1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hasil belajar dalam dunia pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar, karena hasil belajar
merupakan tolak ukur keberhasilan pendidikan. Hasil belajar itu sendiri sangat berpengaruh bagi siswa maupun guru. Tinggi rendahnya hasil belajar yang dicapai
oleh siswa tergantung pada kemampuan siswa dalam memahami dan mempelajari materi yang disampaikan selama periode tertentu. Pengaruhnya untuk guru
sebagai tolak ukur dalam menyampaikan suatu materi pembelajaran, sehingga dapat dievaluasi apabila hasilnya kurang maksimal.
Hasil belajar yang tinggi tidak hanya diharapkan oleh siswa maupun guru, tetapi sekolah, orang tua bahkan masyarakat sekalipun mengharapkan prestasi
yang baik. Adanya perbedaan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor pertama adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa faktor internal
dan faktor yang kedua adalah faktor yang berasal dari luar siswa faktor eksternal. Menurut Slameto 2010:54 faktor intern terdiri dari kesehatan, cacat
tubuh, kecerdasan atau intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan, kesiapan dan kelelahan. Sedangkan faktor ekstern terdiri dari lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah model pembelajaran, relasi guru dengan siswa, alat pelajaranmedia pembelajaran dan lingkungan masyarakat.
Hasil belajar dapat dijadikan sebagai indikator tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap dan memahami suatu materi, serta mengetahui seberapa besar
minat siswa terhadap suatu materi pembelajaran. Siswa dikatakan tuntas dalam belajar apabila nilai yang diperoleh mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum
KKM yang sudah ditentukan. Standar ketuntasan yang digunakan oleh SMA Negeri 1 Cepiring Kendal adalah sebesar 66.
Berdasarkan observasi awal yang penulis lakukan di SMA Negeri 1 Cepiring Kendal, sekolah tersebut sudah memiliki fasilitas yang lengkap untuk
menunjang kegiatan belajar mengajar terutama untuk mata pelajaran akuntansi. Sarana prasarana yang tersedia dan kondisi lingkungan yang mendukung
diharapkan hasil belajar dapat tercapai dengan baik, namun pada kenyataanya masih ada siswa yang memperoleh nilai di bawah kriteria ketuntasan minimum.
Data sementara yang diambil dari nilai ulangan harian khususnya pokok bahasan jurnal penyesuaian pada siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepiring
Kendal tahun ajaran 20092010 diketahui ada beberapa siswa yang nilainya belum tuntas. Untuk memperjelas berikut tabel ketuntasan siswa.
Tabel 1 Jumlah Ketuntasan Siswa
Kelas Tuntas
Tidak tuntas tuntas
tidak tuntas
XI IPS 1 17
21 44,74
55,26 XI IPS 2
16 20
44,44 55,55
XI IPS 3 15
22 40,54
59,46 XI IPS 4
17 19
47,22 52,78
Total 65
82 44,22
55,78
Sumber: daftar nilai guru mata pelajaran Ekonomi Akuntansi kelas XI pada lampiran 1 sampai 4
Berdasarkan data diatas dengan penetapan Kriteria Ketuntasan Minimum KKM oleh SMA Negeri 1 Cepiring sebesar 6,6 terdapat 55,78 siswa kelas XI
IPS berada pada kriteria tidak tuntas sedangkan siswa yang mampu mencapai ketuntasan hanya 44,22, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan pembelajaran akuntansi tersebut belum mencapai ketuntasan dalam belajar. Menurut Mulyasa 2004:99 seorang peserta didik dikatakan tuntas dalam
belajar apabila ia mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan pembelajaran sekurang-kurangnya 85 dari jumlah peserta didik yang ada
di kelas tersebut. Hasil observasi awal yang dilakukan dengan mengamati proses
pembelajaran didalam kelas, diketahui bahwa proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional dengan
mengandalkan media hasil teknologi cetak tanpa ada tambahan metode atau media pembelajaran lain yang lebih variatif. Begitu masuk guru memberikan sedikit
penjelasan dengan ceramah tentang materi pelajaran yang akan dipelajari, kemudian dilanjutkan dengan memberikan siswa beberapa latihan soal atau tugas.
Siswa diminta untuk membuka catatan dan mengerjakan buku lembar kerja atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Proses pembelajaran dengan model konvensional masih belum cukup untuk memberikan kesan yang mendalam pada siswa, karena peran guru dalam
menyampaikan materi lebih dominan jika dibandingkan dengan keaktifan siswa sendiri. Guru lebih banyak memberikan penjelasan daripada mencari tahu sejauh
mana siswa bisa menerima dan memahami informasi yang disampaikan. Kegiatan
pembelajaran yang monoton membuat siswa merasa bosan sehingga siswa kurang aktif dan kadang-kadang konsentrasinya terpecah dengan hal lain, akibatnya siswa
kurang memahami materi pelajaran yang sedang diajarkan. Model pembelajaran konvensional dalam menyampaikan materi dengan cara
ceramah, tanya jawab, dan latihan soal yang hanya menuntut siswa untuk memahami
konsep. Padahal dalam mempelajari akuntansi diperlukan keterampilan dan pemahaman untuk mengerjakan pembukuan sehingga
dibutuhkan model pembelajaran yang tepat dan menarik untuk melengkapi model pembelajaran konvensional. Menurut Hamalik 2002:35 model konvensional
merupakan model pembelajaran yang bernaung pada teori behavioristik yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan
oleh guru. Guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa. Namun meskipun demikian
bukan berarti model konvensional ini tidak efektif karena guru banyak yang menggunakan model ini dan dapat mencapai ketuntasan nilai siswa.
Peningkatan hasil belajar akuntansi dipengaruhi oleh proses pembelajaran di dalam kelas. Suasana untuk dapat menciptakan kondisi lingkungan belajar yang
menarik diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa untuk aktif, interaktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Penggunaan metode yang
bervariasi dapat
menggairahkan belajar
anak didik
Djamarah dan
Zain,2010:158. Keterampilan mengadakan variasi dalam proses belajar mengajar akan melibatkan tiga aspek yaitu variasi dalam gaya mengajar, variasi dalam
menggunakan media dan bahan pengajaran, dan variasi dalam interaksi antara
guru dengan siswa. Keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar akan menciptakan suasana belajar yang aktif dan siswa akan merasa tertarik untuk
mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, pembelajaran yang dapat memotivasi peserta didik untuk
menyelesaikan soal-soal atau tugas yang diberikan sampai menemukan jawabanya sendiri akan memberikan pemahaman yang mendalam terhadap materi yang
disampaikan Peserta didik akan terbiasa untuk berusaha belajar mandiri dalam memecahkan masalah dengan mengembangkan kemampuan menganalisis dan
mengelola informasi. Menciptakan kondisi belajar seperti di atas, salah satunya dengan
menerapkan suatu model pembelajaran yang mendukung siswa untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Salah satu model pembelajaran tersebut adalah model
pembelajaran problem solving pemecahan masalah. Pemilihan model pembelajaran problem solving dipandang sebagai model pembelajaran yang
mampu meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berfikir tinggi Suyitno, 2004:36. Tujuan yang ingin dicapai dari model pembelajaran problem solving
adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, dan logis untuk menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris
dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah Sanjaya, 2007:216. Model pembelajaran problem solving memusatkan kegiatan kepada siswa
dan mendorong siswa untuk berpikir secara sistematis serta dapat meningkatkan kreativitas siswa dan sekaligus pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan.
Kelebihan model pembelajaran problem solving menurut Sanjaya 2007:220-221
diantaranya yaitu : 1 mendidik siswa untuk lebih memahami isi pelajaran, 2 menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa, 3 meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, 4 lebih menyenangkan dan disukai siswa, 5 mengembangkan kemampuan siswa
untuk berpikir kritis. Melalui proses pembelajaran yang melibatkan siswa sebagai pusat kegiatan
maka siswa akan memperoleh kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam
dan akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar dikelas. Salah satu karakteristik pembelajaran problem solving untuk mendorong siswa mencari dan menemukan
serta memecahkan persoalan-persoalan yang diberikan kepada siswa sehingga memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar banyak hal dari sumber-sumber
informasi yang ada dengan demikian pengetahuan siswa dapat bertambah. Keunggulan-keunggulan yang ada dalam problem solving sangat tepat dan lebih
efektif digunakan dalam mata pelajaran ekonomi akuntansi khususnya materi jurnal penyesuaian karena didalamnya dibutuhkan pemahaman konsep yang
mendalam. Selain penerapan model pembelajaran problem solving, untuk menambah
minat dan semangat belajar yang baru bagi siswa, penggunakan alat bantu berupa media juga sangat penting. Pembelajaran dengan bantuan macromedia flash dapat
menampilkan informasi yang berupa tulisan, gambar-gambar serta animasi bergerak sehingga siswa lebih tertarik dan lebih memahami materi yang
disampaikan oleh guru. Macromedia flash merupakan aplikasi perangkat lunak
buatan microsoft yang dikhususkan untuk menciptakan animasi dan atau dynamic content home isi halaman yang dinamis.
Hamalik dalam Arsyad 2009:15 mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Selain
membangkitkan motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajian data dengan menarik dan
terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi. Ketidakjelasan bahan yang disampaikan dalam proses belajar mengajar
dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan
media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkretkan
dengan kehadiran media. Djamarah dan Zain, 2010: 120 Menurut Dale dalam Arsyad 2009:10 belajar dengan menggunakan indera
ganda yaitu penglihatan dan pendengaran akan membuat siswa lebih mudah untuk menerima pelajaran yang di sampaikan dibandingkan dengan materi pelajaran
yang disajikan hanya dengan stimulus pandang atau hanya dengan stimulus dengar. Perbandingan pemerolehan hasil belajar melalui indera penglihatan dan
indera pendengaran sangat jauh perbedaanya. Kurang lebih 75 hasil belajar seseorang diperoleh melalui indera pandang, dan hanya sekitar 13 diperoleh
melalui indera dengar dan 12 bagi indera lainnya. Arsyad, 2009:11
Beberapa peneliti sebelumnya telah membuktikan keefektivan penggunaan model pembelajaran problem solving dalam proses pembelajaran. Sebagaimana
penelitian yang telah dilakukan oleh Serin 2011 diperoleh hasil dengan metode problem solving terbukti efektif meningkatkan hasil belajar siswa, diketahui
bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen dalam pengenalan Computer-Based mencapai 86,3 sedangkan kelas kontrol hanya mencapai 74,6.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Suharsono 1998 diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran dengan pemecahan masalah terbukti dapat meningkatkan
kemampuan berpikir mahasiswa baik pada taraf signifikan 0,05 maupun 0,01. Selain itu dalam penelitian Kristiadi 2007 menunjukan kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan penggunaan strategi pembelajaran problem solving, strategi pembelajaran inquiry dan strategi ekspositori terhadap
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS dimana F hitung F table 11,958 3,07 dengan taraf signifikansi 0,05.
Sementara dalam penelitian lain dijelaskan tentang efektivitas pemakaian media sebagai alat bantu dalam penggunaan model pembelajaran yang diterapkan
untuk meningkatkan prestasi belajar dan menciptakan suasana belajar yang menarik dan tidak membosankan seperti yang diungkapkan oleh Rajendran, dkk
2010 melakukan penelitian dimana diperoleh hasil dari penelitian mereka bahwa mayoritas siswa merasa mampu mengikuti pelajaran dengan menggunakan virtual
lab E-learning dari pada dengan membaca buku.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Muttaqin 2007 diperoleh hasil dengan menggunakan gambar animasi pada macomedia flash mahasiswa terbukti mudah
memahami cara kerja suatu alat, terutama dalam matakuliah mekatronik. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Suheri 2006 menyimpulkan bahwa penerapan
animasi multimedia pembelajaran lebih mudah, singkat, murah dan menyenangkan serta memperkenalkan dengan dunia multimedia.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Model Pembelajaran Problem Solving dengan
Bantuan Macromedia Flash terhadap Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Cepiring Kendal Tahun Ajaran 20102011”.
1.2 Rumusan Masalah