pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk lebih mempertinggi efektivitas serta efisiensi dalam mencapai tujuan
pendidikan seoptimal mungkin”. Dari pendapat para ahli di atas berarti, bahwa keefektifan suatu proses
pembelajaran harus memuat sejumlah komponen yang saling berinterelasi, sedangkan dengan keberadaan media, maka pembelajaran akan lebih interaktif
dan berjalan secara efektif dalam situasi lingkungan yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
K. Penyelenggaraan Praktik PIQI
Pengertian penyelenggaraan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengurus atau mengusahakan sesuatu, melakukan atau melaksanakan.
15
Proses pembelajaran selain diawali dengan perencanaan bijak, serta didukung dengan komunikasi yang baik, juga harus didukung dengan pengembangan
strategi yang mampu membelajarkan siswa. Pengelolaan pembelajaraan merupakan suatu proses penyelenggaraan interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Dunkin dan Biddle 1974:38, proses pembelajaran berada dalam empat varaibel interaksi, yaitu : 1
variabel pertanda presage variables berupa pendidik; 2 variabel konteks tanda contex variables berupa peserta didik; 3 variabel proses process variables;
dan 4 variabel produk product variables berupa perkembangan peserta didik baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang optimal, maka keempat variabel pembelajaran tersebut harus dikelola dengan baik. Berikut uraian pengelolaan variabel pembelajaraan.
16
Pengelolaan siswa dalam kurikulum berbasis kompetensi merupakan “produsen” artinya siswa sendirilah yang mencari tahu pengetahuan yang
dipelajarinya. Siswa dalam suatu kelas biasanya memiliki kemampuan yang beragam: pandai, sedang, dan kurang. Karenanya, guru perlu mengatur kapan
siswa bekerja perorangan, berpasangan, berkelompok, berdasarkan kemampuan sehingga ia dapat berkonsentrasi membantu yang kurang, dan kapan siswa
dikelompokan secara campuran sebagai kemampuan sehingga terjadi tutor sebaya.
15
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta : Balai Pustaka Departemen Pendidikan Nasional, 2007, h.1019
16
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaraan Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009, h.112
Belajar merupakan kegiatan yang bersifat universal dan multi dimensional. Dikatakan universal karena belajar bisa dilakukan siapa pun, kapan pun dan di
mana pun. Karena itu bisa saja siswa merasa tidak butuh dengan proses pembelajaran yang terjadi dalam ruangan terkontrol atau lingkungan terkendali.
Waktu belajar bisa saja waktu yang bukan dikehendaki siswa. Guru dapat mengatur dan merekayasa segala sesuatunya. Guru dapat mengatur
siswa berdasarkan situasi yang ada ketika proses belajar mengajar berlangsung. Menurut Andree, ada beberapa macam pengelompokan siswa, di antaranya :
1. Task planing groups, bentuk pengelompokan berdasarkan rencana tugas yang akan diberikan oleh guru.
2. Teaching groups, kelompok ini bisa digunakan untuk groups teaching, dimana guru memerintahkan suatu hal, siswa yang ada pada tahap yang
sama mengerjakaan tugas yang sama pada saat yang sama. 3. Seating groups, pengelompokan yang bersifat umum; dimana 4-6 siswa
duduk menglilingi satu meja. 4. Join learning groups, pengelompokan siswa di mana satu kelompok siswa
bekerja dengan kegiatan yang saling terkait dengan kelompok yang lain. Hasilnya mungkin seperangkat yang saling terkait.
5. Collaboative-groups, kelompok kerja yang menitikberat-kan pada kerja sama tiap individu dan hasilnya sebagai sesuatu yang teraplikasi.
17
Pengelolaan Guru pengetahuan adalah abstraksi dari apa yang dapat diketahui dalam jiwa orang yang mengetahuinya. Pada dasarnya pengetahuan tidak bersifat
spontan, melainkan pengetahuan harus diajarkan dan dipelajari. Dengan kata lain pengetahuan itu harus diusahakan. Awal pengetahuan terjadi karena panca indera
berinteraksi dengan alam nyata. Firman Allah Swt. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama benda seluruhnya QS. 2:31. Menurut Ikhwan al-Shafa,
sebelum terjadi interaksi terdapat pengetahuan sehingga ia dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Hal yang pertama kali yang menimbulkan kekaguman kita terhadap para ahli pendidikan muslim terdahulu adalah penghargaan mereka terhadap persoalan
pendidikan yang sangat tinggi, bahkan mereka menilainya sebagai wujud tanggung jawab moral yang sangat luhur. Mereka menganggap tugas mengajar
bukan sekadar sebagai porfesi kerja, melainkan lebih sebagai tuntunan kewajiban agama. Rasa keagamaan yang sangat kuat akan tanggung jawab agama
mengimplikasikan pada kesepakatan para ahli dan pemerhati pendidikan muslim
17
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaraan … h.122
te rhadap semacam “kode etik” pengajaran. Beberapa prinsip dasar kode etik
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh M. Jawad Ridla dalam bukunya al-Fikr al-Tarbawiyyu al-Islamiyyu Muqaddimat fi ushulih al-
Ijtima’iyyati wa al- aqlaniyyati yaitu:
1. Keharusan ilmu dibarengi dengan pengamalan ilmunya. Ia harus menyatukan antara ucapan dan perbuatannya, sebab ilmu itu diketahui
dengan mata batin, sedangkan amal perbuatan diketahui dan disaksikan dengan mata lahir. Dan sementara orang yang bertumpu pada mata lahirnya
lebih banyak, sehingga bila amal perbuatan guru itu bertentangan dengan ilmu yang dimilikinya, maka ia telah mengabaikan misi mendakwahkan
kebenaran kepada orang lain. Sabda Rasulullah Saw. Manakala manusia telah menguasai ilmu, sementara meninggalkan pengamalannya; saling
mencintai dengan lisan tetapi saling membenci dalam hati, dan saling memutuskan hubungan persaudaraan, maka ketika itu Allah Swt. melaknat
mereka, lalu membuat telinga mereka tuli dan mata mereka buta HR. Ath- Thabraniy.
Al-Ghazali mengingatkan para guru berkenaan dengan pengamalan ilmu tersebut sebagaimana ucapannya: “Waspadalah wahai para guru, jangan
sampai kamu itu menjadi orang yang hanya pintar mengajar dan mengingatkan saja, karena ini bisa menimbulkan bencana besar, kecuali
kamu bersedia lebih dulu mengamalkan apa yang kamu ucapkan, baru kemudian menasehati orang.”
2. Bersikap kasih sayang terhadap siswa, dan memperlakukan mereka seperti putra-
putrinya sendiri. Sabda Rasulullah Saw. “Sesungguhnya aku ini bagi kamu, seperti seorang ayah bagi putra-
putrinya.” HR. Abu Daud Hal ini menunjukan bahwa menjadi kewajiban seorang murid dan guru untuk saling
menyayangi dan mengasihi, sebagaimana mereka saling mengasihi dan menyayangi dengan ayah dan ibu mereka.
3. Menghindarkan diri
dari ketamakan.
Seorang guru
seyogianya menghindarkan diri dari ketamakan. Dan komersialisasi ilmu; dan
semestinya guru mempunyai himmah cita-cita tinggi, tidak rakus terhadap kekayaan orang lain. Sabda Rasulullulah Saw. “Waspadalah sikap tamak,
karena ia sebenarnya adalah kemiskinan yang terselubung.” Dalam sabda
lainnya: “Semua manusia berada dalam kemiskinan, karena ketakutannya karena kemiskinan itu.” Hal ini sangat jelas menunjukan bahwa guru
seharusnya tidak menjadikan ilmunya sebagai sarana mencapai tujuan dunia semata.
4. Bersikap toleran dan pemaaf. Di antara kewajiban guru adalah bersikap lapang dada kepada murid-muridnya, menjaga jangan sampai terjadi
keributan apalagi sampai perkelahian di antara mereka, karena yang demikian tidak ada manfaatnya. Firman Allah SWT. Dalam surat an-Nisa
ayat 149 “jika kamu melahirkan sesuatu kesalahan orang lain, maka
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa.” 5.
Menghargai kebenaran. “Para guru adalah “penyampai” kebenaran, mereka berkewajiban menghargai kebenaran dan komitmen memegangnya. Mereka
berkewajiban memiliki “etos” keilmuan, sehingga dengan senang hati melakukan kajian penelitian untuk senantiasa melakukan perbaikan.
6. Keadilan dan keinsafan. Apabila para ulama itu adalah pewaris Nabi, sementara para Nabi diperintahkan untuk merealisasikan keadilan di
kalangan umat manusia, maka para guru dituntut lebih banyak dibandingkan dengan yang lain untuk berpegang pada nilai-nilai keadilan. Karenanya,
seorang guru harus selalu insaf memiliki kesadaran dan rasa empati pada saat mengadakan penelitian, melakukan pembicaraan, dan menyampaikan
ilmu serta mendengarkan pertanyaan murid. 7. Rendah hati. Seorang guru hendaknya meninggalkan sikap keras kepala dan
berlagak serba tahu. Seorang guru hendaknya lebih mengedepankan ketulusan dan kejujuran jika menghadapi berbagai persoalan. Jika ia ditanya
tentang sesuatu yang belum diketahuinya, hendaknya ia menjawab: entah, saya belum tahu Ibn Jamaah dalam tadzkirat.
8. Ilmu adalah untuk pengabdian kepada orang lain. Seorang guru harus menyadari bahwa tujuan utama dari ilmu adalah memberi manfaat bagi
orang lain. Jadi relasi manusia dengan ilmu dari sisi sebagai guru dan para muridnya adalah ibarat ukiran tanah liat akan terukir dengan suatu gambar
yang tidak pernah digoreskan di atasnya, dan bilakah bayangan tongkat akan tampak lurus, sedangkan tongkatnya bengkok? Firman Allah SWT.