Sejarah Terbentuknya KKT Lisung Kiwari

V. GAMBARAN UMUM KKT LISUNG KIWARI

5.1. Sejarah Terbentuknya KKT Lisung Kiwari

Koperasi Kelompok Tani KKT Lisung Kiwari berdiri pada tahun 2003. Namun KKT Lisung Kiwari baru berbadan hukum pada tahun 2005 dengan nomor 51803 BHKPTSKANKOP 2005. Pembentukan KKT Lisung Kiwari didasari oleh adanya inisiatif dari sebagian anggota kelompok tani. Pada awalnya di Desa Ciburuy terdapat satu kelompok tani yaitu kelompok tani Silih Asih yang sudah berdiri sejak 1972. Mayoritas anggota dari kelompok tani Silih Asih adalah petani padi yang bertempat tinggal di Desa Ciburuy. Karena terlalu banyak anggotanya dan agar lebih efektif, maka kelompok tani Silih Asih dipecah menjadi 11 kelompok tani yaitu kelompok tani Silih Asih 1, kelompok tani Silih Asih 2, kelompok tani Tunas Inti, kelompok tani Manunggal Jaya, kelompok tani Saung Kuring, kelompok tani Lisung Kiwari, kelompok tani Harapan Maju, kelompok tani Silih Asih Fish Farm, kelompok tani Bilibintik, kelompok tani Motekar, dan kelompok tani Sayur Saluyu. Setelah kelompok tani tersebut dipecah, ketua kelompok tani Silih Asih yaitu H.A. Zakaria merasa perlu menghubungkan ke-11 kelompok tani tersebut dalam suatu wadah agar komunikasi antar kelompok tani tersebut tetap terjaga. Oleh sebab itu, dibentuklah gapoktan. Pembentukan gapoktan Silih Asih ini diharapkan dapat menumbuhkembangkan kerjasama antar petani padi dalam mengembangkan usahanya. Selain itu karena dilatarbelakangi oleh lemahnya akses petani terhadap lembaga layanan usaha seperti lembaga keuangan, lembaga sarana produksi pertanian, dan lembaga-lembaga lainnya dalam kegiatan pertanian. Kepemilikan lahan pertanian setiap petani juga sangat kecil yaitu sekitar 5000 m 2 setiap orangnya. Maka dengan adanya gapoktan Silih Asih ini diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar petani dan meningkatkan pendapatan petani. Kegiatan sehari-hari kelompok tani dan juga gapoktan tidak terlepas dari peran PPL Penyuluh Pertanian Lapangan di Desa Ciburuy. PPL sangat berperan dalam membantu para petani khususnya dalam kegiatan usahatani mengenai teknik bercocok tanam yang sesuai, konsultasi mengenai masalah-masalah pertanian, mengajarkan manajerial dalam bertani, dan kewirausahaan petani. Salah satu PPL yang sudah mengabdikan dirinya untuk Desa Ciburuy adalah Bpk Edi Darma. Adanya gapoktan membawa manfaat bagi perkembangan pertanian yang ada di Desa Ciburuy. Melalui gapoktan semua kelompok tani dapat bersatu dalam suatu wadah sehingga memudahkan pertukaran informasi. Selain itu, banyak program-program yang berasal dari pemerintah yang diperuntukkan bagi gapoktan yang tentunya dapat berperan dalam kemajuan pertanian yang ada di Desa Ciburuy. Seperti pada tahun 2003 terdapat program untuk gapoktan yang berasal dari Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Bogor agar membentuk lumbung pangan desa. Kegiatan utama dari program ini lebih difokuskan pada bagaimana pengurus dapat mengoptimalkan cara pengelolaan tabungan gabah anggota kelompok, tidak saja sebagai cadangan pangan untuk masa paceklik akan tetapi tabungan gabah dapat menjadi permodalan bagi perkembangnya usaha tani lebih lanjut. Pada prakteknya program lumbung pangan ini juga mengharuskan adanya kelengkapan administrasi. Setelah dirundingkan dengan beberapa anggota gapoktan dan petugas PPL saat itu Bpk Edi Darma serta adanya keinginan dari beberapa anggota agar lumbung pangan dapat menjadi suatu organisasi yang dapat menangani seluruh hasil panen petani. Beberapa anggota juga mengusulkan dibentuknya suatu lembaga ekonomi yang komplementer dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani padi. Perkembangan kegiatan usaha tersebut diiringi dengan kesadaran dari masing-masing anggota bahwa nilai tambah ekonomi dalam kegiatan ekonomi pertanian tidak dapat dilakukan secara individu namun dibutuhkan suatu kerjasama seperti dalam hal perdagangan, dan pengangkutan. Keinginan anggota tersebut mengarah pada kelembagaan koperasi sebagai wahana petani dan masyarakat dalam meningkatkan kinerja kegiatan produktifnya. Maka tercetuslah rencana untuk mendirikan koperasi yang kemudian diberi nama KKT Lisung Kiwari. Walaupun pada awalnya cikal bakal pembentukan KKT Lisung Kiwari berasal dari program lumbung pangan namun terdapat pula keinginan dari petani yang merupakan anggota gapoktan untuk mendirikan suatu organisasi yang nantinya dapat membantu petani dalam menampung hasil pertaniannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembentukan KKT Lisung Kiwari ini memang didasarkan atas keinginan dan kebutuhan anggota. Arah pengembangan KKT Lisung Kiwari adalah pengembangan koperasi agribisnis dengan core business satu komoditi yaitu padi. Hal ini ditujukan agar koperasi dapat fokus untuk memajukan usaha anggotanya dalam hal ini adalah petani padi. KKT Lisung Kiwari juga dikembangkan pada sub sistem agribisnis hulu dan sub sistem agribisnis hilir. Pada agribisnis hulu KKT Lisung Kiwari menangani penanganan pupuk dan perbenihan. Sedangkan pada agribisnis hilir KKT Lisung Kiwari membantu anggota dalam penggilingan padi dan pemasaran beras. Sehingga bila awalnya perdagangan beras ditangani oleh BULOG maka dengan adanya koperasi kegiatan pemasaran beras bisa dilakukan sendiri oleh koperasi milik petani padi. Melalui integrasi vertikal, KKT Lisung Kiwari dapat melakukan penekanan biaya baik yang berhubungan pada proses produksi, penjualan ataupun pembelian serta dapat mengurangi biaya transaksi. Integrasi vertikal dapat memperkecil risiko dan meningkatkan efisiensi kegiatan usaha koperasi Hendar Kusnadi 1999. Karena koperasi bergerak pada sub sistem agribisnis hulu dan hilir, maka risiko kekurangan bahan baku pada bagian hilir dan pemasaran bahan baku pada bagian hulu akan mudah untuk direduksi. Sehingga adanya integrasi vertikal ini dapat memperlancar proses produksi dan mengurangi risiko ketidakpastian dalam pengadaan dan pemasaran hasil produksi petani anggota. Pada awal pendiriannya, anggota dari KKT Lisung Kiwari hanya 20 orang. Sedangkan anggota gapoktan lainnya belum berminat untuk menjadi anggota KKT Lisung Kiwari. Setelah melihat adanya perubahan dari petani yang menjadi anggota KKT Lisung Kiwari khususnya dalam kepastian penjualan gabah. Dimana gabah hasil produksi dari petani anggota ditampung oleh koperasi untuk selanjutnya dipasarkan melalui koperasi dengan menggunakan merk “Beras SAE”. Adanya kondisi seperti itu menyebabkan petani yang belum menjadi anggota koperasi tertarik untuk bergabung. Apalagi harga gabah yang ditawarkan oleh koperasi lebih tinggi bila dibandingkan dengan harga yang ditawarkan oleh tengkulak. Dalam perjalanannya, KKT Lisung Kiwari juga mengalami pasang surut. Walaupun jumlah anggotanya sudah banyak, namun sulit sekali untuk menanamkan bahwa koperasi itu milik anggota. Banyak anggota yang beranggapan bahwa koperasi itu milik ketua koperasi. Padahal kenyataannya anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi pada koperasi. Apalagi anggota mempunyai dua identitas yaitu sebagai pemilik dan pelanggan. Untuk menghilangkan anggapan itu saja dibutuhkan waktu sekitar tiga sampai empat tahun. Permodalan KKT Lisung Kiwari selain berasal dari modal sendiri juga ada yang berasal dari luar. Pada awal berdiri KKT Lisung Kiwari mendapatkan bantuan lunak sebesar Rp 20.000.000 dan terdapat pula pinjaman dari Dinas Koperasi Kabupaten Bogor dalam Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan Usaha Mikro P3KUM sebesar Rp 100.000.000 yang digunakan khusus untuk simpan pinjam. Hal ini merupakan salah satu bentuk dukungan dari Kementrian Negara Koperasi dan UKM melalui Dinas Koperasi Kabupaten Bogor untuk memajukan masyarakat sekitar khususnya yang menjadi anggota koperasi agar terbantu dalam permodalan usahanya. Menurut Krisnamurthi 2010 selama ini permodalan kelompok tanigapoktan dibebankan kepada anggaran pemerintah melalui Kementrian Pertanian baik melalui mekanisme Penguatan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP, Bantuan Langsung Mandiri BLM, Desa Mandiri Pangan dan lain sebagainya. Maka dengan adanya KKT Lisung Kiwari ini walaupun terdapat modal yang berasal dari luar, diharapkan anggota dapat mengelola modal tersebut dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan para petani anggota. Adanya KKT Lisung Kiwari juga akan memudahkan petani anggota dalam menjual produknya. Seperti saat ini, KKT Lisung Kiwari mengadakan kemitraan dengan Dompet Dhuafa dalam hal pemasaran beras SAE. Adanya kemitraan tersebut menguntungkan anggota karena adanya kepastian pasar yang menampung produknya serta harga pembelian yang relatif stabil dengan kontrak kerja yang jelas. Adapun pengembangan kelompok tani sehingga menjadi koperasi dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 . Perubahan Kelompok Tani Menjadi Sebuah Koperasi Melalui kerjasama antar anggota dan pengurusnya, KKT Lisung Kiwari mampu menjadi koperasi yang tangguh. Hal ini dapat terlihat dengan berbagai macam prestasi yang sudah diperoleh KKT Lisung seperti juara pertama pengelolaan LUEP Lembaga Usaha Ekonomi Desa tingkat Kabupaten Bogor tahun 2006, juara pertama pemberdayaan masyarakat petani padi tingkat provinsi tahun 2007, dan juara pertama pengelola DPM- LUEP Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan tingkat nasional pada tahun 2007. Pada tahun 2010 KKT Lisung Kiwari juga mendapatkan akreditasi A dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bogor.

5.2. Lokasi dan Tata Letak KKT Lisung Kiwari