderal Pajak, sehingga dapat mencegah timbulnya kesalah-pahaman antara Wajib Pajak dengan Fiskus. Di dalam melaksanakan sistem Self Assessment, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan seperti memberikan penyuluhan perpajakan tax dissessmination, pelayanan perpajakan tax service, dan pengawasan perpajakan law enforcement . Hal tersebut harus dapat dilaksanakan secara optimal agar tercipta kepatuhan sukarela voluntary compliance Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan haknya di bidang perpajakan. Penyuluhan perpajakan perlu dilakukan untuk mmberikan penjelasan mengenai tata cara pelaksanaan sistem Self Assessment ini, karena tidak satu pasal pun dalam undang-undang perpajakan yang menjelaskan apa yang dimaksud dengan sistem Self Assessment kecuali di dalam penjelasan atas undang-undang R.I No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang berbunyi, Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah: a Bahwa pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. b Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang digariskan dalam peraturan perundang- undangan perpajakan; c Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang terutang Self Assessment, sehingga melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib Pajak. Dari penjelasan tersebut diharapkan Wajib Pajak lebih memahami kewajiban perpajakannya,namun apakah sistem Self Assessment tersebut telah memenuhi kebutuhan Wajib Pajak dan Fiskus, dimana sistem tersebut harus dapat mengefisiensikan administrasi pajak yaitu tidak menyulitkan pemerintah dalam memungut pajak dan memudahkan Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya. Menurut Fritz Neumark, kemudahan dalam melakukan administrasi tercermin jika memenuhi empat syarat sebagai berikut: a The requirement of clarity, yaitu dalam proses pemungutan pajak terdapat kejelasan, antara lain menyangkut kejelasan mengenai subjek, objek, tarif, kapan pajak harus dibayar, di mana harus dibayar, hak-hak Wajib Pajak, sanksi hukum bagi Wajib Pajak maupun bagi pejabat pajak kursif-pen dan sebagainya. b The requirement of continuity, yaitu menyangkut perlunya kesinambungan kebijaksanaan, karena peraturan perundang-undangan kemungkinan dapat berubah-ubah dan bervariasi, tapi tetap dalam kerangka kebijakan umum perpajakan. c The requirement of economy, yaitu menghendaki agar organisasi dan administrasi pajak fiskus dilaksanakan seefisien mungkin, karena biaya dan tenaga yang dikorbankan untuk pemungutan pajak harus seimbang, dalam hal efisiensi itu bukan hanya dari segi fiskus, tapi juga dari segi Wajib Pajak. d The requirement of convinience, yaitu menghendaki supaya dalam melaksanakan kewajiban perpajakan Wajib Pajak merasa senang, maksudnya tidak merasa tertekan, merasa diburu atas kewajiban membayar pajak. Misalnya, merasa senang karena dapat mencicil hutang pajak atau merasa senang karena tidak dipersulit dalam memperoleh kembali kelebihan membayar pajak. Pelayanan di bidang perpajakan dilakukan untuk memberikan kenyamanan, keamanan dan kepastian bagi Wajib Pajak di dalam pemenuhan kewajiban dan haknya di bidang perpajakan. Sistem Self Assessment bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Namun system ini juga membuka adanya kemungkinan penyimpangan dari Wajib Pajak untuk tidak melaporkan kewajiban perpajakannya dengan benar. Direktorat Jendral pajak sebagai instansi yang diberi wewenang untuk menerapkan kebijakan dalam rangka mengawasi dan menjaga penerimaan pajak wajib untuk melakukan berbagai tindakan agar system Self Assessment berjalan dengan baik. Dalam rangka pengawasan terhadap kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan system self assessment, Dirjen Pajak melakukan dua fungsi utama : 1 Fungsi pemeriksaaan audit function yang ditujukan untuk memantau dan mengawasi kepatuhan Wajib Pajak agar melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 2 Fungsi pemungutan atau penagihan colection function yang ditujukan unuk meneliti dan mencatat pembayaran pajak, meneliti bahwa semua pelaporan Wajib Pajak telah diikuti dengan pelunasan pajak yang terutang, baik sebagian maupun keseluruhan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Untuk meyakinkan sistem Self Assessment dilaksanakan dengan baik, perlu dilakukan pengawasan Law enforcement dalam pelaksanaannya. Peran pengawasan ini dilakukan oleh Fiskus dalam bentuk pemeriksaan tax audit dengan maksud menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, kemudian penyidikan pajak tax investigation dan terakhir berupa penagihan pajak tax collection. Pemeriksaan dalam fungsinya merupakan salah satu alat yang diperlukan dalam melaksanakan manajemen perpajakan. Khususnya dalam Self Assessment system ada ketentuan bahwa pelaporan Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak SPT harus dianggap benar, kecuali dapat dibuktikan terjadinya kesalahan. Pembuktian tersebut dilakukan melalui serangkaian kegiatan penelitian dan pemeriksaan. Pada prinsipnya pemeriksaan merupakan kegiatan mengumpulkan buktibahan-bahan untuk dijadikan dasar menerbitkan Surat Ketetapan dan tujuan lain yang berkaitan dengan administrasi pajak. Kecuali pemeriksaan tersebut merupakan kegiatan rutin yang bukan insidental. Penyidikan pajak dilakukan sebagai salah satu upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk menindak Wajib Pajak yang telah melakukan tindakan pidana dalam bidang perpajakan. Menurut undang-undang perpajakan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, disebutkan terjadinya tindakan pidana dalam perpajakan apabila Wajib Pajak melakukan hal-hal seperti alpa, sengaja, percobaan dan pengulangan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan penyidikan untuk mencari dan mengumpilkan bukti serta memperjelas tindak pidana pajak yang telah dilakukan Wajib Pajak. Penagihan pajak dilakukan apabila terdapat selisih perhitungan pajak terutang dalam SPT yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dengan perhitungan menurut Fiskus sehingga timbul pajak terutang kurang bayar. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB untuk Wajib Pajak yang bersangkutan. Penagihan pajak juga dilakukan atas sanksi admnistrasi pajak berupa bunga dan denda yang timbul akibat kelalaian Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, yang belum dilunasi Wajib Pajak yang bersangkutan. Dalam praktiknya, sistem Self Assessment ini masih terbentur dengan beberapa kendala, diantaranya sebagai berikut: 1 Kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat untuk menghitungmemperhitungkan, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri masih diragukan kebenarannya,oleh karena itu dapat menimbulkan terjadinya penyeludupan pajak karena yang mengetahui kebenaran SPT yang dilaporkan Wajib Pajak hanya ia sendiri. 2 Masih banyaknya Wajib Pajak yang kesulitan untuk menghitungmemperhitungkan pajak yang terutang, karena di dalam undang-undang tidak dijelaskan secara terinci bagaimana menghitung pajak terutang untuk berbagai jenis usaha, sehingga banyak perusahaan yang akhirnya melakukan kesalahan dalam menghitung pajak terutangnya. Lain halnya ketika Wajib Pajak harus melakukan rekonsiliasi laporan keuangan komersial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan menjadi laporan keuangan fiskal. Seperti yang dilakukan di Belanda, dimana laporan keuangan fiskal merupakan by product dari akuntansi komersial. 3 Kendala juga tidak terjadi di pihak Wajib Pajak, di pihak fiskus juga terjadi masalah yaitu terbatasnya akses data Wajib Pajak yang dimiliki oleh pihak ketiga sehingga mempersulit Direktorat Jenderal Pajak untuk mendeteksi kebenaran isi SPT yang dilaporkan Wajib Pajak. Sehingga pengawasan tidak dapat dilakukan secara optimal. Sejauh ini pelaksanaan sistem Self Assessment masih dipertahankan sesuai dengan yang tertera di dalam peraturan perundang-undangan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No.28 tahun 2007. Perubahan undang-undang yang terakhir ini sudah lebih banyak menunjukkan perkembangannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Fasilitas pelayanan pun sudah ditingkatkan dengan adanya modernisasi di kantor-kantor pelayanan pajak sehingga lebih memudahkan akses Wajib Pajak untuk mencari informasi perpajakan terkini, dan Wajib Pajak yang memilki mobilitas tinggi. Untuk menilai kinerja sistem pemungutan pajak ini, diperlukan beberapa alat ukur, menurut penelitian Gunawan Setiyaji dan Hidayat Amir, diantaranya : 1 Penerimaan pajak 2 Tax ratio tax coverage ratio dan tax buoyancy ratio 3 Jumlah pertambahan Wajib Pajak 4 Tingkat kepatuhan Wajib Pajak voluntary compliance

d. Kewajiban Wajib Pajak

Dokumen yang terkait

Praktik Kerja Lapangan Mandiri Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

0 42 64

Analisis Data Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Dalam Melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia

3 68 66

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

2 44 65

Mekanisme Perekaman Data Informasi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai

0 65 63

Pelaksanaan Pengawasan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat

0 43 43

Analisis Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Atas Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Secara E-Filing Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.

3 123 80

Pelaksanaan Pemeriksaan Surat Pemberitahuan (Spt) Tahunan Pada Seksi Pph Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota

1 45 64

Pelaksanaan Penyuluhan Dalam Upaya Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Untuk Memenuhi Kewajiban Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah

1 37 33

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG - Dampak Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota)

0 1 71

Dampak Pelaksanaan Sosialisasi Perpajakan Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Pada Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota)

0 0 14