Latar Belakang Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gizi sangat penting bagi kehidupan. Kekurangan gizi pada balita dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunnya kecerdasan dan gangguan mental. Kekurangan gizi yang serius dapat menyebabkan kematian. Masalah gizi di Indonesia meliputi anemia, kekurangan vitamin A, gangguan akibat kekurangan yodium, defisiensi zat besi, dan kekurangan energi protein KEP. Balita termasuk kelompok rawan kekurangan zat gizi termasuk KEP. Ini terjadi tidak hanya didahulukan dari kelaparan atau kekurangan pangan tetapi dapat terjadi dari aspek makanan yang kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. Hasil Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2013, prevalensi kurang gizi di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 17,9 pada tahun 2010 menjadi 19,6 pada tahun 2013. Diantara 33 provinsi di Indonesia, Sumatera Utara menempati urutan ke 16 dari 18 provinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk dan kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen. Peningkatan masalah gizi tersebut kemungkinan disebabkan oleh asupan yang tidak sesuai dengan kebutuhan balita baik zat gizi makro dan mikro. Semakin meningkat usia balita maka semakin meningkat pula kebutuhan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan. Salah satu upaya untuk memperbaiki asupan zat gizi pada balita melalui pemberian makanan. Biskuit merupakan makanan yang disenangi balita karena memiliki variasi bentuk yang menarik dan rasa yang manis. Jajanan sehat seperti Universitas Sumatera Utara 2 biskuit dengan penambahan beberapa jenis bahan makanan yang mengandung zat gizi yang tinggi sangat tepat dijadikan sebagai tambahan makanan. Pertimbangannya balita telah dikategorikan mampu mengkonsumsi makanan padat yang memiliki tekstur renyah dan memiliki varian rasa. Disamping itu sistem pencernaan yang telah mampu mencerna makanan padat dan gigi yang mulai tumbuh, membantu proses peralihan makanan dari hanya mengkonsumsi ASI saja menjadi mengkonsumsi makanan padat. Hasil penelitian tentang modifikasi biskuit dengan penambahan berbagai jenis makanan bergizi antara lain telah dilakukan oleh Febrina 2012, yang menambahkan tepung wortel dalam pembuatan biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel 5, 15, dan 25 terbukti menambah kadar vitamin A. Selain itu pembuatan biskuit dengan penambahan tepung ceker ayam yang dilakukan oleh Ramadhani 2013, menunjukkan semakin banyak tepung ceker ayam yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin tinggi kandungan kalsium pada biskuit. Kadar kalsium biskuit ceker ayam per 100 gram biskuit dengan perbandingan 15, 20, 25 yaitu 201,0 mg 237,9 mg, 313,6 mg. Penelitian Mervina 2009, tentang formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo Clarias gariepinus dan isolat protein kedelai Glycine max sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi kurang. Dengan memberikan kontribusi protein 25.12 dan 39.20 dari AKG, produk biskuit dapat dikatakan biskuit tinggi protein karena memberikan kontribusi yang cukup terhadap pemenuhan zat gizi, terutama protein dan energi. Tujuan penambahan Universitas Sumatera Utara 3 isolat protein kedelai selain sebagai penambah kandungan protein juga untuk memperbaiki tekstur biskuit. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit umumnya adalah tepung terigu. Biskuit yang berbahan dasar tepung terigu hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak dan sedikit mengandung zat gizi mikro seperti fosfor, kalsium dan zat besi. Banyak biskuit yang beredar dipasaran mengandung terlalu banyak gula. Baik didalam adonan maupun sebagai pelengkap misalnya selai atau salut coklat. Selain itu sedikit biskuit yang mengandung karbohidrat kompleks seperti tepung gandum. Menurut Astawan 2008, adanya penambahan zat gizi tertentu atau biasa disebut dengan fortifikasi membuat biskuit tidak hanya sekedar makanan yang merupakan sumber energi tetapi juga dapat ditambah zat gizi lain yang sangat diperlukan tubuh. Biskuit juga dapat ditambahkan mineral, serat pangan, prebiotik, dan komponen bioaktif lainnya. Kemajuan Teknologi membuat biskuit tidak hanya sebagai makanan yang enak tetapi dapat bermanfaat bagi kesehatan, bergizi dan memiliki bentuk yang menarik. Salah satu alternatif pembuatan biskuit adalah dengan penambahan pisang awak masak dan kecambah kedelai yang telah dibuat menjadi tepung. Pisang awak sering dimanfaatkan masyarakat sebagai makanan bayi, keripik, makanan tradisional seperti godok-godok, pisang sale. Hasil penelitian Puspita 2011, terdapat 83,3 persen bayi di Desa Paloh Gadeng Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara diberikan pisang awak dengan cara dilumatkan, dikerok dan terkadang dicampur bersama nasi. Universitas Sumatera Utara 4 Pisang Awak yang telah dibuat menjadi tepung dapat dijadikan bahan tambahan dalam pembuatan biskuit. Untuk menambah zat gizi dapat ditambahkan tepung kecambah kedelai pada proses pembuatannya. Proses bahan makanan yang dijadikan tepung dapat menambah masa ketahanan bahan makanan tersebut. Sehingga jangka waktu penyimpanannya dapat lebih lama daripada sebelum dijadikan tepung. Kedelai dalam bentuk kering yang dikecambah mengalami peningkatan protein dan dapat melipatgandakan jumlah vitamin A sebanyak 300 dan vitamin C hingga 500-600 Cahyadi, 2007, sedangkan menurut hasil penelitian pengembangan formula MP-ASI tepung pisang awak dengan kecambah kedelai yang dilakukan oleh Jumirah Fitri 2013, ternyata mampu meningkatkan kandungan zat gizi terutama serat 7,5, karbohidrat 54,43, energi 400,27 kkal, lemak 10, dan protein 17,85. Selain itu campuran tepung pisang awak dan kecambah kedelai mengandung sejumlah zat prebiotik yaitu Inulin sebesar 3,53, Frukto Oligo Sakarida FOS sebesar 2,72 dan Galakto Oligo Sakarida GOS sebesar 0,36. Sejalan dengan fenomena diatas penulis tertarik membuat biskuit dengan substitusi tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai. Hal ini didasarkan pada kandungan gizi dari tepung pisang awak masak dan kecambah kedelai yang hanya dari zat gizi makro tetapi juga zat gizi mikro. Selain itu jenis bahan makanan ini belum banyak dimanfaatkan menjadi biskuit, khususnya terkait perbaikan gizi pada anak balita. Universitas Sumatera Utara 5

1.2. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja (Musa textilia )Menjadi Selai Sebagai Isian Roti Serta Daya Terima dan Kandungan Zat Gizinya

14 146 98

Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

2 87 105

Analisis Kualitas Protein Secara Biologi Pada Tepung Campuran Beras-Pisang Awak Masak (Musa paradisiaca var. Awak) yang Divariasikan dengan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dan Tepung Kecambah Kedelai (Glycine max L. Merrill)

5 76 98

Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca) Terhadap Daya Terima Kue Donat

29 178 110

Studi Pemakaian Tepung Pisang Ambon (Musa acuminata AAA) sebagai Anti-aging Dalam Sediaan Masker

6 108 86

Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

0 1 2

Subtitusi Tepung Pisang Awak (Musa Paradisiaca Var Awak) dan Ikan Lele Dumbo (Clarias Garipinus) Dalam Pembuatan Biskuit Serta Uji Daya Terimanya

0 0 20

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 0 20

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 0 17

Substitusi Tepung Pisang Awak Masak (Musa Paradisiaca Var. Awak) dan Kecambah Kedelai (Glycine Max) pada Pembuatan Biskuit Serta Daya Terima

0 2 18