Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (Traditional Medicine) Masyarakat Urban Cengkareng, Jakarta Barat, Tahun 2014

(1)

TRADISIONAL (TRADITIONAL MEDICATION) MASYARAKAT

URBAN CENGKARENG

JAKARTA BARAT TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

oleh: Supriadi 1110101000073

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435 H / 2014 M


(2)

(3)

(4)

iii

Nama lengkap : Supriadi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 22 Agustus 1992

Warganegara : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jalan Pedongkelan Belakang No. 7, RT 010/13, Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, 11720

Telepon : +628210579282 / +618561604670

Email : suprihadimulyono@gmail.com

Pendidikan Formal:

1. SDN Cengkareng Timur 17 Pagi (1998-2004) 2. SMP Negeri 248 Jakarta (2004-2007)

3. SMA Negeri 33 Jakarta (2007-2010)

4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Promosi Kesehatan (2010-2014)


(5)

(6)

(7)

iv Supriadi, NIM: 1110101000073

Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (Traditional Medicine) Masyarakat Cengkareng, Jakarta Barat, Tahun 2014 (XX + 140 halaman, 38 tabel, 2 bagan, 20 lampiran)

Abstrak

Pelayanan kesehatan tradisional mengalami peningkatan peminat pada sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat urban setelah tahun 1999. Pelayanan kesehatan tradisional yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) dapat meningkatkan taraf kehidupan, baik secara ekonomi maupun kesehatan masyarakat lokal. Sebagai upaya promotif dan preventif dalam bidang kesehatan, diperlukan identifikasi terkait dengan faktor – faktor yang mendorong masyarakat dalam memilih pelayanan kesehatan tradisional. Sehingga faktor – faktor yang mendorong ini dapat digunakan sebagai dasar dibuatnya program kesehatan dalam upaya promotif dan preventif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor: predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan pelayanan kesehatan, nilai tentang sehat dan sakit, sikap terhadap pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan; pendukung (asuransi kesehatan, dan tarif pelayanan kesehatan); dan kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan tradisional masyarakat. Instrumen penelitian ini terdiri dari 99 pertanyaan untuk menggali informasi dari responden.

Berdasarkan hasil uji statistik, dari 16 karakteristik masyarakat, 10 memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional pada masyarakat Cengkareng dan 6 karakteristik tidak memiliki hubungan yang signifikan.

Saran dari hasil penelitian ini, yaitu: untuk program promosi kesehatan, berdasarkan identifikasi faktor perilaku penggunaan pelayanan kesehatan tradisional pada penelitian ini diharapkan data yang ada dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar menentukan langkah – langkah yang harus dilakukan untuk melakukan program promosi kesehatan pelayanan kesehatan tradisional. Pengintegrasian antara pelayanan kesehatan modern dan tradisional, sebaiknya diperhatikan dengan baik dalam hal sosialisasi dan komunikasi ke pasien.

Kata kunci: pelayanan kesehatan tradisional, perilaku pencarian kesehatan, Cengkareng


(8)

v HEALTH PROMOTION

Undergraduate Thesis, 30th November 2014 Supriadi, NIM: 1110101000073

(XX + 140 pages, 38 tables, 2 charts, 20 attachments)

The Behavior Determinants of Health Seeking for Traditional Medication in Urban Society at Cengkareng, West Jakarta Year 2014

Abstract

Traditional medicine increased interested people in most of society especially the urban after 1999.Traditional health service which is based the local can improve life both economically and community health local. As promotional efforts and preventive in the field of health required identification associated with factors that encouraged the community in choosing traditional health service. So

that encourage factors this can be used as the basis for the formulation of the health program in promotional efforts and preventive.

This research aims to know whether: predisposing (age, sex, marital status, education, occupation, family size, ethnicity, religion, home health services with distance, values concerning health and illness, attitudes toward health services, knowledge about disease; enabling (health insurance and cost of health services ; and the needs (subjective views on the disease ever experienced and the state of disease experienced in accordance with medical diagnosis) would have a relationship with the traditional behavior the search of health services. An instrument consisting of the 99 questions this research to obtain information from the respondents.

Based on the statistical test, of 16 people characteristics, 10 have a significant relation to the behavior of the use of traditional medicine at Cengkareng and 6 characteristics of having no significant relationship.

Advice from the results of this research namely: to promotional programs health factor based on behavior identification of the use of traditional health service on research is expected existing data in this research can be used as a basis determining step which is must be done to do program promotion of health traditional health service. The integration between health services modern and traditional should be noted with both in terms of socialization and communication to patients.


(9)

vi

Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan kehadirat Allah SWT, Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah - Nya jualah maka penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (Health Seeking Behavior of Traditional Medicine) Masyarakat Cengkareng, Jakarta Barat, 2014”.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia ke pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha luas.

Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Keluarga tercinta, Sarwin Hadi Mulyono, Warsi, Widiastuti, Ristanto, Rustiana, Rismawan yang selalu turut memberikan doa dan restu serta dukungan yang diberikan tanpa mengenal batas waktu hingga akhirnya penulis mampu mencapai pendidikan di jenjang universitas.

2. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.

3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D sebagai Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat.

4. Ibu Dewi. A. Utami, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat.

5. Bapak Dr. M. Farid Hamzens dan Ibu Raihana Nadra Alkaff, M. MA selaku pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan serta motivasi dan doa kepada penulis agar senantiasa berupaya maksimal dalam penyelesaian laporan magang maupun kompetensi.


(10)

vii

7. Segenap bapak / ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan mahasiswa pada umumnya.

8. Teman - teman Peminatan Promosi Kesehatan 2010 yang selalu mendukung penulis Icha, Prima, Siva, Ayu, Richo, Randika, Sari, Alul, Ilmi, Dita, Yuli, Nita, Fury, dan Hervina.

9. Sahabat terbaik Agung, Misyka, Angga, Seno, Eliza, Bayti, Iqbal, Anis, Prima serta teman-teman Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 untuk semangat yang diberikan.

10.Sahabat dan teman - teman penulis yang sudah memotivasi dan mendukung penyusunan skripsi ini.

11.Tempat pengobatan tradisional dan responden yang terlibat dalam penelitian ini.

12.Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan doanya untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi.

Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap, semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang.

Semoga skripsi ini dapat mendatangkan manfaat kepada penulis khususnya, dan kepada seluruh pembaca secara keseluruhan.

Jakarta, Desember 2014 Penulis


(11)

viii

Lembar Pernyataan……….. i

Lembar Pernyataan Pembimbing………. ii

Daftar Riwayat Hidup……… iii

Abstrak……… iv

Kata Pengantar………. vi

Daftar Isi……….. viii

Daftar Tabel……… xvi

Daftar Bagan……….. xx

BAB I……….1

Pendahuluan………. 1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Rumusan Masalah……… 7

1.3. Pertanyaan Penelitian……… 7

1.4. Tujuan……… 9

1.4.1. Tujuan Umum………. 9

1.4.2. Tujuan Khusus……… 9


(12)

ix

BAB II……….. 12

Tinjauan Pustaka……… 12

2.1. Sistem Pengobatan ………...……… 12

2.2. Pengobatan Tradisional………. 12

2.2.1. Definisi………. 12

2.2.2. Jenis Pengobatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer……… 15

2.2.2.1. Obat Herbal………. 16

2.2.2.2. Pijat Tradisional……….. 17

2.2.2.3. Akupunktur………. 23

2.2.2.4. Akupressur……….. 25

2.3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……….. 25

2.4. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan……….. 26

2.4.1. Definisi Perilaku………... 26

2.4.2. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Berdasarkan Model Andersen……….. 29

2.5. Kerangka Teori……….. 35


(13)

x

3.1. Kerangka Konsep……… 36

3.2. Definisi Operasional………. 39

3.3. Hipotesis………. 42

BAB IV……….. 43

Metodologi Penelitian……… 43

4.1. Desain Penelitian……… 43

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 43

4.3. Populasi dan Sampel……… 43

4.3.1. Populasi Penelitian……… 43

4.3.2. Sampel Penelitian……… 44

4.4. Instrumen Penelitian……… 46

4.5. Uji Validitas dan Realibitas……… 47

4.5.1. Uji Validitas………. 47

4.5.2. Uji Reliabilitas……… 49

4.6. Cara Pengambilan Data………. 50

4.7. Pengolahan Data……….. 51


(14)

xi

Hasil Penelitian………. 54

5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian……… 54

5.2. Analisis Univariat Variabel Dependen………..54

5.2.1. Gambaran Perilaku Masyarakat dalam Menggunakan Pelayanan Kesehatan Tradisional……… 54

5.3. Analisis Univariat Variabel Independen……… 55

5.3.1. Gambaran Usia Responden di Wilayah Cengkareng……… 55

5.3.2. Gambaran Jenis Kelamin Responden di Wilayah Cengkareng……….. 56

5.3.3. Gambaran Status Pernikahan Responden di Wilayah Cengkareng………. 57

5.3.4. Gambaran Tingkat Pendidikan Responden di Wilayah Cengkareng…………. 59

5.3.5. Gambaran Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan/Pengobatan Tradisional…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………..…………..…… 60

5.3.6. Gambaran Pekerjaan Responden di Wilayah Cengkareng…………..……… 62

5.3.7. Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Responden di Wilayah Cengkareng.. 65

5.3.8. Gambaran Suku/Etnis Responden di Wilayah Cengkareng…………..……….. 66

5.3.9. Gambaran Agama Responden di Wilayah Cengkareng…………..……….. 69

5.3.10. Gambaran Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan Tradisional Responden di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………..…………..……… 71


(15)

xii

5.3.12. Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………..…………..……… 74

5.3.13. Gambaran Kepemilikan Asuransi atau Jaminan Kesehatan Responden di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..…………..…………..……… 76

5.3.14. Gambaran Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional Bagi Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..………. 77

5.3.15. Gambaran Pandangan Subjektif Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..………. 79

5.3.16. Gambaran Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng…………..…………..…………..…………..……… 81

5.4. Analisis Bivariat Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen…………..……… 83

5.4.1. Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Perilaku Pengobatan

Tradisional…..…………..……….… 83

5.4.2. Hubungan Faktor Pendukung Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional

…………..…………..…………..…………..…………..…………..………..…… 84

5.4.3. Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap Perilaku Pengobatan Tradisional

………..…………..…………..…………..…………..…. 85

BAB VI…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………..………..…………. 86


(16)

xiii

6.2. Faktor Predisposisi Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..… 86

6.2.1. Usia…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………..……… 87

6.2.2. Jenis Kelamin…………..…………..………..…………..………..…………..………..…… 89

6.2.3. Status Pernikahan…………..…………..………..…………..………..…………..……… 91

6.2.4. Tingkat Pendidikan…………..…………..………..…………..………..…………..……….. 93

6.2.5. Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan…………..…………..………..………… 95

6.2.6. Pekerjaan…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………. 96

6.2.7. Jumlah Anggota Keluarga…………..…………..………..…………..………..………….. 97

6.2.8. Suku/Etnis…………..…………..………..…………..………..…………..………..………… 99

6.2.9. Agama…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………..….. 101

6.2.10. Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..……….. 102

6.2.11. Penilaian Tentang Sehat dan Sakit…………..…………..………..…………..………. 103

6.2.12. Sikap…………..…………..………..…………..………..…………..………..…………..…….. 104

6.3. Faktor Pendukung Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..….. 105

6.3.1. Asuransi atau Jaminan Kesehatan…………..…………..………..…………..……….. 105

6.3.2. Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..………..…………..…….. 107


(17)

xiv

6.4.2. Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis dan Melakukan Pengobatan

dengan Pelayanan Kesehatan Tradisional…………..…………..………..…………..… 108

BAB VII……..………..………….……..………..………….……..………..………….……..………..……….. 111

Kesimpulan dan Saran……..………..………….……..………..………….……..………..………….……..… 111

7.1. Kesimpulan……..………..………….……..………..………….……..………..………….……..……… 111

7.2. Saran……..………..………….……..………..………….……..………..………….……..………..…. 118


(18)

xvi

Tabel 4.1. Jumlah Sampel……….……….. 45 Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Cengkareng……….………. 45 Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Masyarakat dalam Penggunaan Pengobatan Tradisional di Wilayah Cengkareng………..……….……… 54

Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Usia Masyarakat di Wilayah

Cengkareng……….………. 55

Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Masyarakat di Wilayah

Cengkareng……….……….……….. 56

Tabel 5.4. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pernikahan Masyarakat di Wilayah

Cengkareng……….……….………. 57

Tabel 5.5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Masyarakat di Wilayah

Cengkareng……….……….………. 59

Tabel 5.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……….. 60

Tabel 5.7. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Masyarakat di Wilayah

Cengkareng……….……….……….. 62

Tabel 5.8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Masyarakat di

Wilayah Cengkareng……….……….…… 65

Tabel 5.9. Distribusi Responden Berdasarkan Suku/Etnis Asal Keluarga Masyarakat di

Wilayah Cengkareng……….……….…… 66

Tabel 5.10. Distribusi Responden Berdasarkan Agama yang Dianut Masyarakat di Wilayah

Cengkareng……….……….………. 69

Tabel 5.11. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Rumah ke Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……… 71


(19)

xvii

Tabel 5.13. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……….. 74

Tabel 5.14. Distribusi Responden Berdasarkan Kepemilikan Asuransi atau Jaminan

Kesehatan Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……….. 76

Tabel 5.15. Distribusi Responden Berdasarkan Tarif Pelayanan Kesehatan Tradisional Bagi Responden Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng……….……… 77

Tabel 5.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pandangan Subjektif Responden

Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Tradisional Pada Masyarakat

di Wilayah Cengkareng……….……….. 79

Tabel 5.17. Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Penyakit dengan Diagnosis Medis Responden Terhadap Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah

Cengkareng ……….……….……….. 81

Tabel 5.18. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Predisposisi Terhadap

Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng ………….. 83 Tabel 5.19. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Pendukung Terhadap

Pemanfaatan Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat di Wilayah Cengkareng ………….. 84 Tabel 5.20. P Value Variabel – Variabel Hubungan Faktor Kebutuhan Terhadap


(20)

xx

Utilization by Ronald Andersen and John F. Newman (2005) ……… 35


(21)

1 1.1. Latar Belakang

Pengobatan tradisional mengalami peningkatan peminat pada sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat urban setelah tahun 1999. Indonesia memiliki kekayaan suku budaya tradisional termasuk dibidang pengobatan tradisional dari Sabang sampai Merauke. Pengobatan tradisional yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) dapat meningkatkan taraf kehidupan, baik secara ekonomi maupun kesehatan masyarakat lokal. (WHO, 2010). Jika masyarakat mampu memanfaatkan pengobatan tradisional maka akses masyarakat terhadap pengobatan pada saat mengalami gangguan kesehatan semakin mudah karena disesuaikan dengan kemampuan daerah atau lokal untuk menangani masalah kesehatan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Menteri Kesehatan Republik Indonesia, pengobatan tradisional di Indonesia diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu: keterampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural. Dari beberapa jenis pengobatan tradisional tersebut, terdapat praktek – praktek yang berbasis keterampilan, ramuan, pendekatan agama dan supranatural yang mulai banyak muncul di lingkungan masyarakat. (Kementerian Kesehatan, 2003)

Pengobatan tradisional telah berkembang pesat di seluruh dunia. Berdasarkan data World Health Organization pada tahun 2002, 75%


(22)

penduduk Perancis menggunakan pengobatan alternatif, 77% klinik terapi di Jerman menggunakan akupuntur, 95% rumah sakit di China memiliki klinik pengobatan tradisional dan 70% penduduk India menggunakan obat tradisional untuk pengobatannya. Di Belanda dan Inggris masing – masing sekitar 60%, dan 74%, penduduk menggunakan pengobatan tradisional. Presentasi penduduk yang menggunakan pengobatan alternatif dan komplementer di Canada, Amerika, dan Belgia berkisar 70%, 42%, dan 38% (WHO, 2002).

Kondisi Pengobatan tradisional di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 cakupan Pengobatan kesehatan sudah mencakup 53,6% Kabupaten/Kota dari 416 Kabupaten/Kota di Indonesia (223 Kabupaten/Kota). Dari cakupan wilayah tersebut, Puskesmas yang sudah menyelenggarakan Pengobatan tradisional sudah mencapai 793 Puskesmas dari 9671 mencakup akupuntur dan akupresur (Kementerian Kesehatan, 2013). Salah satu Puskesmas yang menyelenggarakan pengobatan tradisional adalah Puskesmas Cengkareng. Dimana pada salah satu layanannya terdapat akupunktur.

Perkembangan pengobatan tradisional mendapat perhatian serius dari berbagai negara. Dari hasil kesepakatan pertemuan World Health Organization (WHO) dalam acara Congress on Traditional Medicine di Beijing pada bulan November 2008 disebutkan bahwa Pengobatan tradisional yang aman dan bermanfaat dapat diintegrasikan ke dalam sistem Pengobatan konvensional. Dari pertemuan WHO pada tahun 2008 disebutkan dalam salah satu resolusinya, yaitu: mendorong negara – negara anggotanya agar


(23)

mengembangkan Pengobatan tradisional di negara masing - masing sesuai dengan kondisi setempat (WHO, 2010).

Kedudukan pengobatan tradisional di Indonesia berdasarkan Undang – Undang (UU) Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ditetapkan sebagai salah satu penyelenggara upaya kesehatan. Praktik Pengobatan tradisional berdasarkan UU tersebut dibina dan diawasi oleh pemerintah langsung agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.

Dengan adanya pergeseran pola penyakit yang terjadi di Indonesia dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, pemanfaatan Pengobatan tradisional dapat menjadi rujukan bagi masyarakat untuk mengatasi keterbatasan akses Pengobatan konvensional. Pengobatan tradisional telah diakui keberadaannya sejak dahulu kala dan dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Sampai saat ini Pengobatan tradisional terus berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi disertai dengan peningkatan pemanfaatannya oleh masyarakat. Hal ini sebagai imbas dari semangat untuk kembali menggunakan hal – hal yang bersifat alamiah atau dikenal dengan istilah “back to nature” (Kementerian Kesehatan, 2010).

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001, 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri. Dimana dari jumlah tersebut, 31,7% menggunakan obat tradisional (jamu dan ramuan tradisional), 9,8% menggunakan pengobatan tradisional dan 16,1% mendiamkan


(24)

gangguan kesehatannya hingga sembuh dengan sendirinya. Lalu pada tahun 2004 penduduk Indonesia yang melakukan pengobatan sendiri meningkat menjadi 72,44% dimana 32,87% menggunakan pengobatan tradisional.

Di DKI Jakarta terdapat 306 tempat pengobatan tradisional (Yellow Pages, 2014). Jumlah ini didapatkan berdasarkan data nomor telepon tempat pengobatan tradisional di Jakarta. Jumlah tersebut cukup banyak, mengingat jumlah rumah sakit di Jakarta ada 155 rumah sakit, diantaranya 32 rumah sakit publik milik pemerintah, 54 rumah sakit publik milik swasta (nonprofit), 64 rumah sakit privat milik swasta, dan 5 rumah sakit privat milik Badan Usaha Milik Negara (Kementerian Kesehatan, 2014). Menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Kementrian Kesehatan, jumlah pengobat tradisional di Indonesia yang tercatat cukup banyak, yaitu 280.000 pengobat dengan 30 keahlian/spesialisasi (Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat Makassar, 2013).

Pengobatan tradisional memiliki banyak manfaat positif namun disamping efek positif pengobatan tradisional, ada beberapa kasus pengobatan tradisional yang terjadi di Indonesia yang dituduh melakukan penipuan pengobatan dengan pendekatan agama. Pengobatan yang dilakukan dengan pendekatan agama dan spiritual sebenarnya tidak memiliki dampak positif bagi pasien. Hal yang merugikan seperti ini harus dihindari dari praktik Pengobatan tradisional yang ada di Indonesia.

Kasus lain terkait pengobatan tradisional, yaitu iklan klinik pengobatan China yang dinyatakan telah melanggar Peraturan Menteri


(25)

Kesehatan RI Nomor 1787/Menkes/Per/XII/2010 tentang Iklan dan Publikasi

Pengobatan serta Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

386/Men.Kes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Tradisional. Iklan klinik pengobatan tradisional yang berasal dari China ini mengandung unsur pemujaan pada testimoni yang dilakukan oleh beberapa pasiennya. Iklan klinik ini beredar di televisi swasta yang menampilkan testimoni – testimoni setelah melakukan pengobatan di klinik tersebut dan kalimat yang diutarakan oleh pasien – pasien tersebut berupa kalimat pemujaan. Hal inilah yang menjadi pelanggaran terhadap pedoman periklanan obat tradisional oleh klinik yang menyelenggarakan pengobatan tradisional berbasis pengobatan tradisional China tersebut.

Belum adanya peraturan yang tegas terhadap seluruh penyelenggaraan pengobatan tradisional di Indonesia karena masih dalam masa pengembangan maka pelanggaran praktek pengobatan tradisional masih lebih banyak terjadi dibandingkan dengan pengobatan konvensional (rumah sakit). Berdasarkan pendapat yang dikemukan oleh Sarfino (2006) tentang interaksi biopsikososial akibat pelanggaran yang dilakukan oleh pengobat tradisional, dapat mengakibatkan keterlambatan pengobatan (delay treatment) bagi pasien – pasiennya dalam memperoleh penanganan medis atau pengobatan yang seharusnya sudah didapatkan pasien sehingga tidak menjadi komplikasi pada gangguan kesehatannya.

Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian di masyarakat terutama di negara yang sedang


(26)

berkembang sangat bervariasi, diantaranya ada 5 pilihan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi mengenai tindakan pada saat mengalami gangguan kesehatan (sakit), yaitu: tidak bertindak atau tidak melakukan apa – apa (no action), tindakan mengobati sendiri (self- treatment), mencari pengobatan ke fasilitas - fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), mencari pengobatan dengan membeli obat - obat ke warung - warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang - tukang jamu, serta mencari pengobatan ke fasilitas - fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga - lembaga kesehatan swasta, yandikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan beberapa tahap perilaku pencarian pengobatan, pencarian pengobatan tradisional termasuk tahap awal yang dilakukan untuk menyembuhkan masalah kesehatan. Sebagai upaya promotif dan preventif dalam bidang kesehatan, diperlukan identifikasi terkait dengan faktor – faktor yang mendorong masyarakat dalam memilih pengobatan tradisional. Agar di masa mendatang tidak terjadi penyalahgunaan Pengobatan tradisional, maka faktor – faktor yang mendorong ini dapat digunakan sebagai dasar dibuatnya program kesehatan dalam upaya promotif dan preventif.

Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian Pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014. Karena wilayah Jakarta Barat memiliki jumlah penduduk yang paling padat di wilayah Jakarta dan


(27)

banyaknya Pengobatan tradisional yang tumbuh, terutama Pengobatan tradisional berbasis TCM (Traditional Chinese Medicine).

1.2. Rumusan Masalah

Kemajuan dunia kedokteran konvensional (modern) yang sudah sangat pesat saat ini dapat menjadi rujukan masyarakat terutama masyarakat kota atau masyarakat yang tinggal di wilayah yang relatif sudah maju. Namun, fenomena pemanfaatan Pengobatan (pengobatan) tradisional sebagai pilihan pengobatan, khususnya masyarakat urban meningkat. Hal ini ditandai oleh banyaknya praktek pengobatan tradisional di lingkungan tempat tinggal masyarakat urban. Dari semua pengobatan tradisional yang ada di masyarakat, belum semuanya memiliki izin praktek pengobatan. Hal ini mengakibatkan praktek pengobatan tradisional yang dilakukan Pengobatan tradisional yang tidak memiliki izin tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pengobatan tradisional yang banyak dipilih oleh masyarakat dilatarbelakangi oleh faktor – faktor tertentu. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik mengidentifikasi faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku pencarian kesehatan ke Pengobatan tradisional.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang sehat dan sakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan) masyarakat yang


(28)

memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

2. Bagaimana gambaran pendukung (asuransi kesehatan, tarif Pengobatan) masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

3. Bagaimana gambaran kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 4. Bagaimana hubungan predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan,

pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang kesehatan dan penyakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

5. Bagaimana hubungan pendukung (asuransi kesehatan, tarif Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

6. Bagaimana hubungan kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?


(29)

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku pemilihan pengobatan tradisional masyarakat di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, tahun 2014.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang sehat dan sakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan) masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

2. Diketahuinya gambaran pendukung (asuransi kesehatan, dan tarif Pengobatan) masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014? 3. Diketahuinya gambaran karakteristik kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) masyarakat yang memilih pengobatan tradisional sebagai pilihan Pengobatan di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

4. Diketahuinya hubungan karakteristik predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan Pengobatan, nilai tentang


(30)

kesehatan dan penyakit, sikap terhadap Pengobatan, dan pengetahuan tentang Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

5. Diketahuinya hubungan karakteristik pendukung (asuransi kesehatan, dan tarif Pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

6. Diketahuinya hubungan karakteristik kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014?

1.5. Manfaat Penelitian

1. Untuk program, yaitu dapat digunakan sebagai salah satu masukan terhadap program promosi pengobatan tradisional, tidak saja bagi pembuat program namun juga untuk mereka yang menaruh perhatian terhadap program tersebut. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan data dasar bagi pengembangan program promosi kesehatan yang terkait dengan pengobatan tradisional jika dibutuhkannya gambaran partisipasi masyarakat, khususnya pada masyarakat urban.

2. Untuk ilmu pengetahuan, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi rujukan bagi penelitian selanjutnya dan dimanfaatkan sebanyak – banyaknya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan.


(31)

3. Untuk universitas, diharapkan hasil penelitian sebagai salah satu bentuk program tri darma perguruan tinggi, yaitu bidang penelitian.

1.6. Ruang Lingkup

Studi ini dilakukan di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat untuk melihat karakteristik masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional sebagai Pengobatan pilihannya dan untuk melihat apa saja faktor – faktor yang mendorong masyarakat untuk menggunakan pengobatan tradisional sebagai Pengobatan yang pilihannya. Dengan tujuan yang telah dirumuskan oleh peneliti, maka ditetapkan penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional. Lingkup objek responden dalam studi kuantitatif ini dibatasi untuk menggambarkan faktor – faktor pendorong masyarakat memilih pengobatan tradisional sebagai pengobatan pilihan.


(32)

12 2.1. Sistem Pengobatan

Sistem pengobatan atau pengobatan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu: pengobatan konvensional atau modern dan pengobatan tradisional. Pengobatan konvensional atau modern adalah pengobatan yang berbasis pada ilmu kedokteran konvensional yang telah lama berkembang sejak sebelum abad ke 19. Pengobatan dengan metode yang mengacu pada pengobatan secara medis oleh dunia Barat yang ditunjang dengan berbagai peralatan madis yang canggih dan obat – obatan yang bersifak kimia (buatan).

Sedangkan pengobatan tradisional adalah pengobatan yang berbasis kearifan lokal (local wisdom) baik cara penyembuhan atau terapi yang digunakan maupun obat – obatan yang digunakan adalah bahan – bahan alami. Pengobatan tradisional terbagi dalam dua versi yaitu klasik dan modern. Tradisional klasik dlakukan secara turun temurun tanpa ilmu atau penelitian sedangkan versi modern adalah pengobatan yang berkonsep holistik dan sebagai komplemen (pelengkap) dari pengobatan medis.

2.2. Pengobatan Tradisional

2.2.1. Definisi

Menurut WHO (2000), pengobatan tradisional adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek - praktek yang berdasarkan pada teori - teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat yang mempunyai adat


(33)

budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.

Menurut WHO (2000) pengobatan tradisional (Traditional Medicine disingkat TM) mengacu pada pengetahuan, keterampilan serta praktek berdasarkan teori, kepercayaan dan pengalaman masyarakat adat – istiadat dan budaya yang berbeda, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan dan pencegahan, diagnosis, perbaikan atau pengobatan penyakit fisik dan mental. Obat tradisional mencakup berbagai terapi dan praktek yang berbeda dari satu negara dengan negara lain dan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Di beberapa negara, hal ini disebut sebagai "alternatif" atau "komplementer" obat (Complementary Alternative Medicine disingkat CAM).

Seperti di Indonesia, pengobatan alternatif – komplementer diartikan sebagai pengobatan non – konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektivitas yang tinggi dan berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam kedokteran konvensional (Kementerian Kesehatan, 2007). Dari pengertian tersebut, pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer dapat diartikan sebagai pengobatan yang berasal dari kepercayaan turun – temurun dan digunakan sampai sekarang dengan tujuan untuk meningkatan derajat kesehatan masyarakat.


(34)

Pengobatan tradisional telah digunakan selama ribuan tahun dengan kontribusi besar yang dibuat oleh praktisi kesehatan manusia, khususnya sebagai penyedia perawatan kesehatan primer di tingkat masyarakat. TM/CAM telah mempertahankan popularitasnya di seluruh dunia. Sejak tahun 1990 - an penggunaannya telah meningkat di banyak negara maju dan berkembang. Selain itu, pengobatan tradisional juga salah satu cabang pengobatan alternatif yang bisa didefinisikan sebagai cara pengobatan yang dipilih oleh seseorang bila cara pengobatan konvensional tidak memberikan hasil yang memuaskan (Asmino, 1995).

Menurut Kementerian Kesehatan (2008), Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, diluar ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan.

Upaya kesehatan tradisional adalah upaya kesehatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran yang mencakup cara - teknik (metode), obat, sarana, dan pengobatnya (sumber daya manusia, penyelenggara) yang mengacu pada pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan turun – temurun, baik yang diperoleh dengan cara berguru atau malalui pendidikan.


(35)

2.2.2. Jenis Pengobatan Tradisional, Alternatif dan Komplementer

Jenis pengobatan tradisional, alternatif dan komplementer (Permenkes RI, no: 1109/Menkes/Per/2007) adalah:

1. Intervensi tubuh dan pikiran (mind and body intervention): hipnoterapi, mediasi, penyembuhan spiritual, doa, dan yoga.

2. Sistem pelayanan pengobatan alternatif: akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, dan ayurveda.

3. Cara penyembuhan manual: chiropractice, healing touch, tuina, shiatsu, osteopati, dan pijat urut.

4. Pengobatan farmakologi dan biologi: jamu, herbal, dan gurah

5. Diet nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan: diet makro nutrient, micro nutrient.

6. Cara lain dalam diagnosa dan pengobatan: terapi ozon, hiperborik, dan EECP.

Jenis Pengobatan Tradisional menurut Asmino (1995), pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua, yaitu: cara penyembuhan tradisional atau traditional healing, yang terdiri daripada pijatan, kompres, akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional drugs, yaitu: menggunakan bahan - bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis, yaitu: pertama dari sumber nabati yang diambil dari bagian - bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit batang dan sebagainya. Kedua, obat yang diambil dari sumber hewani seperti bagian kelenjar - kelenjar, tulang - tulang maupun


(36)

dagingnya dan yang ketiga adalah dari sumber mineral atau garam – garam yang bisa didapatkan dari mata air yang keluar dari tanah contohnya, air mata air zam - zam yang terletak di Mekah Mukarramah.

2.2.2.1. Obat Herbal

Obat herbal didefinisikan sebagai obat - obat yang dibuat dari bahan alami seperti tumbuhan yang sudah dibudidayakan maupun tumbuhan liar. Selain itu, obat herbal juga bisa terdiri dari obat yang berasal dari sumber hewani, mineral atau gabungan antara ketiganya (Mangan, 2003). Sebanyak 150,000 daripada 250,000 spesis tumbuhan yang diketahui di dunia adalah berasal dari kawasan tropika. Di Malaysia saja, kira – kira 1,230 jenis spesies tumbuhan telah lama digunakan di dalam rawatan tradisional (Dharmaraj, 1998). Kaum Melayu misalnya sering menggunakan akar susun kelapa (Tabernaemontana divaricata), akar melur (Jasminum sambac), bunga raya (Hibisus rosa sinensis) dan ubi memban (Marantha arundinacea) untuk rawatan kanser (Dharmaraj, 1998).

Dalam pengobatan tradisional ini, memang masih kurang data – data laboratorium tentang khasiat serta manfaat tanaman - tanaman tersebut. Oleh sebab itu, di kalangan ahli dokter modern menganggap pengobatan alternatif ini kurang ilmiah karena tidak didukung dengan data klinis yang valid. Para ahli pengobatan tradisional ini pada dasarnya melihat kesehatan sebagai satu pendekatan holistik dimana jika adanya berlaku gangguan pada salah satu organ tubuh maka ini akan menyebabkan ketidakseimbangan pada organ tubuh yang


(37)

lainnya. Tujuan utama pengobatan ini dilakukan lebih kepada penyembuhan dengan menyeimbangkan kondisi organ - organ ini dan bukan hanya untuk menghilangkan gejala saja (Mursito, 2002).

Keuntungan utama dalam menggunakan obatan herbal ini adalah biayanya yang murah (Moh, 1998). Ini karena mudahnya dapat bahan baku ini termasuklah bisa ditanam sendiri di halaman rumah sebagai bekalan. Kebanyakan tumbuhan ini mudah membesar dan tidak memerlukan kos penjagaan yang tinggi jika ditanam sendiri. Selain itu, efek samping yang ditimbulkannya relatif kecil sehingga lebih aman digunakan daripada obat – obatan modern yang banyak efek sampingnya. Bahkan, di kalangan masyarakat, obat herbal ini dianggap tidak memiliki efek samping walaupun sebenarnya dalam setiap tumbuhan ini memiliki bahan kimia hanya dalam dosis yang relatif kecil sehingga tidak memberikan efek yang besar pada penggunanya (Mangan, 2003).

2.2.2.2. Pijat Tradisional

Pijat adalah sebuah perlakuan ”hands-on”, dimana terapis memanipulasi otot dan jaringan lunak lain dari tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Berbagai jenis pijat dari lembut membelai hingga teknik manual yang lebih dalam untuk memijat otot serta jaringan lunak lainnya. Pijat ini telah dipraktikkan sebagai terapi penyembuhan selama berabad - abad yang hampir ada dalam setiap kebudayaan di seluruh dunia. Ini dapat membantu meringankan ketegangan otot, mengurangi stres, dan membangkitkan


(38)

rasa ketenangan. Meskipun pijat mempengaruhi tubuh secara keseluruhan, hal itu terutama mempengaruhi aktivitas, sistem muskuloskeletal, peredaran darah, limfatik, dan juga saraf.

Jenis pijatan, ada hampir 100 pijat tubuh yang berbeda - beda tekniknya. Setiap teknik unik dirancang untuk mencapai tujuan tertentu. Jenis yang paling umum diterapkan di Amerika Serikat dan semakin berkembang di negara - negara lain meliputi:

1. Pijatan Aromaterapi: Minyak essensial dari tanaman dipiijat di atas kulit untuk meningkatkan penyembuhan dan efek relaksasi dari pijatan itu. Minyak essensial ini diyakini memiliki pengaruh kuat pada suasana hati dengan merangsang dua struktur jauh di dalam otak, yaitu: sistem limbik dan hipokampus yang merupakan penyimpan emosi dan memori.

2. Pijatan Craniosakral: tekanan lembut diterapkan pada kepala dan tulang belakang untuk memperbaiki ketidakseimbangan dan memulihkan aliran cairan serebrospinal di daerah - daerah tersebut.

3. Pijatan Limfatik: Pijatan yang lembut dan berirama digunakan untuk meningkatkan aliran getah bening (cairan berwarna yang membantu melawan infeksi dan penyakit) ke seluruh tubuh. Salah satu bentuk yang paling populer dari pijat limfatik, drainase limfatik manual (MLD), berfokus pada pengeringan kelebihan


(39)

getah bening. MLD biasanya digunakan setelah operasi (seperti mastektomi untuk kanker payudara) untuk mengurangi bengkak.

4. Pijatan Miofasial: tekanan lembut dan memposisi tubuh digunakan untuk relaksasi dan peregangan otot - otot, fasia (jaringan ikat), dan struktur terkait. Biasanya terapis fisik dan terapis pijat yang terlatih menggunakan teknik ini.

5. Terapi Polaritas: Suatu bentuk energi penyembuhan, terapi polaritas menstimulasi dan menyeimbangkan aliran energi dalam tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

6. Refleksi: teknik khusus menggunakan ibu jari dan jari diterapkan pada tangan dan kaki. Refleksologis percaya bahwa daerah ini mengandung "titik refleks" atau koneksi langsung ke organ tertentu dan struktur pada seluruh tubuh.

7. Rolfing: Tekanan diterapkan pada fasia (jaringan ikat) untuk meregangkan, memperpanjang, dan membuatnya lebih fleksibel. Tujuan dari teknik ini adalah untuk menyelaraskan tubuh sehingga menghemat energi, melepaskan ketegangan, dan fungsi yang lebih baik.

8. Shiatsu: tekanan lembut jari tangan diterapkan terhadap titik – titik tertentu pada tubuh untuk menghilangkan rasa sakit dan meningkatkan aliran energi (dikenal sebagai qi) melalui jalur energi tubuh (disebut meridian).


(40)

9. Pijatan Olahraga: Sering digunakan pada atlet profesional dan individu aktif lainnya, pijatan olahraga dapat meningkatkan kinerja dan mencegah serta mengobati cedera yang berhubungan dengan olahraga.

10. Pijatan Swedia: Berbagai stroke dan teknik tekanan yang digunakan untuk meningkatkan aliran darah ke jantung, menghilangkan hasil metabolisme dari jaringan, meregangkan ligamen dan tendon, serta meredakan ketegangan fisik dan emosional.

11. Pijatan ’Trigger Point’ : Tekanan diterapkan untuk "memicu poin" (daerah lembut di mana otot - otot telah rusak) untuk mengurangi kejang otot dan sakit.

12. Sentuhan Integratif: Suatu bentuk terapi pijat lembut yang menggunakan teknik nonsirkulasi. Hal ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasien yang dirawat di rumah sakit atau dalam perawatan hospis.

13. Sentuhan Pengasih: Menggabungkan satu - satu fokus perhatian, sentuhan yang disengaja, dan pijatan sensitif dengan komunikasi untuk meningkatkan kualitas hidup untuk pasien usia lanjut, sakit, atau pasien kritis (ADAM, 2010).

Pijat diyakini dapat mendukung penyembuhan, meningkatkan energi, mengurangi waktu pemulihan cedera, meringankan rasa sakit,


(41)

dan meningkatkan relaksasi, suasana hati, dan kesejahteraan. Hal ini berguna untuk banyak masalah muskuloskeletal, nyeri punggung, osteoarthritis, fibromyalgia, dan terkilir. Pijat juga dapat mengurangi depresi pada orang dengan sindrom kelelahan kronis, mudah sembelit (bila teknik ini dilakukan di daerah perut), menurunkan pembengkakan setelah mastektomi (pengangkatan payudara), mengurangi gangguan tidur, dan meningkatkan citra diri. Di tempat kerja, pijat telah terbukti dapat mengurangkan stres dan meningkatkan kewaspadaan mental. Sebuah studi (Cambron, 2006) menemukan bahwa pijat jaringan dapat mengurangi tingkat tekanan darah (pengurangan rata - rata 10,4 mm Hg dalam tekanan sistolik dan penurunan tekanan diastolik sebesar 5,3 mm Hg).

Studi lain menunjukkan bahwa pijat memiliki efek menguntungkan pada rasa sakit langsung dan suasana hati di antara pasien dengan kanker tingkat lanjut (Kutner, 2008). Menurut studi klinis yang dilakukan (Furlan, 2008), menunjukkan bahwa pijat mengurangi rasa sakit punggung kronis lebih efektif daripada perlakuan lainnya (termasuk akupunktur dan perawatan medis konvensional untuk kondisi ini), dan dalam banyak kasus, biayanya juga kurang dari perlakuan lainnya.

Ibu dan bayi yang baru lahir juga tampak manfaat dari pijat. Ibu yang dilatih untuk memijat bayi mereka sering merasa kurang tertekan dan memiliki ikatan emosional yang lebih baik dengan bayi mereka. Bayi yang menerima pijatan dari ibu mereka juga cenderung


(42)

lebih sedikit menangis, dan lebih aktif, waspada, dan ramah. Bayi prematur yang menerima terapi pijat telah menunjukkan penambahan berat badan lebih cepat daripada bayi prematur yang tidak menerima terapi ini. Bayi yang menerima pijat secara teratur juga mendapat tidur lebih baik, mengurangi masalah kembung perut atau kolik, dan memiliki kesadaran tubuh yang lebih baik serta pencernaan lebih teratur (Beider, 2007).

Studi yang dilakukan Vennesy pada tahun 2007 yang menyentuh tentang pengobatan secara fisik ini menunjukkan bahwa pijat bisa menjadi pengobatan yang efektif untuk anak - anak muda dan remaja dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk:

1. Autism: Anak - anak autistik, yang biasanya tidak suka disentuh, menunjukkan perilaku yang kurang autis dan lebih sosial serta perhatian setelah menerima terapi pijat dari orang tua mereka.

2. Dermatitis atopik: Anak - anak dengan masalah ini, tampaknya berkurangan kemerahan, bersisik serta gatal - gatal dan gejala lain jika menerima pijat. Pijat sebaiknya tidak digunakan saat kondisi kulit meradang secara aktif.

3. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD): Pijat dapat memperbaiki suasana hati pada anak dengan ADHD dan membantu mereka merasa kurang gelisah dan hiperaktif.


(43)

4. Bulimia: Studi menunjukkan bahwa remaja dengan gangguan makan merasa kurang tertekan dan cemas setelah menerima terapi pijat.

5. Diabetes: Pijat dapat membantu mengatur kadar gula darah dan mengurangi kecemasan dan depresi pada anak dengan diabetes.

6. Rheumatoid arthritis: Anak - anak remaja dengan rheumatoid arthritis (JRA) telah terbukti kurang mengalami rasa sakit, kekakuan pada waktu pagi, dan kecemasan hasil daripada terapi pijat.

Orang - orang yang mempunyai kondisi seperti gagal jantung, gagal ginjal, infeksi pada vena superfisial atau selulitis pada bahagian kaki dan lain - lain, pengumpalan darah pada kaki, masalah koagulasi, dan infeksi kulit yang bisa berjangkit. Bagi pasien yang menderita kanker, perlu mendapatkan pengesahan daripada dokter mereka karena pijatan ini bisa merusakkan tisu yang rapuh akibat dari kemoterapi atau pengobatan radiasi. Begitu juga dengan pasien goiter, ekzema dan lesi - lesi kulit lainnya ketika masih sedang kambuh serta pasien yang menderita osteoporosis, demam tinggi, kurang sel darah putih, masalah mental dan yang sedang pulih dari pembedahan harus mengelakan dari melakukan pijatan ini.

2.2.2.3. Akupunktur

Akupunktur adalah cara pengobatan yang menggunakan cara menusuk jarum pada titik - titik tertentu pada tubuh badan manusia


(44)

dan digunakan untuk mengembalikan serta mempertahankan kesehatan seseorang dengan menstimulasi titik - titik itu. Indikasi melakukan akupunktur (WHO, 1991):

1. Saluran pencernaan dan lambung, untukmengatasi berbagai masalah fungsional seperti masalah ekskresi asam lambung, nyeri kolik, otot dan peradangan,

2. Saluran nafas, untuk mengatasi kondisi alergi dan meningkatkan daya tubuh,

3. Mata, kelainan mata yang bersifat radang dan fungsional otot serta refraksi,

4. Mulut; untuk mengatasi rasa nyeri setelah pencabutan gigi ataupun peradangan kronis,

5. Saraf, otot dan tulang; yaitu masalah yang berkaitan dengan nyeri, kelemahan, kelumpuhan serta peradangan pada sendi.

Akupunktur juga dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk penyakit yang secara konvensional belum jelas pengobatannya dan apabila pengobatan konvensional sudah kurang bereaksi terhadap panyakit tersebut. Akupunktur juga dapat digunakan secara beriringan dengan terapi konvensional ini dan terbukti dapat membantu penderita yang diserang penyakit berat seperti stroke dalam rehabilitasi mereka. Seperti yang telah diketahui, semua jenis pengobatan pasti ada kontraindikasinya. Bagi akupunktur, kontraindikasinya adalah bagi penderita yang dalam keadaan hamil. Selain itu, penderita yang menggunakan pacu jantung ataupun pacemaker juga dinasihatkan


(45)

untuk tidak memilih pengobatan akupunktur ini. Dan dalam kerja menusuk, seorang akupunkturis tidak bisa menusuk dekat daerah tumor ganas dan juga pada kulit yang sedang meradang. WHO juga sedang meninjau tentang perlindungan dan pencegahan terhadap penularan Hepatitis dan HIV/AIDS melalui jarum akupunktur. Praktisi akupunktur dan masyarakat yang menggunakan khidmat pengobatan akupunktur ini diharapkan diberi pendidikan tentang risiko yang bisa dialami dan cara kerja yang benar untuk menanggung ulangan keadaan ini.

2.2.2.4. Akupressur

Akupressur berasal dari kata accus dan pressure, yang berarti jarum dan menekan. Istilah ini dipakai untuk cara penyembuhan yang menggunakan teknik penekanan dengan jari pada titik – titik akupunktur sebagai pengganti penusukan jarum pada system penyembuhan akupunktur. Tujuan penekanan pada titik – titik akupressur adalah melancarkan aliran energy untuk dapat menjalankan fungsinya. Fungsi organ – organ tubuh akan terganggu jika tidak mendapatkan aliran energi yang cukup. Gangguan fungsi tubuh akan mengganggu keseimbangan system tubuh (Kementerian Kesehatan, 2012).

2.3. Pemanfaatan Pengobatan

Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan Pengobatan adalah setiap upaya yng diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam suatu


(46)

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat (Ilyas, 2003). Pengobatan merupakan suatu produk yang unik jika dibandingkan dengan produk jasa lainnya, karena Pengobatan memiliki tiga ciri utama, yaitu:

1. Uncertainly

Pengobatan bersifat uncertainly artinya adalah Pengobatan tidak dapat dipastikan waktu, tempat dan besarnya biaya yang dibutuhkan maupun tingkat urgensi dari pelayanan tersebut.

2. Asymetry of Information

Suatu keadaan kesehatan dengan penggunaan atau pembeli jasa Pengobatan.

Pemanfaatan Pengobatan adalah hasil dan proses pencarian Pengobatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari utilisasi Pengobatan. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemanfataan/ utilisasi (Ilyas, 2003).

2.4. Perilaku Pemanfaatan Pengobatan

2.4.1. Definisi Perilaku

Pemanfaatan Pengobatan adalah hasil dari proses pencarian Pengobatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan tentang faktor yang mendorong individu membeli Pengobatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari utilisasi Pengobatan. Mengetahui faktor-faktor yang


(47)

mempengaruhi pencarian Pengobatan berarti juga mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan/utilisasi. Menurut Andersen R (1968) perilaku orang sakit berobat ke Pengobatan secara bersama dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors).

Menurut Notoadmodjo (2007) perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau mencari pengobatan. Perilaku pencarian di masyarakat terutama di negara

yang sedang berkembang sangat bervariasi, respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut:

Pertama, tidak bertindak atau tidak melakukan apa-apa (no action), alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya.

Kedua, tindakan mengobati sendiri (self treatment) dengan alasan yang sama seperti telah diuraian. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasar pengalaman yang lalu usaha sendiri sudah mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pengobatan keluar tidak diperlukan.


(48)

Ketiga, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy). Keempat, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ke tukang – tukang jamu. Kelima, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit (Notoatmodjo, 2007).

Fasilitas Pengobatan yang kurang di daerah pedesaan menyebabkan sebagian besar masyarakat masih sulit mendapatkan atau memperoleh pengobatan. Selain itu hal penting yang mempersulit usaha pertolongan terhadap masalah kesehatan pada masyarakat desa adalah kenyataan yang sering terjadi dimana penderita atau keluarga penderita tidak dengan segera mencari pertolongan pengobatan. Perilaku yang menunda untuk memperoleh pengobatan dari praktisi kesehatan ini disebut dengan treatment delay (Sarafino, 2006).

Treatment delay adalah rentang waktu yang telah berlalu ketika individu mengalami simptom awal sampai individu memasuki Pengobatan dari praktisi kesehatan (Sarafino, 2006). Rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan ini, seringkali kesalahan dan penyebabnya dikarenakan faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang terlalu jauh, tarif yang tinggi, pelayanan yang tidak memuaskan dan sebagainya. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara beberapa faktor.


(49)

Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan perilaku Prasetijo (2004).

2.4.1. Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Berdasarkan Model Andersen

Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pasien akan memutuskan menggunakan Pengobatan. Untuk menjelaskan tentang proses pemanfaatan Pengobatan oleh masyarakat atau pasien oleh Andersen (1995) dikemukakan bahwa keputusan seseorang dalam memanfaatkan Pengobatan tergantung pada:

1. Karakteristik Predisposisi (predisposing characteristic)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan Pengobatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam 3 kelompok yakni:

a. Ciri - ciri demografi : umur, jenis kelamin, status pernikahan, dan penyakit yang pernah diderita.

b. Struktur sosial : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, jumlah anggota keluarga, agama, kesukuan, dan jarak ke Pengobatan.


(50)

c. Kepercayaan: keyakinan, sikap, serta pengetahuan terhadap Pengobatan dan penyakitnya.

2. Karakteristik Pendukung (enabling characteristic)

a. Sumber daya keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.

b. Sumber daya masyarakat : jumlah sarana Pengobatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi sarana serta karakteristik masyarakat (urban atau rural).

3. Karakteristik Kebutuhan (need characteristic)

Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan Pengobatan. Karakteristik kebutuhan dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni :

a. Perceived (subject assessment).

b. Evaluated (clinical diagnosis).

Komponen kebutuhan yang ”dirasakan” (perceived need), diukur dengan perasaan subjektif individu terhadap Pengobatan. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa faktor kebutuhan (need) merupakan penentu akhir bagi individu dalam menentukan seseorang memanfaatkan Pengobatan (Andersen, 1995).

Manusia adalah makhluk bio-psiko-sosial-spiritual yang utuh dan unik sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia berbeda dengan


(51)

makhluk lain yang ada dimuka bumi ini. Teori kebutuhan manusia memandang manusia sebagai suatu keterpaduan, keseluruhan yang terorganisir dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia dipandang sebagai tekanan internal hasil dari perubahan keadaan sistem dan tekanan ini diwujudkan dengan adanya suatu perilaku yang dilakukan agar terpenuhinya suatu kebutuhan.

Menurut Abraham Maslow kebutuhan manusia terdiri dari 5 yaitu (i) kebutuhan fisiologis, (ii) kebutuhan rasa aman dan keselamatan, (iii) kebutuhan dicintai dan dimiliki, (iv) kebutuhan akan harga diri dan (v) kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan kesehatan (health needs) pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh tenaga medis dan karena itu untuk meningkatkan derajat kesehatan pada perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat, upaya untuk memenuhinya bersifat mutlak.

Sebagai sesuatu yang bersifat objektif maka munculnya kebutuhan sangat ditentukan oleh masalah kesehatannya. Berbeda halnya dengan kebutuhan, permintaan kesehatan (health demand) yang pada dasarnya bersifat objektif yaitu kebutuhan kesehatan yang ditentukan oleh persepsi pasien tentang kesehatannya. Oleh karena itu pemenuhan permintaan tersebut pada saat itu saja (Notoadmodjo, 2007). Kebutuhan terhadap Pengobatan seringkali disalahtafsirkan dengan permintaan terhadap perawatan, pemenuhan kebutuhan Pengobatan belum tentu merupakan pemenuhan permintaan perawatan Pengobatan seseorang (Azwar, 1996).


(52)

Menurut Ewless dan Simnett ada empat macam kebutuhan yaitu (i) kebutuhan normatif, (ii) kebutuhan yang dirasakan, (iii) kebutuhan yang dinyatakan, dan (iv) kebutuhan komparatif. Kebutuhan normatif adalah kebutuhan yang ditetapkan oleh seorang ahli atau seorang profesional sesuai dengan kebutuhan normatif, seperti peraturan kesehatan makanan, ditetapkan oleh undang-undang. Kebutuhan yang dirasakan adalah kebutuhan yang diidentifikasikan orang- orang sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan yang dirasakan dapat sedikit atau tak terbatas banyaknya tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang tentang apa yang dapat tersedia. Kebutuhan yang dinyatakan adalah apa yang orang katakan mereka butuhkan dan telah diubah menjadi permintaan yang terungkap/dinyatakan. Tidak semua kebutuhan yang dirasakan dapat berubah menjadi kebutuhan yang dinyatakan. Tidak ada kesempatan, motivasi atau keberanian menyatakan sesuatu dapat menjadi hambatan pengungkapan kebutuhan yang dirasakan. Kebutuhan komparatif adalah kebutuhan yang ditatapkan ahli dengan membandingkan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Dalam hal ini, kelompok yang belum mendapat perlakuan dianggap merupakan kelompok yang memiliki kebutuhan.

Dalam menjelaskan keputusan dalam pencarian

pengobatan/pemanfaatan Pengobatan, model Andersen adalah yang paling banyak digunakan (Becker, 1974). Model perilaku penggunaan Pengobatan ini dikembangkan sekitar tahun 1960-an, untuk memahami mengapa keluarga menggunakan Pengobatan, mengukur kelayakan akses Pengobatan, dan untuk


(53)

membantu mengembangkan kebijakan dalam mempromosikan akses yang layak (Andersen, 1995).

Menurut model ini, penggunaan Pengobatan oleh seseorang merupakan fungsi dari predisposisi dalam menggunakan Pengobatan, faktor pemungkin dan kebutuhan akan pengobatan. Karakteristik predisposing, faktor demografi seperti umur dan jenis kelamin mempresentasikan secara biologis bahwa orang – orang akan memerlukan perawatan kesehatan (Whuka dan Eat dalam Andersen, 1995). Struktur sosial diukur dengan faktor – faktor determinan status seseorang di masyarakat, kemampuan dia untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Pengukuran tradisional untuk menilai struktur sosial adalah pendidikan, pekerjaan, dan suku bangsa (Andersen, 1995).

Health belief/kepercayaan kesehatan adalah sikap, nilai – nilai dan pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang kesehatan dan Pengobatan yang bias mempengaruhi persepsi mereka akan kebutuhan dan penggunaan Pengobatan. Health belief menyediakan sebuah arti untuk menjelaskan bagaimana struktur social bias mempengaruhi sumber daya pemungkin (enabling resources), persepsi kebutuhan, dan kebutuhan subsekuent (subsequent use).

Sumber daya yang memungkinkan dari masyarakat dan pribadi harus ada untuk penggunaan Pengobatan. Pertama, petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan harus tersedia dimana orang – orang tinggal dan bekerja. Kemudian orang – orang harus mempunyai tujuan dan mengetahui


(54)

bagaimana mendapatkan dan menggunakan pelayanan tersebut. Perjalanan dan waktu tunggu merupakan pengukuran yang penting disini (Andersen, 1995).

Model health service harus mempertimbangkan bagaimana orang – orang memandang kesehatan mereka secara umum, bagaimana mereka merasakan gejala – gejala penyakit, nyeri, dan kekhawatiran tentang kesehatan mereka. Hal ini bisa menjadikan keputusan penting bagi mereka dalam pencarian pengobatan. Perceived need adalah fenomena sosial dan harus dijelaskan dengan struktur sosial dan kepercayaan kesehatan (health belief). Evaluated need (kebutuhan yang dievaluasi) menggambarkan pernyataan tenaga professional tentang status kesehatan seseorang dan kebutuhan mereka akan Pengobatan. Tentunya untuk evaluated need tidaklah sederhana. Untuk pengukuran vaiditas dan reliabilitasnya harus melalui ilmu biologi dan membutuhkan kompetensi dari para ahli/professional dalam melakukan penilaian. Harapan logis dari model adalah bahwa perceived need akan lebih menolong kita dalam pencarian pengobatan. Sedangkan evaluated need akan lebih dekat menghubungkan untuk jenis – jenis treatment/pengobatan/perlakuan yang akan disediakan setelah seorang pasien dipertemukan dengan penyedia Pengobatan.

Hipotesis Andersen menyatakan bahwa faktor predisposing, enabling, dan need akan mempunyai perbedaan kemampuan dalam menjelaskan penggunaan, tergantung dari tipe pelayanan yang digunakan (Andersen, 1968 dalam Andersen, 1995).


(55)

2.5. Kerangka Teori

Predisposing Enabling Need

Bagan 2.1

Perilaku Pencarian Pengobatan

Individual Determinants of Health Service Utilization

by Ronald Andersen and John F. Newman (2005) Demograpic: Age,

Sex, Marital Status, Past Illness

Social Structure: Education, Race, Occupation, Family Size, Athnicity, Religion, Residential Mobility Beliefs: Values Concerning Health and Illness, Attitudes Toward Health Services, Knowledge About Disease Family: Health Insurance, Type of Regular Source, access to Regular Source Community: Ratios of Health Personnel and Facilities to Population, Price of Health Health Services, Region of Country, Urban – Rural Character Evaluated: Symptoms, Diagnoses Perceieved: Disability, Symptoms, Diagnoses, General State Presipi -tating factor Health Service Use


(56)

36

DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan teori Ronald M. Andersen tentang perilaku pencarian pengobatan dalam penelitian ini dikhususkan pengobatan tradisional, beberapa faktor yang diduga mempengaruhi perilaku seseorang diantaranya, yaitu:

1. Faktor predisposisi, dibagi menjadi 3, yaitu:

A. Demografi, yang meliputi: usia, jenis kelamin, dan status pernikahan,

B. Struktur sosial, yang meliputi: tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dalam satu rumah, suku/etnis, agama, serta jarak rumah dengan pengobatan tradisional

C. Kepercayaan, yang meliputi: penilaian tentang sehat dan sakit, sikap terhadap pengobatan tradisional, serta pengetahuan tentang pengobatan tradisional.

2. Faktor pendukung, dibagi menjadi 2, yaitu:

A. Keluarga, yang meliputi asuransi atau jaminan kesehatan yang dimiliki oleh keluarga.


(57)

3. Faktor kebutuhan, dibagi menjadi 2, yaitu:

A. Pandangan subjektif pengobatan pada saat sakit


(58)

Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Predisposisi Demografi: 1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Status pernikahan Struktur Sosial: 4. Tingkat pendidikan 5. Pekerjaan

6. Jumlah keluarga 7. Suku/etnis 8. Agama 9. Jarak rumah dengan pengobatan Kepercayaan: 10. Nilai tentang sehat dan sakit 11. Sikap terhadap pengobatan tradisional 12. Pengetahuan tentang pengobatan tradisional Pendukung Keluarga: 13. Asuransi/ jaminan kesehatan Masyarakat: 14. Tarif pengobatan tradisional, Kebutuhan 15. Pandangan subjektif pengobatan pada saat sakit 16. Keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional


(59)

3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur Skala Hasil Ukur

Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional Frekuensi responden mengakses pengobatan tradisional pada saat mengalami gangguan kesehatan.

Kuesioner Wawancara Ordinal

1. Jarang 2. Kadang – kadang 3. Sering Usia Lamanya hidup responden yang dihitung

dari tahun lahir sampai

ulang tahun terahir.

Kuesioner Wawancara Ordinal 1. ≤ 30 tahun 2. > 30 tahun

Jenis Kelamin

Kondisi biologis reponden sejak dilahirkan.

Kuesioner Wawancara Ordinal 1.Pria 2.Wanita Status Pernikahan Data yang dimiliki oleh responden pada saat pengambilan data berdasarakan data yang terdaftar dalam pencatatan sipil terkait dengan pernikahannya.

Kuesioner Wawancara Ordinal

1.Sudah Menikah 2.Belum Menikah 3.Duda/Janda Tingkat Pendidikan Jenis pendidikan formal yang terakhir yang diselesaikan oleh responden

Kuesioner Wawancara Ordinal

1.Rendah (tidak sekolah sampai SMA) 2.Tinggi (D3 sampai S3) Pekerjaan Aktivitas atau rutinitas yang dilakukan sebagai profesi

Kuesioner Wawancara Nominal

1.Tidak Bekerja/ Pensiunan


(60)

untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.

2.Pegawai Negeri Sipil atau TNI atau POLRI 3.Pegawai/ Karyawan Swasta 4.Wiraswasta/ Pedagang 5.Buruh/ Pekerja Kasar Jumlah Anggota Keluarga Total anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan responden.

Kuesioner Wawancara Ordinal

1.Baik (≤ 4 orang) 2.Buruk (> 4 orang)

Suku/ Etnis Suku bangsa yang dimiliki oleh responden

Kuesioner Wawancara Nominal

1.Suku Betawi 2.Suku Jawa 3.Suku Batak 4.Suku Melayu 5.Suku Sunda 6.Etnis Tionghoa 7.Suku Bali Agama Ajaran atau kepercayaan yang diakui di Indonesia dan menjadi

keyakinan oleh responden

Kuesioner Wawancara Nominal

1.Islam 2.Kristen Katolik 3.Protestan 4.Budha 5.Hindu 6.Konghuchu Jarak Rumah dengan Pengobatan Tradisional Seberapa jauh responden dari rumahnya ke pengobatan yang menjadi rujukan pada saat sedang sakit.

Kuesioner Wawancara Nominal 1.Dekat 2.Jauh Nilai tentang Kesehatan dan Penyakit Pandangan responden terhadap suatu penyakit

Kuesioner Wawancara Ordinal

1.Baik 2.Sedang 3.Buruk


(61)

Sikap Terhadap Pengobatan Tradisional Respon yang timbul dalam menghadapi pengobatan

Kuesioner Wawancara Ordinal

1. Buruk (≤33,65) 2. Baik (>33,65) Pengetahuan Tentang Pengobatan Tradisional Pengetahuan yang dimiliki oleh responden tentang pengobatan tradisional pada saat pengambilan data penelitian

Kuesioner Wawancara Ordinal

1. Rendah (≤59,7) 2. Tinggi (>59,7) Asuransi atau Jaminan Kesehatan Keluarga Jaminan kesehatan untuk menanggung biaya pengobatan yang dimiliki oleh anggota keluarga.

Kuesioner Wawancara Ordinal 1.Ada 2.Tidak ada Tarif Pengobatan Tradisional Biaya yang dikenakan pada saat melakukan pemeriksaan kesehatan/ berobat

Kuesioner Wawancara Ordinal

1.Tinggi 2.Sedang 3.Rendah Pandangan Subjektif Terhadap Penyakit. Persepsi responden terhadap gangguan kesehatan yang pernah dialami oleh responden

Kuesioner Wawancara Ordinal

1. Buruk (≤3,76 )

2. Baik(>3,76 )

Keadaan Penyakit Berdasarkan Diagnosis Medis Pernyataan responden mengenai keluhan yang dirasakan terhadap gejala – gejala

gangguan kesehatan.

Kuesioner Wawancara Nominal

1. Masalah pada otot dan sendi 2. Kolesterol

tinggi 3. Asam urat 4. Diabetes 5. Stroke 6. Reumatik


(62)

3.3. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat dalam penelitian ini, rumusan hipotesis peneliti adalah:

1. Ada hubungan antara faktor predisposisi (usia, jenis kelamin, status pernikahan, pendididikan, pekerjaan, jumlah keluarga, suku/etnis, agama, jarak rumah dengan pengobatan tradisional, penilaian tentang sehat dan sakit, sikap terhadap pengobatan, dan pengetahuan tentang pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat,

2. Ada hubungan antara pendukung faktor (asuransi kesehatan dan tarif pengobatan) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat,

3. Ada hubungan antara faktor kebutuhan (pandangan subjektif terhadap penyakit yang pernah dialami dan keadaan penyakit yang dialami sesuai dengan diagnosis medis) dengan perilaku pengobatan tradisional masyarakat.


(63)

43

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional, dimana pengumpulan data dan pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan pada waktu yang bersamaan. Lalu dari data yang terkumpul dilakukan uji statistik dengan uji chi square. Pemilihan desain ini didasarkan pada tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan terhadap perilaku pencarian pelayanan kesehatan tradisional masyarakat urban di wilayah Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2014.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 di wilayah Cengkareng, Jakarta Barat.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang dewasa yang bertempat tinggal di Cengkareng serta pernah melakukan pencarian pelayanan kesehatan (pengobatan) tradisional.


(64)

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian orang dewasa yang bertempat tinggal di Cengkareng serta pernah melakukan pencarian pelayanan kesehatan (pengobatan) tradisional.

Teknik sampling atau teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive dengan karakteristik responden yaitu: orang dewasa yang pernah melakukan pencarian pelayanan kesehatan tradisional. Untuk mendapatkan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi (Lemeshow, 1997) sebagai berikut :

n = {Z1-α/2√2P (1-P) + Z1-β √P1 (1 - P1) + P2 (1 - P2)}2 (P1 - P2)2

Keterangan:

n = Besar sampel

Z1-α/2 = Derajat kemaknaan (5%)

Z1-β = Kekuatan uji (95%)

P1 = Proporsi masyarakat yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional

P2 = Proporsi masyarakat yang tidak menggunakan pelayanan kesehatan tradisional


(65)

Tabel 4.1. Jumlah Sampel

Penelitian Variabel P1 P2

Jumlah Sampel Tiomarni Lumban Gaol

(2013)

Akses pelayanan kesehatan

pada saat sakit 0,319 0,681 47

Inggit Meliana Anggarini (2004)

Pengetahuan tentang pelayanan kesehatan

tradisional

0,635 0,365 86 Inggit Meliana

Anggarini (2004)

Keyakinan dalam menggunakan pelayanan

kesehatan tradisional terhadap efek penyembuhan

0,646 0,354 74

Berdasarkan perhitungan sampel dengan beberapa nilai P dari penelitian terdahulu, maka jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah jumlah sampel penelitian ini adalah 86 responden. Dari jumlah tersebut ditambah 10% dari total responden, yaitu sebanyak 9 orang. Hal ini untuk mengantisipasi adanya bias. Maka jumlah keseluruhan sampel adalah 95 responden.

Berdasarkan data kependudukan yang bersumber dari Sensus Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, jumlah penduduk dan pembagian responden berdasarkan kelurahan – kelurahan yang terdapat di wilayah kecamatan Cengkareng pada tahun 2010, yaitu:

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Cengkareng

No. Kelurahan Jumlah

Penduduk Persentase

Jumlah Responden

1. Duri Kosambi 86.352 16,80 % 16

2. Rawa Buaya 71.231 13,86 % 13

3. Kedaung Kali Angke 36.821 7,17 % 8

4. Kapuk 160.083 31,15 % 30

5. Cengkareng Timur 87.293 16,98 % 16

6. Cengkareng Barat 72.140 14,04 % 12


(1)

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q11A Pearson Correlation .738

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q11B Pearson Correlation .823

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12A1 Pearson Correlation .814

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12B1 Pearson Correlation .839

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12B2 Pearson Correlation .797

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12B3 Pearson Correlation .718

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12B4 Pearson Correlation .730

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12B5 Pearson Correlation .823

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12B6 Pearson Correlation .757


(2)

N 30 Q12B7 Pearson Correlation .797

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12B8 Pearson Correlation .756

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12C1 Pearson Correlation .806

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12C2 Pearson Correlation .780

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12C3 Pearson Correlation .788

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12C4 Pearson Correlation .757

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12C5 Pearson Correlation .734

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12D1 Pearson Correlation .698

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12D2 Pearson Correlation .735

Sig. (2-tailed) .000


(3)

Q12D3 Pearson Correlation .690

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12E Pearson Correlation .814

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12F Pearson Correlation .834

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12G Pearson Correlation .759

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q12H Pearson Correlation .738

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q13 Pearson Correlation .823

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q14 Pearson Correlation .814

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q15.1 Pearson Correlation .839

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q15.2 Pearson Correlation .797

Sig. (2-tailed) .000

N 30


(4)

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.1 Pearson Correlation .730

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.2 Pearson Correlation .823

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.3 Pearson Correlation .757

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.4 Pearson Correlation .797

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.5 Pearson Correlation .738

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.6 Pearson Correlation .814

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.7 Pearson Correlation .839

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.8 Pearson Correlation .797

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.9 Pearson Correlation .718


(5)

N 30 Q16.10 Pearson Correlation .730

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.11 Pearson Correlation .780

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.12 Pearson Correlation .788

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.13 Pearson Correlation .757

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.14 Pearson Correlation .734

Sig. (2-tailed) .000

N 30

Q16.15 Pearson Correlation .698

Sig. (2-tailed) .000

N 30

TOTAL Pearson Correlation 1

Sig. (2-tailed)


(6)

KEMENTERIAN AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

Telp: (62-21) 74716718 Fax: (62-21) 7404985 Jl. Kertamukti No.5, Pisangan, Ciputat, 15412, Jakarta Website: www.uinjkt.ac.id Email: fkik@uinjkt.ac.id

No

: Un.01/F10/ HM.00.1/ /2014 Ciputat, September 2014

Lampiran

: -

Hal

: Permohonan izin pengambilan data

Kepada Yth,

Pengobatan Shinse (Traditional Chinese Medicine)

Jalan Kamal Raya

di Jakarta Barat

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Bersama dengan ini kami sampaikan bahwa mahasiswa di bawah ini adalah

mahasiswa Peminatan Promosi Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatulah yang sedang menyelesaikan skripsi

sebagai tugas akhir untuk mendapatkan gelar SKM. Untuk itu kami mohon bantuan

Bapak/Ibu sebagai pemilik usaha kesehatan agar diizinkan melakukan pengambilan data

terkait data

data yang dibutuhkan mahasiswa yang bersangkutan.

Nama

: Supriadi

NIM

:1110101000073

Judul skripsi : Determinan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan Tradisional (

Health

Seeking Behavior of Traditional Medicine

) Masyarakat Cengkareng, Jakarta

Barat, Tahun 2014.

Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu

kami mengucapkan terima kasih.

Wassalamu.alaikum Wr. Wb

Kepala Peminatan Promosi Kesehatan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Raihana Nadra Alkaff, MA.

Tembusan: