perselisihan sandara kandung berkurang. Apabila keluarga dengan banyak anak, disiplin orang tua cenderung otoriter, permusuhan dan
sikap antagonisme antar anak cenderung terbuka, sehingga tercipta suasana yang diwarnai perselisihan Hurlock, 2006.
Priyatna dan Yulia 2006 dalam Setiawati Zulkaida, 2007 juga menyebutkan sibling rivalry disebabkan oleh:
a. Faktor internal: merupakan faktor yang ada dan berkembang pada anak,
contohnya temperamental, sikap mencari perhatian dan kasih sayang orang tua, perbedaan umur dan jenis kelamin, dan adanya keinginan kuat
anak untuk mengalahkan saudaranya. f.
Faktor eksternal: faktor luar yang disebabkan oleh karena orang tua kurang tepat dalam mendidik anak-anaknya, seperti sikap membanding-
bandingkan, hanya memperhatikan satu anak danatau anak emas diantara anak yang lain.
3. Ciri khas sibling rivalry
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III PDGJ III menyebutkan ciri khas dari sibling rivalry ini mencakup
gabungan dari: b.
Bukti adanya rasa persaingan danatau iri hati terhadap saudara; c.
Onset selama beberapa bulan setelah kelahiran adik terutama adik langsung;
d. Gangguan emosional melampaui taraf normal danatau berkelanjutan dan
berhubungan dengan masalah psikososial Maslim, 2003.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi III PDGJ III juga menyebutkan bahwa rasa persainganiri hati antar saudara
mungkin ditandai oleh upaya bersaing yang nyata antar saudara untuk merebut perhatian atau cinta orang tuanya dan perasaan negatif yang
berlebihan. Dalam kasus yang berat persaingan mungkin disertai oleh rasa permusuhan yang terbuka, trauma fisik danatau sikap jahat dan upaya
menjatuhkan saudaranya. Sedangkan pada kasus yang ringan persainganiri hati itu dapat terlihat dari keengganan berbagi, kurangnya pandangan
positif, dan langkanya interaksi yang ramah Maslim, 2003. Tiga reaksi sibling rivalry yang dikemukakan oleh Shaffer 2009
yaitu: a.
Berperilaku agresif atau resentment kekesalan, kemarahan, atau kebencian.
Perasaan kesal dan marah akibat perlakuan yang berbeda dari orang tua dilampiaskan kepada saudaranya adikkakak. Hurlock
2005 juga menyampaikan bahwa kecemburuan terhadap saudara kandung dapat ditunjukkan melalui perilaku agresif tersebut seperti
memukul, mencakar, melukai, dan berusaha mengalahkan saingannya saudaranya, melempar barang, menyerang orang tua dan sebagainya.
b. Kompetisi atau semangat untuk bersaing tidak suka mengalah,
Persaingan saudara ini mengakibatkan salah satu atau antar saudara kandung berusaha menang dari saudaranya atau tidak suka
mengalah dari saudaranya. Anak-anak bersaing dan menganggap kelebihan mereka sebagai cara untuk mendapatkan perhatian.
Contohnya salah satu saudara menertawakan prestasi saudaranya yang lebih buruk darinya atau prestasi dia lebih baik dari adiknya Woolfson,
2003. c.
Perasaan iri atau cemburu dengan mencari perhatian Rasa cemburu muncul jika anak merasa kesal karena salah satu
anak kepada orang tuanya yang memperlakukan anak berbeda satu sama lain Dweck, 2003; Parrott Smith, 1993 dalam Thompson,
2004. Biasanya ditunjukkan dengan mencari perhatian secara berlebihan seperti salah satu anak menyakiti dirinya sendiri saat melihat
orang tua memuji saudaranya agar orang tua mengalihkan perhatian padanya Woolfson, 2005. Anak juga menunjukkan dengan sikap
sebaliknya yaitu anak menjadi penurut dan patuh hal ini dilakukan untuk memperebutkan perhatian orang tua. Orang tua sering
mendambakan anak yang baik, patuh, dan pintar Fahmi, 2008. Ketiga aspek sibling rivalry tersebut juga dijadikan oleh Yati 2008
sebagai acuan untuk membut kuesioner sibling rivalry yang dilakukan untuk penelitiannya yang berjudul “Hubungan Sibling Rivalry dengan Motivasi
Berprestasi pada Anak Kembar” pada anak pra remaja umur 11 tahun sampai 22 tahun dan penelitian Nuswantari
2011 tentang “Hubungan antara Sibling Rivalry dengan Perilaku Asertif Pada Remaja
” pada 207 siswa kelas VII SMP Negeri 2 Nganjuk yang berusia 12-15 tahun. Selain
itu, Wardani 2007 juga menjadikan tiga reaksi sibling rivalry tersebut dan menambahkan satu aspek lagi yaitu anak menjadi penurut dan patuh pada
pe nelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Penerimaan Orang Tua
dengan Sibling Rivalry pada Anak yang Memiliki Saudara Kandung Penderita Autis” pada anak usia sekolah.
Sibling rivalry dibagi menjadi sibling rivalry tinggi dan rendah. Penelitian Nuswantari 2011 juga menyebutkan bahwa sibling rivalry
dikatakan rendah ketika kadar kompetisi atau persaingan, perasaan cemburu, dan resentment rendah atau jarang terjadi. Sedangkan sibling
rivalry dikatakan tinggi ketika kompetisi atau persaingan, perasaan cemburu, dan resentment tinggi atau sering terjadi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri sibling rivalry, yaitu:
a. Berperilaku agresif atau resentment terhadap saudara kandung dan
orang tua b.
Memiliki rasa kompetisi atau semangat bersaing tidak suka mengalah c.
Memiliki perasaan iri atau cemburu terhadap saudaranya dengan mencari perhatian.
4. Dampak sibling rivalry
Sibling rivalry menimbulkan akibat atau dampak positif dan negatif terhadap perkembangan anak Havnes, 2010. Dampak-dampak tersebut,
antara lain: a.
Dampak positif Dampak dari sibling rivaly ini yaitu saat saudara lahir, anak yang
lebih tua telah mengembangkan kemandirian penuh, terutama dalam bermain, dan peningkatan kemampuan untuk bertanggung jawab yang
mengarah ke konsep diri yang lebih baik Anderson, 2006. Selain itu,
Gunarsa 2004 menyebutkan bahwa “Persaingan yang sehat dan tetap
dalam pengamatan orang tua, bisa terus dipertahankan, agar semuanya terdorong untuk mencapai prestasi dan meraih hasil sebaik-baiknya.
b. Dampak negatif
Dampak negatifnya menurut Gichara 2006, sibling rivalry dapat menimbulkan akibat yang negatif yaitu mencederai saudaranya seperti
anak akan memukul, mendorong, dan mencakar lawannya, sedangkan pada anak yang lebih besar cenderung akan memaki saudara atau
menganggap saudaranya sebagai lawan. Penelitian Ensi dan Winarianti 2009 menemukan bahwa anak usia toodler dan memiliki adik
ditemukan sekitar 89,9 terjadi cedera pada saudara yang lebih muda akibat perlakuan sang kaka dan sebesar 10,1 tidak terjadi cedera pada
saudara kandungnya. Sibling rivalry dapat merusak kualitas persaudaraan dan
menyebabkan perilaku agresif anak terutama terhadap saudaranya di rumah Havnes, 2010; Hardy et al, 2010 dan menyebabkan anak akan
lebih sering berperilaku agresif di mana saja, seperti di sekolah Patterson dalam Volling Blandon, 2003. Bank, Patterson, Reid, 1996 dalam
Pope 2006 menyebutkan bahwa hubungan tidak harmonis antar saudara kandung khususnya anak pada masa usia sekolah akan mengalami
kesulitan melakukan peyesuaian sosial seperti hubungan yang buruk dengan teman sebaya, perilaku antisosial, kesulitan belajar, dan
menunjukkan tanda psikopatologi cemas, depresi, dan ketakutan.