Model Pembangunan II Pemerataan dan Pemenuhan Kebutuhan PokokKebutuhan Dasar

besar. Pembangunan menekankan peningkatan perkembangan manusia dan kesejahteraan manusia, manusia merupakan fokus sentral pembangunan, manusia terlibat dalam pelaksanaan pembangunan dengan menentukan tujuan, sumber- sumber pengawasan dan untuk mengarahkan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka Tjokrowinoto, 1995:35. Penerapan model pembangunan ini di Indonesia terjadi pada Pelita V. Pengembangan sumberdaya manusia sebagai satu wahana sentral. Kebijakan pembangunan memadukan pertumbuhan ekonomi dan transformasi struktur ekonomi dengan pemerataan pembangunan khususnya melalui penciptaan lapangan kerja produktif yang luas dan merata Kementrian Kokesra, 2004:III-1. Perbandingan diantara ketiga model pembangunan tersebut di atas dapat dilihat dalam TABEL II.3 di bawah ini: TABEL II.3 PERBANDINGAN MODEL-MODEL PEMBANGUNAN Karakteristik Model Pembangunan Pertumbuhan Basic Needs People Centered Fokus Industri Pelayanan Manusia Nilai Berpusat pada industri Berkiblat pada manusia Berpusat pada manusia Indikator Ekonomi Makro Indikator Sosial Hubungan manusia dengan sumber Peranan Pemerintah Entrepreneur Service Provider EnablerFacilitator Sumber Utama Modal Kemampuan administratif dan anggaran Kreativitas dan komitmen Kendala Konsentrasi dan marginalisasi Keterbatasan anggaran dan inkompetensi aparat Struktur dan prosedur yang tidak mendukung Sumber: David C. Korten dalam Tjokrowinoto 1995:26

2.3.2.4 Model Pembangunan IV Peningkatan Daya Saing

Model pembangunan ini berkembang akhir abad kedua puluh. Menurut Supriatna 1997:18 pembangunan berupaya untuk meningkatkan daya saing. Lokus model ini adalah nation state dalam keseluruhan unsur dan isinya, serta upaya peningkatan daya saing, pengembangan kemitraan dalam independensi global yang dinamis dan didasari nilai-nilai budaya universal. Timbul kesadaran pemerintah akan perlunya melakukan pergeseran kebijakan dan reorientasi arah pembangunan. Mekanisme pembangunan yang terlalu sentralistis, birokratis, supply oriented, proses tertutup sudah tidak dapat dipertahankan lagi karena globalisasi tersebut, sehingga paradigma harus diubah melalui transformasi segala aspek kehidupan Deni dan Djumantri, 2002:24.

2.4 Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan

Kebijakan pengentasan kemiskinan selama ini didesain secara sentralistik oleh pemerintah pusat yang diwakili oleh Bappenas. Bappenas merancang program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan dukungan alokasi dan distribusi anggaran dari APBN Sahdan, 2005. Pada masa otonomi daerah, pemerintah daerah mengalami kebingungan menyusun program penanggulangan kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan yang mereka kenal hampir semuanya berasal dari pusat dan disertai dengan kriteria dari pusat pula Indroyono, 2002. Keberhasilan program pengentasan kemiskinan terletak pada identifikasi akurat kelompok dan wilayah yang ditargetkan Remi dan Tjiptoherijanto, 2002:2. Kritik terhadap program pengentasan kemiskinan menurut Mubyarto