16
terpisahkan dari proses interaksi sosial. Kontak berupa ekspresi tubuh ketika anak berkesulitan belajar memulai interaksi dengan lawan bicara termasuk hal
yang akan diamati. Anak berkesulitan belajar melakukan kontak yang umum seperti berjabat tangan, tersenyum, atau merunduk bisa diketahui dari
pengamatan peneliti di lapangan. Sedangkan dari sisi komunikasi berusaha mendalami gaya anak berkesulitan belajar dalam komunikasi secara lisan.
3. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial
Interaksi sosial bukan peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba walaupun terkadang spontanitas perbincangan terjadi apabila bertemu dengan individu
atau kelompok. Interaksi sosial lebih pada hubungan yang intensif karena didasari faktor tertentu dan sesuai maknanya bahwa interaksi sosial pasti
bertujuan. Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor antara lain, faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati Soerjono
Soekanto, 2010: 61.
a. Imitasi
Imitasi merupakan tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berbeda di sekitarnya. Imitasi banyak dipengaruhi oleh
tingkat jangkauan inderanya, yaitu sebatas yang dilihat, didengar, dan dirasakan Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, 2011: 67. Penjelasan
mengenai imitasi secara tersiat memiliki satu segi positif yaitu imitasi dapat mendorong sesorang untuk mematuhi aturan dan nilai-nilai yang
berlaku karena meniru orang lain. Namun tidak dipungkiri pula, imitasi
17
dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal negatif apabila yang ditiru adalah tindakan menyimpang.
Bimo Walgito 2010: 67 mengemukakan untuk mengimitasi sesuatu perlu adanya sikap menerima, ada sikap mengagumi terhadap apa yang
diimitasi itu, karena itu imitasi tidak berlangsung dengan sendirinya. Pendapat Bimo Walgito menjelaskan bahwa proses imitasi bukan keadaan
yang tiba-tiba terjadi melainkan memiliki sikap menerima dari pandangannya terhadap suatu hal yang menarik dari orang lain.
Definisi imitasi berdasarkan kedua pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa imitasi merupakan tindakan meniru orang lain yang dipengaruhi
oleh inderawinya seperi melihat, mendengar, dan merasakan sesuatu dari seseorang yang dikaguminya. Imitasi dalam penelitian ini berkaitan
dengan anak berkesulitan belajar ketika akan melakukan interaksi sosial. Figur yang dikagumi oleh anak dan tindakan menirunya terhadap figur itu
menjadi gambaran imitasi anak berkesulitan belajar. Berbagai bentuk imitasi itu misalnya gaya penampilan dari orang yang dilihatnya dan cara
mengungkapkan pembicaraan dari ucapan orang lain yang ia dengar. Anak berkesulitan belajar tentu memiliki perasaan maka peneliti juga melakukan
pengamatan mengenai wujud merasakan berupa perasaan yang
menimbulkan hasrat dalam diri anak berkesulitan belajar untuk mencoba sesuatu hal baru.
18
b. Sugesti
Sugesti berlangsung apabila sesorang memberi pandangan atau sesuatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain
Soerjono Soekanto, 2010: 61. Elly M. Setiadi dan Usman Kolip 2011: 68 mengemukakan hal yang sama dengan lebih detail bahwa sugesti
dipahami sebagai tingkah laku yang mengikuti pola-pola yang berada di dalam dirinya, yaitu ketika seseorang memberikan pandangan atau sikap
dari dalam dirinya lalu diterimanya dalam bentuk sikap dan perilaku tertentu.
Sugesti berdasarkan dua pendapat ahli di atas dapat dimaknai bahwa proses munculnya tingkah laku dari suatu sikap yang ada di dalam dirinya
sendiri tetapi sudah diperkuat dengan pandangan orang lain sehingga percaya dengan penuh keyakinan. Dapat pula dipahami bahwa sugesti bisa
datang dari diri sendiri maupun datang dari orang lain yang memberi sugesti.
Bimo Walgito 2010: 69 menjelaskan seseorang mudah menerima sugesti biasanya dipengaruhi hal-hal berikut. Sugesti akan mudah diterima
oleh orang lain, apabila a daya berpikir kritisnya dihambat, b kemampuan berpikirnya terpecah-belah dissosiasi, c materi sugestinya
mendapat dukungan orang banyak sugesti mayoritas, d orang yang memberikan materi itu orang yang mempunyai otoritas, dan e orang
yang bersangkutan telah ada pendapat yang mendahului yang searah.
19
Sugesti berkaitan erat dengan emosional penerima sugesti, maka tak jarang menjadi sebuah trauma emosional ketika menjumpai sugesti yang
sama. Salah satu ahli berpendapat bahwa trauma berkaitan dengan hambatan belajar. Etta Brown 2008: 30 menyatakan “if a child who has
been traumatized remains an aroused state of fear and finds it difficult to process verbal information, it then difficult to follow directions, to recall
what was heard and to make sense out of what being said.” Terjemahan bebasnya yaitu jika anak yang mengalami trauma tetap dalam keadaan
ketakutan dan merasa sulit memproses informasi verbal, maka akibatnya menjadi sulit untuk mengikuti petunjuk, mengingat apa yang ia dengar,
dan memahami terhadap apa yang dikatakan. Pendapat Etta Brown di atas berkaitan dengan sugesti yang membuat
trauma. Sugesti tersebut bisa dikatakan bentuk sugesti yang kasar atau mengintimidasi sehingga menimbulkan trauma di kemudian hari. Keadaan
ini mengakibatkan jika anak berkesulitan belajar pernah mengalami trauma karena sugesti yang tidak mengenakan maka bisa berakibat jika
mendapati sugesti lagi anak menjadi terganggu secara emosional. Trauma emosional ini membuat anak tidak memahami petunjuk dan sulit
mengingat apa yang sudah disampaikan. Faktor sugesti sebagai pendukung terjadinya interaksi sosial dalam
praktiknya sangat dipengaruhi pada pibadi yang bersangkutan. Anak berkesulitan belajar diketahui sebagian besar mengalami kurang percaya
diri akibat kelemahannya dalam belajar. Sesuai pendapat Bimo Walgito,
20
kelima sebab sugesti mudah diterima oleh seseorang khususnya pada anak berkesulitan belajar ini akan digali satu per satu. Anak berkesulitan belajar
tentu akan memiliki ciri khas tersendiri dalam menanggapi sebuah sugesti yang ditujukan pada si anak. Faktor sugesti yang mendukung terjadinya
interaksi sosial pada anak berkesulitan belajar akan ditelaah melalui daya kritis, alur berpikir, isi sugesti, pemberi sugesti, dan juga sugesti yang
berasal dari dirinya sendiri.
c. Identifikasi