Selain faktor dominan yang berpengaruh dengan metode ini adalah juga dapat diketahui komposisi optimum melalui contour plot superimposed pada level
yang diteliti Bolton, 1997.
J. Landasan Teori
Jarak cina merupakan tanaman yang berkhasiat sebagai antibakteri. Senyawa pada jarak cina yang berkhasiat sebagai antibakteri adalah tanin.
Kandungan tanin pada tanaman ini terdapat pada batang. Pada umumnya masyarakat menggunakan getah tanaman ini secara langsung sebagai penyembuh
infeksi pada kulit, tanpa memperhatikan kebersihan batang jarak cina yang digunakan.
Zat aktif yang diharapkan terkandung dalam batang jarak cina adalah tanin. Tanin pada batang jarak cina dapat diperoleh dengan cara ekstaksi.
Ekstraksi merupakan proses menarik atau mengambil senyawa yang terdapat dalam suatu bahan dengan pelarut yang sesuai, hasil yang didapat disebut ekstrak.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati yaitu batang jarak cina menggunakan pelarut yang sesuai. Pelarut
yang digunakan untuk ekstraksi yaitu etanol 70, karena etanol 70 bersifat netral dan kapang kamir sulit tumbuh jika digunakan etanol lebih dari 20.
Penelitian oleh Muntiaha, 2014 konsentrasi ekstrak etanol batang jarak cina memiliki aktivitas antibakteri mulai dari konsentrasi 1, 5, dan 10.
Semakin besar konsentrasi yang digunakan menunjukkan tingkat atau waktu penyembuhan luka yang lebih cepat. Proses penyembuhan pada kulit dipengaruhi
oleh adanya zat aktif tanin pada batang jarak cina yang bersifat sebagai antibakteri. Penelitian Sari dan Sari 2011 menunjukkan ekstrak Jatropha
multifida L. hanya efektif untuk Staphylococus aureus Krim didefinisikan sebagai sediaan setengah padat berupa emulsi
mengandung air tidak kurang dari 60 dan dimaksudkan untuk pemakaian luar lain Dirjen POM RI, 1979. Syarat krim yang baik yaitu tidak tengik, tidak
mudah mengiritasi kulit, dan terdistribusi secara merata. Penelitian ini bertujuan membuat krim dari ekstrak etanol batang jarak cina untuk meningkatkan
penerimaan dan kenyamana pada pasien. Surfaktan sebagai emulsifying agent merupakan komponen penting
dalam pembuatan sediaan krim karena memiliki rantai hidrokarbon polar dan non polar di tiap ujungnya sehingga dapat menarik fase minyak dan fase air dengan
menempatkan diri diantara kedua fase tersebut sehingga terbentuk krim Lieberman, Reiger, dan Banker, 1996. Tween 80 digunakan sebagai emulsifying
agent pada konsentrasi 1-15 untuk sediaan topikal dan HLB 15 sehingga membantu terbentuknya sistem krim tipe MA.
Humektan merupakan senyawa higroskopis yang umumnya larut dalam air membantu menjaga kelembaban kulit dengan cara menjaga kandungan air
pada lapisan stratum korneum serta mengikat air dari lingkungan ke kulit Layden dan Rawlings, 2002. Sorbitol sebagai humektan bersifat tidak iritatif
pada kulit dan relatif kompatibel jika diformulasikan dengan bahan-bahan alin serta mudah larut dalam fase air.
Penelitian Mantyas 2013 yang berjudul “Pengaruh Tween 80 sebagai Surfaktan dan PEG 6000 sebagai Basis terhadap Sifat Fisis dan Stabilitas Krim
Ekstrak Etil Asetat Tomat dengan Desain Faktorial” menunjukan bahwa Tween 80 sebagai surfaktan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik seperti viskositas dan
daya sebar dari krim, semakin besar jumlah Tween 80 nilai viskositas semakin tinggi dan menurunkan daya sebar, sedangkan pada penelitian Marlina 2007
dengan judul “Optimasi Komposisi Propilen Glikol dan Sorbitol sebagai Humektan dalam Formula Krim Anti Hair Loss Ekstrak Saw Palmetto Serenoa
repens: Aplikasi Desain Faktorial: menunjukan bahwa sorbitol paling dominan dalam menentukan viskositas dan daya sebar krim, dimana semakin banyak
jumlah sorbitol yang digunakan diketahui menaikan daya sebar pada level tinggi propilen glikol dan menaikan viskositas pada level rendah propilen glikol.
Berdasarkan penelitian tersebut masing-masing faktor dari Tween 80 dan sorbitol memberikan pengaruh terhadap sifat fisik seperti viskositas dan daya sebar,
sehingga dapat diperkirakan variasi jumlah antara Tween 80 dan sorbitol dalam penelitian ini akan menghasilkan area komposisi optimum dengan metode desain
faktorial. Metode desain faktorial merupakan salah satu metode rasional untuk
menyimpulkan dan mengevaluasi secara objektif efek dari besaran yang berpengaruh terhadap kualitas produk. Desain faktorial dikenal istilah faktor,
level, efek, dan respon. Metode desain faktorial membutuhkan empat percobaan dari dua level dan dua faktor ini 2
n
= 4, dengan 2 menunjukkan level dan n menunjukkan jumlah faktor. Percobaan tersebut diolah dengan analisis statistik
menggunkan R program untuk mendapatkan persamaan yang digunakan untuk membuat grafik countour plot superimposed. Area optimum dapat diperoleh
dengan membuat grafik countour plot superimposed berdasarkan parameter yang ditentukan.
K. Hipotesis