Pengertian Penyelenggaraan KAJIAN TEORI
Saw. Manakala manusia telah menguasai ilmu, sementara meninggalkan pengamalannya; saling mencintai dengan lisan tetapi saling membenci
dalam hati, dan saling memutuskan hubungan persaudaraan, maka ketika itu Allah Swt. melaknat mereka, lalu membuat telinga mereka tuli
dan mata mereka buta HR. Ath-Thabraniy. Al-Ghazali mengingatkan para guru berkenaan dengan pengamalan ilmu
tersebut sebagaimana ucapannya: “Waspadalah wahai para guru, jangan sampai kamu itu menjadi orang yang hanya pintar mengajar dan
mengingatkan saja, karena ini bisa menimbulkan bencana besar, kecuali kamu bersedia lebih dulu mengamalkan apa yang kamu ucapkan, baru
kemudian menasehati orang.” 2. Bersikap kasih sayang terhadap siswa, dan memperlakukan mereka
seperti putra-putrinya sendiri. Sabda Rasulullah Saw . “Sesungguhnya aku
ini bagi kamu, seperti seorang ayah bagi putra- putrinya.” HR. Abu
Daud Hal ini menunjukan bahwa menjadi kewajiban seorang murid dan guru untuk saling menyayangi dan mengasihi, sebagaimana mereka
saling mengasihi dan menyayangi dengan ayah dan ibu mereka. 3. Menghindarkan diri dari ketamakan. Seorang guru seyogianya
menghindarkan diri dari ketamakan. Dan komersialisasi ilmu; dan semestinya guru mempunyai himmah cita-cita tinggi, tidak rakus
terhadap kekayaan orang lain. Sabda Rasulullulah Saw . “Waspadalah
sikap tamak, karena ia sebenarnya adalah kemiskinan yang terselubung.” Dalam sabda lainnya: “Semua manusia berada dalam kemiskinan, karena
ketakutannya karena kemiskinan itu.” Hal ini sangat jelas menunjukan
bahwa guru seharusnya tidak menjadikan ilmunya sebagai sarana mencapai tujuan dunia semata.
4. Bersikap toleran dan pemaaf. Di antara kewajiban guru adalah bersikap lapang dada kepada murid-muridnya, menjaga jangan sampai terjadi
keributan apalagi sampai perkelahian di antara mereka, karena yang demikian tidak ada manfaatnya. Firman Allah SWT. Dalam surat an-Nisa
ayat 149 “jika kamu melahirkan sesuatu kesalahan orang lain, maka
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” 5.
Menghargai kebenaran. “Para guru adalah “penyampai” kebenaran, mereka
berkewajiban menghargai kebenaran dan komitmen
memegangnya. Mereka berkewajiban memiliki “etos” keilmuan, sehingga dengan senang hati melakukan kajian penelitian untuk
senantiasa melakukan perbaikan. 6. Keadilan dan keinsafan. Apabila para ulama itu adalah pewaris Nabi,
sementara para Nabi diperintahkan untuk merealisasikan keadilan di kalangan umat manusia, maka para guru dituntut lebih banyak
dibandingkan dengan yang lain untuk berpegang pada nilai-nilai keadilan. Karenanya, seorang guru harus selalu insaf memiliki
kesadaran dan rasa empati pada saat mengadakan penelitian, melakukan pembicaraan, dan menyampaikan ilmu serta mendengarkan pertanyaan
murid. 7. Rendah hati. Seorang guru hendaknya meninggalkan sikap keras kepala
dan berlagak serba tahu. Seorang guru hendaknya lebih mengedepankan ketulusan dan kejujuran jika menghadapi berbagai persoalan. Jika ia
ditanya tentang sesuatu yang belum diketahuinya, hendaknya ia menjawab: entah, saya belum tahu Ibn Jamaah dalam tadzkirat.
8. Ilmu adalah untuk pengabdian kepada orang lain. Seorang guru harus menyadari bahwa tujuan utama dari ilmu adalah memberi manfaat bagi
orang lain. Jadi relasi manusia dengan ilmu dari sisi sebagai guru dan para muridnya adalah ibarat ukiran tanah liat akan terukir dengan suatu
gambar yang tidak pernah digoreskan di atasnya, dan bilakah bayangan tongkat akan tampak lurus, sedangkan tongkatnya bengkok? Firman
Allah SWT. “Akankah kamu menyuruh manusia melakukan kebajikan,
sementara kamu melupakan dirimu sendiri?” Guru harus dapat menempatkan diri dan menciptakan suasana yang
kondusif, karena fungsi guru di sekolah sebagai “bapak” kedua yang bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Ki Hajar
Dewantara telah menggariskan pentingnya peranan guru dalam proses pendidikan dengan ungkapan:
1. Ing ngarsa sung tulada berarti di depan memberi teladan. Asas ini sesuai prinsip modeling yang dikemukakan oleh Sarason 1972 atau Bandura
1977. Sarason dan Bandura sama-sama menekankan pentingnya modeling atau keteladanan yang merupakan cara yang paling ampuh
dalam mengubah perilaku inovasi seseorang. 2. Ing madya mangun karsa
berarti di tengah menciptakan peluang untuk
berprakasa. Asas ini memperkuat peran dan fungsi guru sebagai mitra setara ditengah, serta sebagai fasilitator menciptakan peluang. Asas
ini menekankan pentingnya produkitivitas dalam pembelajaran. Dengan menerapkan asas ini para guru perlu mendorong keinginan berkarya
dalam diri peserta didik sehingga mampu membuat suatu karya. Asas ini sesuai dengan prinsip pedagogik produktif yang menekankan
produktivitas pembelajaran dalam mencapai hasil belajar. 3. Tut wuri handayani
artinya dari belakang memberikan dorongan dan
arahan. Hal ini mempunyai makna yang kuat tentang peran dan fungsi guru. Para guru perlu berperan sebagai pengarah atau pembimbing yang
tidak membiarkan peserta didik melakukan hal yang kurang sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, para guru perlu menjadi
fasilitator agar dorongan dan bimbingan dapat terwujud dalam perubahan prilaku peserta didik. Peran guru sebagai mitra juga tersirat dalam asas
tut wuri handayani. Fungsi pembimbing dan pendorong tidak menempatkan para guru pada hierarki teratas dalam pembelajaran. Guru
mempunyai fungsi setara atau pembimbing dan pendorong.
14
Pengertian Bimbingan dipandang dari segi terminologi maka di sini kita menghadapi dua macam istilah yaitu bimbingan dan istilah penyuluhan.
Istilah bimbingan terjemahan dari “guidance” dan istilah penyuluhan atau konseling terjemahan dari “counseling”.
14
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaraan … h.122
Bimbingan merupakan suatu tuntutan atau pertolongan. Bimbingan merupakan suatu tuntutan, ini mengandung suatu pengertian bahwa didalam
memberikan bantuan itu bila keadaan menuntut adalah menjadi kewajiban bagi para pembimbing memberikan bimbingan secara aktif kepada yang
dibimbingnya. Di samping itu pengertian bimbingan juga mengandung pengertian memberikan bantuan atau pertolongan di dalam pengertian bahwa
dalam menentukan arah dapatlah diserahkan kepada yang dibimbingnya. Bimbingan dapat diberikan baik untuk menghindari kesulitan-kesulitan atau
pun untuk mengatasi persoalan-persoalan atau kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh individu di dalam kehidupannya; ini berarti bahwa bimbingan
itu dapat diberikan baik untuk mencegah agar kesulitan itu tidak atau jangan timbul, dan dapat diberikan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang telah
menimpa individu, jadi lebih bersifat memberikan koreksi atau penyembuhan dari pada sifat pencegahan.