Faktor-faktor psikolois yang mempengaruhi prilaku sehat mahasiswa beberapa perguruan tinggi di Tangerang Selatan

(1)

FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI

PERILAKU SEHAT MAHASISWA BEBERAPA PERGURUAN

TINGGI DI TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh:

Sarah Rahmadian

10607000217182

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Kesabaran itu menolong segala pekerjaan

-Mahfudzot

“Tuntutlah ilmu pengetahuan karena dengan ilmu akan menimbulkan rasa takut kepada Allah. Mempelajari ilmu pengetahuan termasuk ibadah, menelaahnya dianggap membaca tasbih, meneliti itu setara jihad, mengajarkannya kepada orang yang bodoh dihitung sebagai sedekah, dan mendiskusikannya dengan para pakar dianggap sebagai suatu bentuk kedekatan kepada-Nya”

-Muadz bin Jabal r.a.

““““

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita ketahui, ka

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita ketahui, ka

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita ketahui, ka

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita ketahui, kapankah kita akan dapat

pankah kita akan dapat

pankah kita akan dapat

pankah kita akan dapat

pengetahuan yang baru? Melakukan yang belum kita ketahui

pengetahuan yang baru? Melakukan yang belum kita ketahui

pengetahuan yang baru? Melakukan yang belum kita ketahui

pengetahuan yang baru? Melakukan yang belum kita ketahui adalah pintu menuju

adalah pintu menuju

adalah pintu menuju

adalah pintu menuju

pengetahuan

pengetahuan

pengetahuan

pengetahuan

----

Mario Teguh


(3)

iv

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini ku persembahkan untuk

Skripsi ini ku persembahkan untuk

Skripsi ini ku persembahkan untuk

Skripsi ini ku persembahkan untuk Mama

Mama

Mama

Mama &

&

&

& Papa

Papa

Papa

Papa

yang

yang

yang

yang telah

telah

telah

telah memberikan

memberikan

memberikan

memberikan kasih

kasih

kasih

kasih say

sayaaaang

say

say

ng

ng

ng, dukun

, dukun

, dukun

, dukungan dan doa

gan dan doa

gan dan doa

gan dan doa

yang tiada hentinya

yang tiada hentinya

yang tiada hentinya

yang tiada hentinya....


(4)

v

ABSTRAK

(A)Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (B)Oktober 2011

(C)Sarah Rahmadian

(D)XVI + 120 halaman + lampiran

(E)Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Perilaku Sehat Mahasiswa

beberapa Perguruan Tinggi di Tangerang Selatan.

(F)Sehat dan sakit bukan hanya ditentukan secara biologis, tetapi juga ditentukan oleh masalah perilaku individu, yaitu perilaku sehat. Perilaku sehat merupakan elemen yang paling penting bagi kesehatan dan keberadaan manusia. Perilaku sehat yang buruk memiliki efek yang buruk terhadap kesehatan atau menimbulkan penyakit. Perilaku tersebut termasuk merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan konsumsi makanan berlemak tinggi. Sebaliknya meningkatkan perilaku sehat bermanfaat untuk kesehatan atau melindungi individu dari penyakit. Perilaku tersebut termasuk olahraga dan konsumsi buah. Namun, para peneliti telah menunjukkan secara global bahwa banyak mahasiswa terlibat dalam berbagai perilaku sehat beresiko. Perilaku sehat diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor psikologis.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor psikologis apa saja yang paling besar dan signifikan mempengaruhi perilaku sehat mahasiwa beberapa perguruan tinggi di Tangerang Selatan. Peneliti menguji beberapa variabel yang diduga mempengaruhi perilaku sehat mahasiswa, yaitu self-esteem, health-specific self-efficacy, health locus of control (internal health locus of control dan

eksternal health locus of control), dan kepribadian (extraversion, agreeableness,

conscientiousness, neuroticism, dan openness). Selain itu peneliti juga meneliti variabel demografis yaitu kelas sosial ekonomi orang tua sebagai kontrol yang menjadi independent variabel.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 195 responden mahasiswa beberapa perguruan tinggi di Tangerang Selatan. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan menggunakan non-probability sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku sehat yang peneliti adaptasi dari Health Behavior Checklist (Vickers dkk., 1988). Alat ukur self-esteem peneliti adaptasi dari skala self-esteem yang disusun oleh Rosenberg. Alat ukur health-specific self-efficacy peneliti adaptasi dari skala health-specific self-efficacy (Renner & Schwarzer, tt). Alat ukur health locus of control peneliti adaptasi dari Multidimensional Health Locus of Control (MHCL) (Wallston, Wallston & DeVellis, 1978). Dan Alat ukur kepribadian peneliti adaptasi dari Big


(5)

vi

Five Inventori (BFI) (John, Oliver P., 1991 dalam John & Srivastava, 1999). Adapun metode analisis data yang digunakan dalam peneltian ini menggunakan teknik regresi berganda dengan menggunakan software SPSS versi 17. Sedangkan untuk pengujian validitas konstruk menggunakan Lisrel 8.3.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa dari beberapa independent variabel dalam penelitian ini yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku sehat adalah

health-specific self-efficacy dan openness, kedua variabel tersebut juga memberikan seumbangan yang signifikan terhadap perilaku sehat. Dan terdapat perbedaan pengaruh self-esteem, health-specific self-efficacy, internal health locus of control, eksternal health locus of control, extraversion, agreeableness,

conscientiousness, neuroticism, openness dan kelas sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku sehat pada kelompok laki-laki dan perempuan.

Penulis menyarankan untuk menyertakan aspek psikologis lain yang mungkin dapat mempengaruhi perilaku sehat mahasiswa pada penelitian selanjutnya. Selain itu untuk penelitian mengenai perilaku sehat, untuk meneliti variabel perilaku sehat yang lebih bervariasi lagi dan analisisnya menggunakan teknik analisis multivariate regression sehingga dapat terlihat lebih jelas pengaruh dari IV terhadap masing-masing perilaku sehat, atau meggunakan variabel perilaku sehat yang lebih spesifik.


(6)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Perilaku Sehat Mahasiswa beberapa Perguruan

Tinggi di Tangerang Selatan”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan

kepada panutan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga, sahabat, ulama, dan segenap umat Islam sekalian.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Penulis sangat berterima kasih karena ditengah jadwal beliau yang amat padat, beliau banyak meluangkan waktu dalam proses bimbingan skripsi ini. Terima kasih atas segala arahan, masukan, kritik, serta koreksi yang sangat detail dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Yufi Adriani, M. Psi., sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas segala

bimbingan, koreksi, arahan, masukkan, dan waktu yang diberikan kepada penulis. 3. Ibu S. Evangeline I Suaidy M. Psi. Psi., Pembimbing akademik.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pelajaran kepada penulis, baik itu dalam hal akademis maupun dalam menjalani kehidupan.

5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama Mba Rini yang selalu memberikan informasi mengenai kegiatan dan kehadiran Bapak Jahja Umar, Ph.D, sehingga penulis dapat bertemu dengannya.


(7)

viii

6. Mama dan papa atas didikan, kasih sayang, kesabaran, pengertian, dukungan baik moril maupun materil, arahan serta doa yang penulis terima dan rasakan hingga detik ini.

7. Adik dan kakak penulis, terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini. Meskipun kalian terlihat tidak peduli, penulis yakin didalam lubuk hati kalian selalu ada dukungan dan doa untuk penulis. Serta sepupu penulis, Mba Erna dan Bang Jamil, terimakasih atas tempat tinggal yang nyaman serta fasilitas yang sangat bermanfaat selama penulis menyelesaikan skripsi ini, dan atas dukungan, doa serta saran yang penulis terima.

8. Sahabat-sahabat penulis, Hasnah, Susi, Korri, Nadia, Ali, Sunu, Bambang, Bima, Ayu & Nisa, yang telah memberikan penulis makna dari persahabatan, terima kasih atas segala hal yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini. Kiki, Rika F, Hanny, Sheli, & Puri, terima kasih atas dukungan serta doa kalian. Untuk teman-teman seperjuangan selama skripsi Cut, Rudi, Pras, Aji, Nya’ Soraya, Ina , Suci, Risna, Nuran, Fifa, Re a, & Siti terima kasih atas bantuan, informasi, saran serta dukungan yang penulis terima selama mengerjakan skripsi. Terutama untuk Muhamad Kahfi, yang telah membantu penulis untuk mendapatkan sampel dalam penyusunan skripsi ini.

9. Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas A serta angkatan dibawah penulis,

terimakasih atas kebersamaan dan pembelajaran selama ini.

10.Teman-teman Mentor Akademik dan KKL, yang telah menyempatkan waktunya

untuk berbagi ide, informasi dan pengetahuan bersama penulis, serta terima kasih atas wawasan yang tidak ternilai tersebut. Khususnya untuk Adiyo, terimakasih atas bantuannya dalam memahami lisrel dan analisis regresi. Dan Eja, yang banyak memberi informasi, masukkan dan bantuan bagi penulis.

11.Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian. Tanpa waktu luang yang anda berikan, skripsi ini tidak akan ada.


(8)

ix

12.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis memohon kepada Allah SWT agar seluruh bantuan, motivasi, dan bimbingan dari semua pihak mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin. Selain itu penulis berharap skirpsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca. Mengingat kekurangan dan keterbatasan dari skripsi ini, maka segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis sebagai bahan penyempurnaan.

Jakarta, Oktober 2011


(9)

x

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sarah Rahmadian NIM : 106070002182

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Perilaku sehat Mahasiswa Beberapa Universitas di

Tangerang Selatan adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak

melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, Oktober 2011

. Sarah Rahmadian .


(10)

xi

DAFTAR ISI

COVER

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...ii

MOTTO...iii

PERSEMBAHAN ...iv

ABSTRAK ...v

KATA PENGANTAR ...vii

PERNYATAAN ORISINALITAS... ..x

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR ...xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Pertanyaan Penelitian………. 10

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 11

1.4. Pembatasan Masalah……….. 11

1.5. Sistematika Penulisan………. 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...14

2.1. Perilaku Sehat ...14

2.1.1. Definisi Perilaku Sehat ...14

2.1.2. Macam-macam Perilaku Sehat...15

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat ...19

2.2. Pengukuran Perilaku Sehat...33

2.3. Hipotesis Penelitian...34

BAB III METODE PENELITIAN...38

3.1. Populasi dan Sampel ...38


(11)

xii

3.3. Definisi Operasional Variabel ...39

3.4. Instrument Pengumpulan Data ...41

3.5. Pengujian Validitas Alat Ukur...42

3.5.1. Uji Validitas Skala Perilaku sehat ...44

3.5.2. Uji Validitas Skala Self-Esteem...46

3.5.3. Uji Validitas Skala Health-Specific Self-Efficacy...48

3.5.3.1. Uji Validitas Skala Nutrion Self-Efficacy...48

3.5.3.2. Uji Validitas Skala Exercise Self-Efficacy...50

3.5.3.3. Uji Validitas Skala Health-Specific Self-Efficacy Keseluruhan...52

3.5.4. Uji Validitas Skala Health Locus of Control...54

3.5.4.1. Uji Validitas Skala Internal Health Locus of Control...54

3.5.4.2. Uji Validitas Skala Eksternal Health Locus of Control...56

3.5.5. Uji Validitas Skala Kepribadian ...58

3.5.5.1. Uji Validitas Skala Extraversion...58

3.5.5.2. Uji Validitas Skala Agreeableness...60

3.5.5.3. Uji Validitas Skala Conscientiousness...62

3.5.5.4. Uji Validitas Skala Neuroticism...64

3.5.5.5. Uji Validitas Skala Openness...65

3.6. Prosedur Pengumpulan Data ...67

3.7. Metode Analisis Data ...67

BAB IV HASIL PENELITIAN ...68

4.1. Analisis Deskriptif ...68

4.2. Uji Hipotesis Penelitian...72

4.2.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian ...72

4.2.2. Pengujian Proporsi Varians untuk Masing-masing Independent Variable...80


(12)

xiii

4.2.3. Analisis Regresi Variabel Penelitian pada

Kelompok Laki-laki dan Perempuan ...83

4.2.3.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian Kelompok Laki-laki ...83

4.2.3.2. Analisis Regresi Variabel Penelitian Kelompok Perempuan ………89

4.2.3.3. Perbandingan Koefisien Regresi antara Kelompok Laki-laki dan Perempuan…...…...94

4.2.4. Pengujian Proporsi Varians untuk Masing-masing Indepemdent Variabel ………99

4.2.4.1. Pengujian Proporsi Varians untuk Masing-masing Indepemdent Variabel Kelompok Laki-laki………....………….99

4.2.4.2. Pengujian Proporsi Varians untuk Masing-masing Indepemdent Variabel Kelompok Perempuan ………...102

4.2.4.3. Perbandingan Proporsi Varians antara Kelompok Laki-laki dan Perempuan………...105

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ...109

5.1. Kesimpulan...109

5.2. Diskusi………...110

5.3. Saran…….. ...114

5.3.1. Saran Metodologis... ..115

5.3.2. Saran Praktis ... ..116

DAFTAR PUSTAKA ... ..117 LAMPIRAN


(13)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator dan Karakteristik Kepribadian ...29

Tabel 2.2 Matrikulasi Hasil pengaruh Faktor-faktor Psikologis terhadap Perilaku Sehat ...32

Tabel 3.1 Muatan Faktor Item untuk Perilaku Sehat ...45

Tabel 3.2 Muatan Faktor Item Self-Esteem...47

Tabel 3.3 Muatan Faktor Item Nutrion Self-Efficacy...49

Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Exercise Self-Efficacy...51

Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Internal Health Locus of Control...55

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Eksternal Health Locus of Control...57

Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Extraversion ...59

Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Agreeableness...61

Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Conscientiousness...63

Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Neoriticism ...64

Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Openness ...66

Tabel 4.1 Distribusi Sampel Penelitian………..71

Tabel 4.2 R Square...73

Tabel 4.3 ANOVA Pengaruh IV terhadap DV...73

Tabel 4.4 Koefisien Regresi ...74

Tabel 4.5 Proporsi Varian Sumbangan Masing-masing Independen Variabel ...81

Tabel 4.6 R Square Kelompok Laki-laki ...84

Tabel 4.7 ANOVA Pengaruh IV terhadap DV Kelompok Laki-laki ...84

Tabel 4.8 Koefisien Regresi Kelompok Laki-laki...86

Tabel 4.9 R Square Kelompok Perempuan ...89

Tabel 4.10 ANOVA Pengaruh IV terhadap DV Kelompok Perempuan ...90


(14)

xv Tabel 4.12 Perbandingan Koefisien Regresi antara

Kelompok Laki-laki dan Perempuan... 95 Tabel 4.13 Proporsi Varian Sumbangan Masing-masing

Independen Variabel Kelompok Laki-laki...100 Tabel 4.14 Proporsi Varian Sumbangan Masing-masing

Independen Variabel Kelompok Perempuan ...103 Tabel 4.15 Perbandingan Proporsi varian Sumbangan Masing-masing


(15)

xvi

DAFTAR BAGAN DAN GAMBAR

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir ...37 Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik Dua Tingkat dari

Health-Specific Self-Efficacy...53 Gambar 4.1 Residual Plot Perilaku Sehat ...107


(16)

1

Dalam bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian perilaku sehat mahasiswa, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, pembahasan masalah dan sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia. Sehat dan sakit bukan hanya ditentukan secara biologis, tetapi juga ditentukan oleh masalah perilaku individu, yaitu perilaku sehat. Perilaku sehat merupakan elemen yang paling penting bagi kesehatan dan keberadaan manusia.

Perilaku sehat sering didefinisikan sebagai perilaku seseorang yang terlibat dalam pemeliharaan atau peningkatan kesehatan mereka saat ini dan untuk menghindari penyakit. Termasuk beberapa perilaku seseorang untuk melindungi, mempromosikan, atau memelihara kesehatannya. Baik tidaknya perilaku secara objektif efektif sampai akhir (Conner & Norman, 1996; Schwarer & Renner, 2000; dalam Renner & Schwarer, 2003).

Menurut Conner (2002) yang termasuk dalam perilaku sehat yaitu penggunaan layanan medis (misalnya, kunjungan dokter, vaksinasi, skrining), sesuai


(17)

2

dengan regimen medis (misalnya, diet diabetes, regimen antihipertensi), dan perilaku sehat mandiri (misalnya, diet, olahraga, merokok, konsumsi alkohol).

Perilaku sehat yang buruk memiliki efek yang buruk terhadap kesehatan atau menimbulkan penyakit. Perilaku tersebut termasuk merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, dan konsumsi makanan berlemak tinggi. Sebaliknya meningkatkan perilaku sehat bermanfaat untuk kesehatan atau melindungi individu dari penyakit. Perilaku tersebut termasuk olahraga, konsumsi buah dan sayur, dan menggunakan kondom dalam menanggapi ancaman penyakit seksual menular. Banyak kondisi kesehatan yang disebabkan oleh perilaku seperti minum alkohol, penggunaan narkoba, merokok, mengemudi sembrono, makan berlebihan, atau hubungan seksual tanpa kondom (Renner & Schwarer, 2003).

Peran perilaku sehat mendapat perhatian yang tinggi karena kebiasaan perilaku sehat mempengaruhi kecenderungan berkembangnya penyakit yang kronis dan fatal seperti hepatitis, kanker, dan AIDS (WHO dalam Sarafino, 2006). Perhatian ini disimulasi oleh perubahan penyakit mulai dari infeksi sampai pada penyakit kronis yang dapat menyebabkan kematian ditambah dengan meningkatnya biaya pengobatan dan data yang membuktikan bahwa perilaku individu dapat meningkatkan kematian dan penyakit. Penyakit dan kematian akan berkurang jika manusia memiliki gaya hidup yang meningkatkan kesehatan, seperti diet sehat dan tidak merokok (Sarafino, 2006).

Perilaku sehat yang terbentuk pada masa dewasa awal mungkin memiliki dampak pada kesehatan selama hidupnya nanti. Memasuki perguruan tinggi dapat


(18)

menjadi peristiwa menarik namun juga stres bagi remaja dan dewasa muda dimana mereka mencoba untuk beradaptasi dengan perubahan beban kerja akademik, jaringan pendukung, dan lingkungan baru mereka. Ditambah dengan perubahan ini dan tanggung jawab yang baru, mereka memiliki kebebasan yang lebih besar dan kontrol atas gaya hidup mereka daripada sebelumnya. Namun, para peneliti telah menunjukkan secara global bahwa banyak mahasiswa terlibat dalam berbagai perilaku sehat beresiko (Von, Ah D. dkk., 2004).

Mahasiswa adalah panggilan untuk orang yang sedang menjalani pendidikan tinggi di sebuah universitas atau perguruan tinggi (Wikipedia, 2009). Sejatinya sebagai mahasiswa yang dianggap memiliki nilai positif di masyarakat, haruslah berperilaku positif pula. Akan tetapi hal tersebut berlawanan dengan kondisi jiwa mahasiswa pada umumnya, selayaknya seseorang yang sedang mengalami masa transisi dalam hidupnya, mereka juga dihadapkan pada berbagai godaan yang menarik dan menggiurkan. Sehingga kecenderungan untuk melakukan hal negatif dan mencoba sesuatu yang baru yang dapat menarik perhatiannya, akan dilakukan oleh kebanyakan remaja dalam masa ini seperti tawuran, merokok, penggunaan narkoba, perilaku seksual bebas dan perilaku tidak sehat lainnya yang dapat berakibat timbulnya penyakit.

Mahasiswa merupakan kaum terpelajar, dari kecil mereka mendapat pendidikan formal dalam institusi pendidikan yang tentunya mengajarkan mana hal yang benar dan mana hal yang salah. Banyak mahasiswa yang tahu pentingnya


(19)

4

kesehatan dan akibat dari perilaku sehat yang buruk, tetapi tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya tersebut bagi peningkatan kualitas kehidupannya.

Dari beberapa macam perilaku sehat yang ada, yang diteliti dalam penelitian ini yaitu perilaku makan, olahraga, perilaku merokok, dan mengkonsumsi alkohol.

Perilaku pola makan adalah cara seseorang atau kelompok orang memilih makanan dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Pola makan yang sehat dapat dilihat dari jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, jadwal yang teratur dan jenis makanan yang bervariasi (dalam Aminah, 2010).

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Darlina (2004), 89% mahasiswa putri dan 92% mahasiswa putra suka mengkonsumsi mie instant sebagai makanan pengganti pada saat-saat tertentu seperti waktu pagi dan malam hari. Sebagian mahasiswa USU (Universitas Sumatera Utara) memberi alasan mengkonsumsi mie instant karena harga yang relatif murah dibandingkan dengan membeli sebungkus nasi. Kebiasaan mengkonsumsi mie instant tersebut dapat menimbulkan masalah gii, mengingat mie instant termasuk makanan yang mengenyangkan dan cepat menimbulkan rasa puas sehingga dapat mengakibatkan kekurangan gii apabila tidak ditambahkan lauk pauk untuk melengkapi giinya (dalam Mulia, 2010).

Selanjutnya yaitu olahraga. Berbagai aktivitas olahraga yang dilakukan manusia bertujuan untuk meningkatkan kualitas fisik sumber daya manusia, terutama apabila dilakukan secara benar dan teratur. Olahraga merupakan suatu aktivitas aerobik, yang terutama bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan


(20)

kesehatan dan daya tahan jantung, paru, peredaran darah, otot-otot, dan sendi-sendi. Olahraga yang dilakukan secara teratur akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tubuh kita. Olahraga dengan pembebanan tertentu akan mengubah faal tubuh yang selanjutnya akan mengubah tingkat kesegaran jasmani (Moeloek D, Tjokronegoro A, 1984 dikutip oleh Syatria, 2006).

Dengan semakin banyaknya jenis olahraga yang ditawarkan, maka semakin mudah pula bagi masyarakat untuk memilih dan melakukan olahraga yang disenangi. Namun, amat disayangkan karena hanya 26,2% dari masyarakat Indonesia yang berusia 10-30, yang melakukan olahraga (Kuntaraf KL, Kuntaraf J, 1992 dikutip oleh Syatria, 2006).

Perilaku sehat yang lainnya yaitu perilaku merokok. Di kampus, merokok seakan menjadi pemandangan umum. Sering kita temui beberapa mahasiswa merokok di sela-sela kegiatan kuliahnya. Bagi mereka, merokok seperti kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan. Padahal, dalam rokok terdapat at adiktif yang dapat membuat seseorang kecanduan. Maka, jika mahasiswa yang merokok tidak segera berhenti merokok, kebiasaan buruk ini akan berlanjut terus hingga mereka tua. Dengan kata lain, mereka harus siap menanggung beban-beban penyakit yang ditimbulkan oleh rokok (Sari, 2010).

Berdasarkan data hasil laporan WHO 2008, Indonesia menempati urutan ketiga perokok terbesar didunia yaitu dengan jumlah 65 juta perokok atau 28% per penduduk (~225 miliar batang per tahun). Dan statistik perokok di kalangan anak - anak dan remaja yaitu anak/remaja pria sebesar 24,1% , anak/remaja wanita sebesar


(21)

6

4,0%, atau 13,5% anak/remaja Indonesia. Indonesia ternyata menempati urutan pertama dalam jumlah perokok remaja terbanyak di dunia. Pada tahun 2008, lebih 5 juta orang mati karena penyakit yang disebabkan rokok. Ini berarti setiap 1 menit tidak kurang 9 orang meninggal akibat racun pada rokok. Angka kematian oleh rokok ini jauh lebih besar dari total kematian manusia akibat HIV/AIDS, + tubercolis + malaria + flu burung (Nusantaranews, 2009) .

Selanjutnya beberapa kasus juga terjadi pada mahasiswa akibat

mengkonsumsi alkohol, seperti yang terjadi di Tangerang, Selasa (11/05/2010) minum miras oplosan seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Penerbangan (STP) berinisial LW, tewas setelah dua hari mendapat perawatan RS. Husada Insan. Selain itu ada juga kasus yang terjadi Surabaya, Kamis (27/11/2008) dinihari, sebanyak 12 mahasiswa diciduk polisi karen kedapatan pesta minum-minuman keras (miras) di kampus Universitas IKIP PGRI Adi Buana di kawasan Jalan Ngagel.

Beberapa mahasiswa yang mempunyai ketergantungan pada alkohol mempunyai kehidupan yang kurang teratur. Pada mahasiswa yang mengalami akoholisme prestasi dan hasil akademiknya relatif kurang baik, meskipun mahasiswa tersebut sebenarnya mempunyai potensi dan kemampuan yang cukup. Hal tersebut terjadi karena biasanya mahasiswa mengkonsumsi minuman berakohol pada malam hari sehingga pada pagi harinya mahasiswa tersebut tidak bisa mengikuti kuliah karena efek alkohol yang masih dirasakan mengganggu aktivitas mahasiswa tersebut untuk mengikuti kuliah. Mahasiswa yang mengalami alkoholisme biasanya


(22)

mempunyai orientasi yang rendah terhadap tugasnya sebagai mahasiswa (Istana Blog, 2010).

Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi beberapa perilaku sehat di atas, salah satunya adalah faktor psikologis. Dalam Taylor (1995) yang termasuk dalam faktor psikologis yaitu faktor emosi, faktor kognitif, dan faktor kepribadian atau psikologis umum yang mempengaruhi individu untuk terlibat dalam perilaku sehat. Yang termasuk dalam faktor-faktor tersebut diantaranya adalah self-esteem, perceived self-efficacy, locus of controll dan kepribadian.

Self-esteem didefinisikan sebagai pikiran dan perasaan individu tentang nilai dan pentingnya diri mereka sendiri, yaitu sikap positif atau negatif terhadap diri sendiri secara keseluruhan (Rosenberg, 1965 dalam Juan L., José G. & Grijalvo, 2007). Self-esteem berkaitan dengan praktek perilaku sehat. Pada anak-anak dan orang dewasa, mereka dengan self-esteem yang lebih tinggi kemungkinan besar mempraktekkan berbagai kebiasaan sehat yang baik daripada mereka dengan self-esteem yang rendah (Lau & Klepper, 1998 dalam Taylor, 1995).

Selanjutnya yaitu perceived self-efficacy. Perceived self-efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai kemampuan mereka untuk menghasilkan perilaku (Bandura, 1994). Health-specific self-efficacy adalah optimistis seseorang untuk dapat melawan godaan dan untuk mengadopsi gaya hidup sehat. Hubungan antara

self-efficacy dan perilaku sehat yang spesifik telah ditinjau. Sejumlah studi tentang adopsi praktik kesehatan telah mengukur self-efficacy untuk menilai efek potensial dalam memulai perubahan perilaku (Schwarer & Renner, t.t.).


(23)

8

Self-efficacy secara langsung berkaitan dengan perilaku sehat, tetapi juga mempengaruhi perilaku sehat secara tidak langsung melalui dampaknya pada tujuan. Langkah-langkah umum self-efficacy mengacu pada kemampuan individu untuk berurusan dengan berbagai situasi stres, mengukur efektivitas diri dalam perilaku sehat yang mengacu pada keyakinan tentang kemampuan seseorang untuk melakukan perilaku sehat tertentu (Schwarer, t.t.).

Faktor psikologis lainnya yang mempengaruhi perilaku sehat yaitu locus of controll. Menurut Rotter (1966) locus of controll adalah keyakinan individu mengenai sumber penentu perilaku. Locus of controll terdiri dari dua bagian yaitu

internal locus of controll dan external locus of controll. Internal locus of controll

adalah cara individu yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari kemampuannya, sedangkan external locus of controll adalah cara dimana individu yakin kontrol terhadap peristiwa berasal dari luar kemampuannya (dalam Wallston, t.t.).

Health locus of controll adalah sejauh mana orang percaya bahwa kesehatan mereka dikendalikan oleh faktor internal atau eksternal (Wallston dkk., 1976). Orang-orang yang cenderung melihat kesehatan di bawah kontrol pribadi mungking lebih cenderung untuk berlatih kebiasaan sehat yang baik daripada mereka yang menganggap kesehatan mereka sebagai akibat dari faktor keberuntungan (Taylor, 2009).

Selanjutnya yaitu kepribadian. Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri seseorang, sistem psikofisik yang menciptakan pola-pola karakteristik perilaku seseorang, pikiran dan perasaan (Allport, 1961; dalam Hogan, Jonshon, & Briggs,


(24)

1997). Salah satu trait (sifat) dalam kepribadian yaitu Big Five atau Five Faktor Model, Big Five Personality atau yang juga disebut dengan Five Faktor Model oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Disini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisa kata-kata yang digunakan orang pada umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa. Faktor-faktor dalam teori kepribadian Five Faktor Model

yaitu Neuroticism, Extraversion, Openness, Agreeableness, dan Conscientiousness

(Pervin, Cervone, & John, 2005).

Teori kepribadian menunjukkan bahwa sifat-sifat atau kombinasi sifat merupakan penentu fundamental dari perilaku dan ada cukup bukti yang menghubungkan kepribadian dan perilaku (lihat Furnham dan Surga, 1999, sebagai gambaran). Faktor kepribadian yang positif (misalnya, optimisme) atau negatif (misalnya, efektivitas negatif) terkait dengan praktek perilaku sehat (Adler & Matthews 1994, Steptoe et al, 1994; dalam Conner & Norman, 2005).

Faktor-faktor tersebut juga diperkuat oleh beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan mengenai faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku sehat. Penelitian-penelitian tersebut diuraikan dalam tabel 2.2 pada halaman 32.

Jadi berdasarkan permasalahan dibidang perilaku sehat yang dimiliki oleh mahasiswa yang pada akhirnya permasalahan tersebut justru malah menimbulkan masalah dan penyakit, maka perlu diketahui secara empiris faktor psikologis apa sajakah yang menyebabkan baik dan buruknya perilaku sehat. Hal ini dilakukan sebagai upaya menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi mahasiswa


(25)

10

pada perilaku sehat. Dengan demikian peneliti ingin meneliti variabel-variabel psikologis apa sajakah yang menyebabkan mahasiswa kesulitan dalam melakukan perilaku sehat yang baik sehingga menyebabkan masalah dan penyakit. Oleh sebab itu, penelitian ini peneliti beri judul : “Faktor - Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Perilaku Sehat Mahasiswa Beberapa Perguruan Tinggi di

Tangerang Selatan”.

1.2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaruh self-esteem, health-specific self-efficacy, eksternal health locus of control, internal health locus of controll, extraversion, agreeablenes, conscientiousness, neoriticsm, openness, dan kelas sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku sehat?

2. Bagaimanakah perbedaan pengaruh self-esteem, health-specific self-efficacy,

eksternal health locus of control, internal health locus of controll,

extraversion, agreeablenes, conscientiousness, neoriticsm, openness, dan kelas sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku sehat pada kelompok laki-laki dan perempuan?


(26)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara pokok dan prinsip, tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan penelitian yang telah peneliti rumuskan diatas. Oleh karenanya tujuan dan manfaat subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya yaitu:

1. Mengetahui pengaruh self-esteem, health-specific self-efficacy, eksternal health locus of control, internal health locus of controll, extraversion, agreeablenes, conscientiousness, neoriticsm, openness, dan kelas sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku sehat.

2. Melihat perbedaan pengaruh self-esteem, health-specific self-efficacy,

eksternal health locus of control, internal health locus of controll,

extraversion, agreeablenes, conscientiousness, neoriticsm, openness, dan kelas sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku sehat pada kelompok laki-laki dan perempuan.

1.4. Pembatasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitan ini, maka peneliti membatasi penelitian ini hanya kepada:

1. Penelitian ini hanya melihat perilaku sehat berdasarkan 4 perilaku yaitu perilaku makan, olahraga, perilaku merokok, dan konsumsi alkohol.

2. Faktor – faktor psikologis dalam penelitian ini adalah self-esteem, health-specific self-efficacy, health locus of controll (eksternal health locus of


(27)

12

control dan internal health locus of controll), dan kepribadian (extraversion, agreeablenes, conscientiousness, neoriticsmm, dan opennes) .

3. Populasi penelitian mahasiswa beberapa perguruan tinggi di Tangerang Selatan.

1.5. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian perilaku sehat, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta hipotesis penelitian.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini meliputi, subyek penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.

BAB IV : Hasil Penelitian

Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi, pengolahan statistik dan analisis terhadap data.


(28)

BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.


(29)

14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memaparkan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terdiri dari 4 subbab yaitu subbab tentang deskriptif teoritis yang membahas perilaku sehat, pengukuran perilaku sehat, dan hipotesis penelitian.

2.1. Perilaku Sehat

2.1.1 Definisi Perilaku Sehat

Perilaku sehat secara luas dapat didefinisikan sebagai tindakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan (Kasl & Cobb, 1966; dalam Vickers dkk., 1988 ).

Perilaku sehat juga sering didefinisikan sebagai perilaku seseorang yang terlibat dalam pemeliharaan atau peningkatan kesehatan mereka saat ini dan untuk menghindari penyakit. Termasuk beberapa perilaku seseorang untuk melindungi, mempromosikan, atau memelihara kesehatannya. Baik atau tidak perilaku secara objektif efektif sampai akhir (Conner & Norman, 1996; Schwarer & Renner,

2000; dalam Renner & Schwarer, 2003).

Dan dalam Taylor (2009), perilaku sehat adalah perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatur dan menstabilkan kesehatan mereka. Perilaku sehat yang buruk adalah hal yang penting bukan hanya terimplikasi kepada penyakit tapi juga dapat dengan mudah menjadi kebiasaan yang buruk.


(30)

Jadi, perilaku sehat adalah perilaku-perilaku seseorang dalam menjaga, memelihara dan mengembangkan kesehatannya.

2.1.2 Macam-macam Perilaku sehat

Empat perilaku sehat dipilih untuk mewakili empat kategori utama perilaku sehat empiris digambarkan oleh Vickers dan Hervig (1984). Secara umum, kategori yang diwakili (a) perilaku yang mengurangi resiko membebani kapasitas adaptif tubuh, (b) yang melibatkan mengambil resiko perilaku, terutama sebagai pejalan kaki atau driver, (c) perilaku yang seharusnya membantu mencegah timbulnya penyakit, dan (d) perilaku yang dapat meningkatkan kesehatan bukan hanya mencegah penyakit (dalam Vickers dkk., 1988).

Menurut Vickers & Hervig (1984) dalam Vickers dkk. (1988) terdapat 2 dan 4 komponen dari perilaku sehat yaitu :

a) Perilaku pencegahan: penjagaan, pemeliharaan & pengembangan, serta mencegah kecelakaan.

b) Perilaku beresiko: resiko penggunaan at dan resiko lalu lintas.

Menurut Conner (2002) yang termasuk dalam perilaku sehat yaitu penggunaan layanan medis (misalnya, kunjungan dokter, vaksinasi, skrining), sesuai dengan regimen medis (misalnya, diet, diabetes, regimen antihipertensi), dan perilaku sehat mandiri (misalnya, diet, olahraga, merokok, konsumsi alkohol).

Dari bermacam-macam perilaku sehat diatas, terdapat 4 perilaku sehat yang peneliti analisis pada penelitian ini yaitu perilaku makan, olahraga, merokok, dan konsumsi alkohol. Menurut Vickers & Hervig (1984) dalam Vickers dkk.


(31)

16

(1988) perilaku makan dan olahraga termasuk ke dalam perilaku penjagaan, pemeliharaan dan pengembangan kesehatan. Selanjutnya perilaku merokok dan konsumsi alkohol termasuk ke dalam perilaku resiko penggunaan at. Penjelasan dari masing-masing perilaku sebagai berikut.

1. Perilaku makan

Perilaku makan dalam penelitian ini adalah makan makanan dengan menu seimbang. Dalam Notoatmodjo (2003) menu seimbang dalam arti kualitas (mengandung at- at gi i yang diperlukan tubuh), dan kuantitas dalam arti jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang, tetapi juga tidak lebih).

Nutrisi jelas penting untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Selama ribuan tahun, manusia mengabdikan sebagian besar waktu mereka untuk memenuhi makanan yang cukup (Sheridan & Redmacher, 1992).

Makanan yang terbuat dari kelompok atau kelas kimiawi sebagai berikut: karbohidrat, lemak, protein, mineral dan vitamin, serta air dan serat. Kelompok-kelompok ini terdiri dari at kimia khusus yang disebut nutrisi. Sebagian besar makanan mengandung lebih dari satu at gi i (Kilander, 1957).

Fungsi umum kelas makanan atau kelompok gi i tersebut adalah sebagai berikut: Karbohidrat dan lemak pasokan panas dan energi. Protein membangun dan memperbaiki jaringan tubuh dan dapat pasokan panas dan energi. Mineral membangun jaringan dan mengatur proses tubuh. Vitamin membantu pertumbuhan dan membantu untuk mengatur proses tubuh. Air menyediakan sarana untuk mengangkut bahan-bahan di dalam tubuh, dan membantu dalam


(32)

menghilangkan limbah dan mengatur suhu tubuh. Serat membantu dalam pencernaan dan eliminasi. Gii yang baik sangat penting untuk kesehatan yang

baik. Bahkan, tanpa makanan yang memadai, tidak ada yang bisa memiliki kesehatan yang optimal (Kilander, 1957).

2. Olahraga (exercise)

Semua aktivitas-fisik kecuali figeting merupakan penggunaan energi dan pembakaran kalori. Olahraga adalah kelas khusus aktivitas fisik di mana orang menggunakan tubuh mereka demi kesehatan atau pengembangan tubuh (dalam Sarafino, 1994).

Olahraga merupakan salah satu perilaku sehat yang paling penting karena olahraga membuat orang bergerak dan mampu merawat diri mereka sendiri. Manfaat dari Olahraga Reguler (dalam Taylor, 2009):

• Meningkatkan konsumsi oksigen maksimum • Mengurangi istirahat denyut jantung

• Mengurangi tekanan darah (dalam beberapa) • Meningkatkan kekuatan dan efisiensi jantung

• Mengurangi penggunaan sumber energi, seperti glutamin • Meningkatkan HDL, kolesterol total berubah

• Mengurangi penyakit kardiovaskular • Mengurangi obesitas

• Meningkatkan umur panjang

• Mengurangi panjang siklus haid, menurunkan estrogen dan progresterone • Mengurangi resiko beberapa kanker


(33)

18

• Meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh • Mengurangi suasana hati yang negatif

Ada banyak bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik memberikan kontribusi untuk kesehatan fisik dan mental yang baik. Penelitian telah menunjukkan bahwa olahraga menurunkan resiko penyakit jantung koroner, kanker usus, osteoporosis, dan stroke. Sebuah penelitian baru menemukan hubungan yang kuat antara kebugaran fisik dan semua penyebab kematian, terutama penyakit jantung dan kanker (Blair et al, 1989). Olahraga juga dapat membantu dalam pengelolaan diabetes, obesitas, dan depresi (Koplan, Caspersen, & Powell, 1989). Dengan kata lain, "hal ini baik untuk dilakukan" (dalam Sheridan & Radmacher, 1992).

3. Perilaku merokok (tobacco consumption)

Merokok adalah kebiasaan jelek yang mengakibatkan berbagai macam penyakit. Ironisnya merokok ini, khususnya di Indonesia seolah-olah sudah membudaya (Notoatmodjo, 2003).

Merokok adalah perilaku sehat yang paling terkait erat dengan jangka panjang hasil kesehatan negatif. Merokok juga telah dihubungkan dengan jumlah kanker, termasuk kanker tenggorokan, perut, paru-paru, dan usus serta beberapa langsung berakibat kesehatan negatif seperti mengurangi kapasitas paru-paru dan bronkitis (Royal College of Physicians, 1983). Meskipun hasil kesehatan negatif, perokok sering melaporkan efek mood positif dari merokok dan penggunaan merokok sebagai strategi untuk mengatasi stres. Mereka yang berhenti merokok


(34)

mengurangi resiko terhadap kesehatan mereka, khususnya jika mereka berhenti sebelum 35 tahun (Doll et al 1994; dalam Conner, 2002).

4. Konsumsi alkohol (alkohol consumption)

Alkohol adalah cairan tidak berwarna, mudah terbakar dibuat dari fermentasi gula dan pati. Ini melayani banyak tujuan dan datang dalam berbagai bentuk, dari pelarut untuk anggur berkualitas. Keracunan disebabkan oleh pengaruh alkohol pada sistem saraf pusat. Tergantung pada beberapa faktor, konsumsi alkohol dapat menjadi biasa saja atau fatal (dalam Sheridan & Radmacher, 1992).

Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menghasilkan beberapa masalah kesehatan yang serius. Sirosis hati merupakan penyebab utama kematian di antara pecandu alkohol. Sirosis adalah akumulasi jaringan parut pada hati, menyebabkan hilangnya fungsi dalam organ vital (Eckhardt dkk, 1981). Mengkonsumsi alkohol yang berat dapat mempengaruhi penyempitan otot jantung, sehingga fungsi kurang efisien, dan dapat menyebabkan kerusakan saraf. Alkohol menyebabkan masalah, disorientasi, dan gangguan visual (Eckhardt et al, 1981). Konsumsi alkohol yang berat juga bisa menyebabkan kemandulan, dan alkohol dapat memiliki efek negatif langsung terhadap kehamilan dan perkembangan janin (dalam Dimatteo, 2002).

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat

Dalam Taylor (1995) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi praktek perilaku sehat, antara lain variabel demografi, faktor sosial (seperti pengaruh


(35)

20

sosial dan values), faktor emosi (seperti self-esteem dan personal goals), faktor kognitif (seperti pengetahuan dan rasa self-efficacy), perceived symptoms dan faktor yang berhubungan dengan akses pelayanan medis (cf. H. Leventhal. Leventhal, & Nguyen, 1985). Selain itu juga para peneliti meneliti faktor-faktor dalam kepribadian individu atau psikologis umum yang mempengaruhi seseorang untuk terlibat dalam perilaku sehat (diantaranya usia, locus of control dan kepribadian).

Dan dalam Taylor (2009) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku sehat antara lain :

1. Variabel Demografis

Perilaku sehat dibedakan berdasarkan faktor demografis. Orang yang lebih muda, lebih kaya, yang mempunyai pendidikan lebih tinggi, yang mempunyai kadar stres dibawah rata-rata dengan dukungan sosial yang tinggi biasanya mempraktekkan perilaku atau kebiasaan sehat lebih baik dibandingkan orang dengan kadar stres yang lebih tinggi dan sumber daya lebih sedikit. Seperti individu dengan kelas sosial yang rendah (Gottlieb & Green, 1984; dalam Taylor, 2009).

2. Usia

Perilaku sehat bervariasi berdasarkan usia. Biasanya, kebiasaan sehat itu baik di masa kecil, memburuk pada masa remaja dan dewasa muda, tetapi meningkat kembali pada orang yang lebih tua (Leventhal, Proschaska, & Hirschman, 1985; dalam Taylor, 2009).


(36)

3. Values

Values terkait dengan budaya atau kelompok ekonomi sosial tertentu (Donovan, Jessor, & Costa, 1991; Langlie, 1997; dalam Taylor, 1995). Values

sangat mempengaruhi praktek kebiasaan sehat. Sebagai contoh, olahraga untuk wanita mungkin dianggap diinginkan dalam satu budaya, tapi tidak diinginkan di budaya lain (Donovan, Jessor, & Costa, 1991; dalam Taylor, 2009).

4. Personal Control

Dalam Taylor (2009) persepsi mengenai kesehatan seseorang berada di bawah kontrol pribadi juga menentukan kebiasaan sehat. Salah satu yang telah mendapat perhatian adalah locus of control (Lau, 1988; Rotter, 1966; Strickland, 1978).

Sebagai contoh, skala Health Locus of Control (Wallston, Wallston, & DeVellis, 1978) mengukur sejauh mana orang merasa diri mereka dapat mengendalikan kesehatan mereka, merasa orang lain yang sangat kuat dapat mengendalikan kesehatan mereka, atau menganggap keberuntungan sebagai penentu utama kesehatan mereka. Orang-orang yang cenderung melihat kesehatan di bawah kontrol pribadi mungkin cenderung untuk berlatih kebiasaan sehat yang lebih baik daripada mereka yang menganggap kesehatan mereka sebagai akibat dari faktor keberuntungan (Taylor, 2009).

5. Pengaruh Sosial

Pengaruh sosial mempengaruhi praktek kebiasaan sehat. Keluarga, teman, dan teman kerja semua dapat mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan terkadang ke arah yang bermanfaat, pada waktu yang lain ke arah


(37)

22

merugikan (Broman, 1993; turbin at al, 2006). Sebagai contoh, tekanan teman sebaya sering menyebabkan merokok pada remaja (dalam Taylor, 2009).

6. Personal Goals

Kebiasaan sehat sangat terikat dengan personal goals (Eiser & Lembut, 1998). Jika kebugaran pribadi atau prestasi atletik merupakan tujuan penting, orang mungkin akan lebih berolahraga secara teratur daripada jika kebugaran bukan tujuan pribadi (dalam Taylor, 2009).

7. Perceived Symptoms

Beberapa kebiasaan sehat biasanya dikontrol oleh perceived symptoms

contohnya perokok mungkin mengontrol perilaku merokok mereka jika mengalami gangguan di tenggorokan mereka. Perokok yang bangun dengan batuk-batuk dan tengguorkan yang sakit mungkin akan berpikir kembali bahwa dia sebenarnya bisa mempunyai masalah kesehatan pada saat itu (Taylor, 2009). 8. Akses Pelayanan Kesehatan

Akses pelayanan kesehatan juga bisa mempengaruhi praktek perilaku sehat dengan menggunakan program screaning tubercolosis (TBC), mendapatkan

Pap-Smear secara regular, mendapatkan mammogram dan mendapatkan

imunisasi pada masa kecil adalah perilaku sehat yang berhubungan langsung dengan pelayanan kesehatan (Taylor, 2009).

9. Faktor Kognitif

Pada akhirnya, praktek perilaku sehat berkaitan dengan faktor-faktor kognitif, seperti pengetahuan dan intelegensi (Jeccard, Dodge, & Guilamo-Ramos, 2005). Misalnya, keyakinan terhadap perilaku sehat tertentu yaitu bermanfaat atau


(38)

berarti bahwa seseorang mungkin rentan terhadap penyakit jika dia tidak melakukan perilaku sehat tertentu dan juga tidak memprediksi perilaku sehat (dalam Taylor, 2009).

Dari beberapa teori yang ada peneliti memilih teori dari Taylor (1995). Dan dari faktor-faktor tersebut, peneliti meneliti beberapa faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku sehat yaitu :

1. Self-Esteem

Berbeda dengan konsep diri, yang merupakan pandangan kognitif diri, harga diri dapat didefinisikan sebagai komponen afektif dari diri (Seigley, 1999).

Self-esteem mengacu pada persepsi seseorang tentang harga diri (Rosenberg, 1965; dalam Alison dkk., 1999).

Salah satu instrumen yang paling banyak digunakan untuk menilai harga diri adalah Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES; Rosenberg, 1989). Penulis ini berpendapat bahwa self-esteem komponen dari self-concept dan didefinisikan sebagai pikiran dan perasaan individu tentang nilai dan pentingnya diri mereka sendiri, yaitu sikap positif atau negatif terhadap diri sendiri secara keseluruhan (Rosenberg, 1965). RSES adalah instrumen unidimensional terbuat dari konsepsi fenomenologis diri yang menangkap persepsi keseluruhan dari subyek dari nilai mereka sendiri melalui skala 10 item, 5 item positif dan 5 item negatif (dalam Juan L., José G. & Grijalvo, 2007).

Self-esteem juga berkaitan dengan praktek perilaku sehat. Pada anak-anak dan orang dewasa, mereka dengan self-esteem yang lebih tinggi kemungkinan besar mempraktekkan berbagai kebiasaan sehat yang baik daripada mereka


(39)

24

dengan self-esteem yang rendah (Lau & Klepper, 1998). Umumnya, perilaku sehat yang baik lebih mungkin untuk dipraktekkan oleh orang-orang dengan rasa psikologis kesejahteraan dan keyakinan bahwa kesehatan mereka umumnya baik (Mekanik & Jelas, 1980). Mechanic & Jelas (1980) berpendapat bahwa perilaku sehat yang positif adalah bagian dari gaya hidup yang kompleks yang mencerminkan kemampuan untuk mengantisipasi masalah, untuk memobilisasi dalam menghadapi masalah, dan mengatasi secara aktif. Dengan demikian, perilaku sehat mirip dengan aspek kehidupan lainnya yang membutuhkan rencana aktivitas mengatasi masalah (dalam Taylor, 1995).

Dalam sebuah penelitian tentang perilaku sehat remaja yang dilaporkan oleh Stein et al, (1998) dalam Seigley (1999) menunjukkan adanya hubungan antara self-esteem yang rendah dan praktek kesehatan beresiko.

2. Health-Specific Self-efficacy

Perceived self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuan mereka untuk menghasilkan tingkat kinerja yang ditunjuk mempunyai pengaruh atas peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi kehidupan mereka. Self-efficacy beliefs menentukan bagaimana orang merasa, berpikir, memotivasi diri dan berperilaku. Keyakinan tersebut menghasilkan efek beragam melalui empat proses utama. Mereka termasuk kognitif, motivasi, afektif dan proses seleksi (Bandura, 1994).

Menurut Social Cognitive Theory (SCT) (Bandura, 1997), kontrol personal memfasilitasi perubahan perilaku sehat. Self-efficacy mengacu pada rasa kontrol atas lingkungan dan perilaku. Self-efficacy beliefs adalah suatu kognisi yang


(40)

menentukan apakah untuk memulai perubahan perilaku sehat akan dibuat banyak usaha dan berapa lama seseorang dapat menghadapi hambatan dan kegagalan.

Self-efficacy secara langsung berkaitan dengan perilaku sehat, tetapi juga mempengaruhi perilaku sehat secara tidak langsung melalui dampaknya pada tujuan. Sementara langkah-langkah umum self-efficacy mengacu pada kemampuan untuk menghadapi situasi stres, tindakan self-efficacy untuk perilaku sehat mengacu pada keyakinan tentang kemampuan untuk melakukan perilaku sehat tertentu (Schwarer, t.t.).

Health-specific self-efficacy adalah optimistis keyakinan diri seseorang untuk dapat menahan godaan dan mengadopsi gaya hidup sehat (dalam Schwarer

& Renner, tt). Health specific self-efficacy pada penelitian ini terdiri dari nutrition self-efficacy, physical exercise self-efficacy, smoking cessation self-efficacy dan

alcohol resistance self-efficacy.

3. Health Locus of Control

Health locus of control adalah sejauh mana orang percaya bahwa

kesehatan mereka dikendalikan oleh faktor internal atau eksternal (Wallston, Wallston, Kaplan and Maides, 1976).

Dan dalam Taylor (2003) health locus of control adalah persepsi bahwa kesehatan seseorang berada di bawah kendali pribadi, dikendalikan oleh orang lain yang kuat seperti dokter, atau ditentukan oleh faktor eksternal termasuk keberuntungan.

Dimensi internal-eksternal mendefinisikan individu umumnya yakin mengenai sumber bantuan. Individu dengan internal locus of control lebih


(41)

26

cenderung percaya bahwa sumber bantuan adalah konsekuensi perilaku mereka sendiri, sedangkan individu dengan external locus of control cenderung melihat sumber bantuan mereka sebagai di bawah kendali eksternal, yaitu tergantung pada orang lain atau kesempatan (Rotter, 1954, 1996; dalam Taylor, 1995).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu dengan internal locus of

control lebih mungkin untuk memikul tanggung jawab untuk kesehatannya

sendiri. Mereka mungkin mempraktekkan perilaku sehat yang lebih baik, lebih menjaga hati-hati terhadap kecelakaan, dan mengumpulkan informasi kesehatan lebih dari individu dengan external locus of control (Strickland, 1978). Namun, hasil tidak selalu kuat, dan masalah pengukuran mengganggu konstrak locus of control. Akibatnya, hubungan antara variabel locus of control dan perilaku sehat preventif itu sederhana (dalam Taylor, 1995).

Sebagai konsekuensi dari jenis-jenis temuan, peneliti telah mencoba untuk mengetahui locus of control apakah yang lebih tepat dalam konteks kesehatan (Lau & Ware, 1981; KA Wallston, Wallston & DeVellis, 1978). Sebagai contoh, Skala Health Locus of Control, dikembangkan oleh Wallston et al. (1978), mengukur tiga faktor. (1) subskala internal health locus of control, (2) subskala eksternal health locus of control, (3) subskala ketiga, kesempatan (chance) health locus of control (dalam Taylor, 1995).

4. Kepribadian

Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri seseorang, sistem psikofisik yang menciptakan pola-pola karakteristik perilaku seseorang, pikiran dan perasaan (Allport, 1961; dalam Hogan, Jonshon, & Briggs, 1997).


(42)

Trait adalah sifat konsisten pola pikiran, perasaan, atau tindakan yang membedakan orang dari satu sama lain. Trait tampaknya diperlukan untuk ilmu kepribadian, karena semua ilmu pengetahuan adalah untuk mengidentifikasi dan menjelaskan pola-pola yang konsisten (Hanson, 1958 dalam Hogan, Jonshon, & Briggs, 1997).

Selama bertahun-tahun, para peneliti sifat, Eysenck, Cattell dan lain-lain bersemangat memperdebatkan jumlah dan trait dari dimensi dasar kepribadian. Karena masalah itu belum terselesaikan, lapangan tetap terpecah-pecah dan berantakan. Sejak 1980-an, perbaikan bertahap dalam kualitas dan kecanggihan metode, terutama analisis faktor, telah menyebabkan awal dari sebuah konsensus. Sekarang banyak peneliti setuju bahwa perbedaan individu dapat berguna diatur dalam lima dimensi besar, bipolar (John & Srivastava, 1999: John McCrae & Costa, 2003). Dikenal luas sebagai dimensi fitur "Big Five" - bukan karena mereka begitu hebat, tetapi karena jangkauan yang luar biasa dan tingkat abstraksi (dalam Pervin, Corvone & John, 2005).

Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language)

Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan

satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (dalam Pervin, Corvone & John, 2005).


(43)

28

Big Five Personality atau yang juga disebut dengan Five Faktor Model

oleh Costa & McRae dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Di sini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisa kata-kata yang digunakan orang pada umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa (Pervin, Corvone & John, 2005).

Faktor-faktor dalam teori kepribadian five faktor model yaitu Neuroticism,

Extraversion, Openness, Agreeableness, dan Conscientiousness. Definisi serta karakteristik orang dengan skor yang tinggi dan skor yang rendah dari faktor-faktor tersebut bisa dilihat dari tabel di bawah yang merupakan hasil penelitian dari Costa dan McCrae (Pervin, Corvone & John, 2005).


(44)

Tabel 2.1

Indikator dan Kerakteristik Faktor Kepribadian Karakteristik

Orang dengan Skor Tinggi

Skala Trait Karakteristik Orang denga Skor Rendah

Mudah berhubungan dengan orang lain, aktif, cerewet,

person-oriented,

optimis, suka bersenang-senang, dan penuh kasih saying

Extraversion

Menilai kuantitas dan intensitas dari interaksi

interpersonal, tingkat keaktifan, kebutuhan akan stimulasi, dan kapasitas untuk

kesenangan.

Lambat dalam

menunjukkan perasaan, serius dan

bertanggungjawab, tidak semangat, tidak ramah, berorientasi tugas, pendiam berhati lembut, bersifat

baik, mudah percaya pada orang lain, suka membantu, pemaaf, mudah tertipu, dan jujur

Agreeableness

Menilai kualitas dari orientasi interpersonal seseorang yang

bervariasi menurut suatu kontinum dari merasa kasihan

sampai antagonis dalam pikiran, perasaan, dan

perbuatan

Sinis, kasar, curiga, tidak kooperatif, penuh dendam, mudah tersinggung, manipulative

Terorganisir, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin diri, tepat waktu, teliti, rapi, ambisius, dan Tekun

Conscientiousness

Menilai tingkat keteraturan, ketahanan,dan motivasi individu dalam perilaku yang

berorientasi pada tujuan.

Tidak punya tujuan, malas, ceroboh, cuek, tidak punya keinginan yang kuat, hedonis.

khawatir, gelisah, emosional, merasa tidak aman, tidak cakap,

hypochodriacal

Neuroticism

Menilai penyesuaian versus ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi individu yang

rentan terhadap distres, ideide yang tidak realistis, keinginan yang berlebih, dan respon coping yang maladaptif.

Tenang, santai, tidak emosional, tegar, merasa aman, dan puas atau bangga terhadap diri

sendiri.

selalu ingin tahu, punya ketertarikan yang beragam, kreatif, orisinil,

penuh daya khayal, tidak tradisional

Openness

Menilai pencarian yang proaktif dan menghargai pengalaman, toleransi dan mengeksplorasi hal-hal yang

tidak familiar.

Konvensional, apa adanya, tidak memiliki ketertarikan, tidak artistik, tidak analitis


(45)

30

Teori kepribadian menunjukkan bahwa sifat-sifat atau kombinasi sifat merupakan penentu fundamental dari perilaku dan ada cukup bukti menghubungkan kepribadian dan perilaku (Furnham dan Surga, 1999). Faktor kepribadian positif (misalnya, optimisme) atau negatif (misalnya, efektivitas negatif) terkait dengan praktek perilaku sehat (Adler & Matthews 1994, Steptoe et al, 1994; dalam Conner & Norman, 2005).

Sebuah literatur secara luas menjelaskan bahwa terdapat ciri-ciri kepribadian yang berhubungan dengan hasil kesehatan (lihat Marshall et al, 1994.), namun, penelitian yang telah memfokuskan pada dampak dari sifat-sifat ini pada perilaku sehat relatif sedikit. Untuk saat ini, sebagian besar penelitian telah difokuskan pada pengaruh sifat-sifat ‘Big Five’ kepribadian (yaitu

neurotisisme, extraversion, conscientiousness, openness dan agreeableness) terhadap perilaku sehat (misalnya Siegler et al, 1995;. Schwart et al, 1999;.

Conner dan Ibrahim 2001). Terdapat penelitian yang menemukan efek langsung ciri-ciri kepribadian ketika memprediksi perilaku sehat. Sebagai contoh,

extraversion telah ditunjukkan untuk menjelaskan varians tambahan dalam

perilaku olahraga, melebihi dan di atas yang dijelaskan oleh TPB (Theory Planned

Behavior) (misalnya Courneya et al. 1999). Demikian pula, Conner dan Abraham

(2001) melaporkan bahwa conscientiousness memiliki efek langsung pada perilaku olahraga, meskipun extraversion dan neurotisisme hanya memiliki efek tidak langsung. Tidak ada efek yang ditemukan untuk openness dan

agreeableness. Ditemukannya efek langsung conscientiousness dan extraversion


(46)

kepribadian dapat berdampak pada perilaku sehat (dalam Conner & Norman, 2005).

Dan selain yang diteorikan, sebagai kontrol yang menjadi variabel independen yaitu variabel demografis yang terdiri dari kelas sosial ekonomi orang tua. Variabel demografis menunjukkan hubungan yang handal dengan kinerja perilaku sehat. Perilaku tersebut bervariasi berdasarkan gender, dengan perempuan umumnya kurang mungkin untuk merokok, mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar, terlibat dalam olahraga teratur, tetapi lebih cenderung untuk memantau diet mereka, minum vitamin dan terlibat dalam perawatan gigi (Waldron 1988). Perbedaan status sosial ekonomi dan kelompok etnis juga jelas untuk perilaku seperti diet, olahraga alkohol, konsumsi dan merokok (misalnya blaxter, 1990; dalam Conner, 2002).

Secara umum, orang yang lebih muda, lebih kaya, berpendidikan yang lebih baik, di bawah rendahnya tingkat stres, dengan tingkat tinggi dukungan sosial lebih tinggi mungkin melakukan perilaku melindungi kesehatan. Tingginya tingkat stres dan/atau kurangnya sumber daya terkait dengan perilaku beresiko kesehatan seperti penyalahgunaan merokok dan alkohol (Adler dan Matthews 1994; dalam Conner, 2002).

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai pengaruh faktor-faktor psikologis terhadap perilaku sehat. Pada Tabel 2.2 ini peneliti membuat matrikulasi hasil pengaruh faktor-faktor psikologis terhadap perilaku sehat.


(47)

32

Tabel 2.2

Matrikulasi Hasil Pengaruh Faktor-Faktor Psikologis terhadap Perilaku sehat

No Nama Temuan

1 Allison K.R. dkk.(1999) - Faktor penentu kontrol individu, rasa koherensi, self-esteem dan kesusahan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan salah satu dari empat perilaku (physical inactivity, daily smoking, heavy drinking dan risk behavior index)

2 Abood & Conway (1988) - Temuan menunjukkan bahwa self-esteem

bukan merupakan kekuatan pendorong praktek perilaku sehat tertentu. Namun,

self-esteem dapat memiliki hubungan timbal balik dengan praktek umum perilaku sehat. Artinya, self-esteem yang tinggi dapat meningkatkan kecenderungan umum seseorang untuk terlibat dalam berbagai perilaku untuk meningkatkan kesehatan. Sebaliknya, berpartisipasi dalam berbagai perilaku sehat yang positif dapat meningkatkan persepsi diri

seseorang.

2 Von, AH.D dkk. (2004) - Self-efficacy secara signifikan memprediksi perilaku alkohol dan merokok, aktivitas fisik dan perilaku perlindungan gii, perilaku protektif

terhadap keselamatan umum dan perilaku perlindungan matahari.

3 Puchala dkk. (2007) - Ada pengaruh yang signifikan secara statistik self-efficacy belief terhadap perilaku sehat seperti konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari dan konsumsi alkohol yang sudah berkurang.

4 Silalahi, Verawati (2009) - Terdapat hubungan positif dan signifikan antara locus of control dengan perilaku sehat

5 Torres & Pritchard (tt) - Agreebleness berkorelasi dengan perilaku sehat yang lebih beresiko daripada dimensi kepribadian lainnya.

- Para peneliti juga menemukan perbedaan gender (jenis kelamin) yang signifikan dalam perilaku beresiko kesehatan dan


(48)

tiga dimensi kepribadian. Pria terlibat lebih dalam aksi kekerasan, penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, ganja dan penggunaan narkoba lainnya

dibandingkan dengan wanita.

6 Conway, T. L. dkk (1992) - Conscientiousness, agreebleness dan

extraversion merupakan tiga elemen penting dari kepribadian yang memprediksi perilaku sehat.

7 Rohman, A (t.t.) - Tingkat perilaku merokok pada remaja berada pada tingkatan sedang.

- Status sosial ekonomi orang tua remaja adalah bawah.

- Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara status sosial ekonomi orang tua dan tingkat perilaku merokok remaja.

8 Holopainen & Sulinto (2005) - Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dan perilaku sehat remaja.

4.2. Pengukuran Perilaku sehat

Berikut ini pengukuran perilaku sehat pada beberapa penelitian terdahulu :

1. Von, AH. D. dkk. (2004) mengukur perilaku sehat dengan menggunakan kuesioner self-report tentang perilaku sehat umum seperti konsumsi alkohol, perilaku merokok, aktivitas fisik and perilaku pola makan/gii,

perilaku keselamatan umum dan perilaku perlindungan dari sinar matahari.

2. Allison, K.R. dkk. (1999) mengukur perilaku sehat beresiko berdasarkan beberapa perilaku yaitu physical inactivity, daily smoking, heavy dringking, dan semua perilaku beresiko.


(49)

34

3. Lant dkk. (1998) mengukur perilaku sehat dari informasi self-report

responden berdasarkan 4 perilaku yaitu merokok, meminum alkohol, body weight dan aktivitas fisik.

4. Pikko & Brassai (2007) mengukur perilaku sehat berdasarkan empat perilaku yaitu merokok, konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan terlarang, dan aktivitas olahraga.

5. Puchała J dkk. (2007) mengukur perilaku sehat berdasarkan empat perilaku yaitu pola makan, aktivitas fisik, minum alkohol, dan merokok. Dari sini terlihat bahwa meskipun instrument pengukuran perilaku sehat berbeda-beda, tidak ada satupun pendekatan tunggal yang digunakan untuk alat ukur perilaku sehat, namun secara skala pengukuran, bahwa alat ukur tersebut sama yaitu menggunakan skala kontinum. Sehingga menurut peneliti tidak perlu lagi untuk menyusun secara baku alat ukur perilaku sehat sebab tentu alat ukur tersebut dibuat sesuai dengan perilaku sehat, namun sejauh pengukuran tersebut menggunakan skala kontinum maka dapat diterima. Untuk lebih lengkap tentang instrument pengukuran perilaku sehat, maka akan peneliti paparkan di BAB 3 pada sub-bab instrument pengumpulan data.

4.3. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh independent variable yang diketahui terhadap dependent variable. Dalam penelitian ini dependent variable

yaitu perilaku sehat, sedangkan variabel yang di teorikan peneliti sebagai


(50)

perilaku sehat, yaitu self-esteem, health-specific self-efficacy, health locus of control (yang terdiri dari dua faktor yaitu internal health locus of control dan

eksternal health locus of control), dan kepribadian (yang terdiri dari lima faktor yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neoriticism, dan openness) . Dan selain yang diteorikan, peneliti juga meneliti variabel lainnya yaitu kelas sosial ekonomi orang tua.

Bunyi hipotesis utamanya yaitu : “ada pengaruh yang signifikan dari faktor psikologis seperti self-esteem, health-specific self-efficacy, internal health locus of control, eksternal health locus of control, extraversion, agreeableness, conscientiousness, neoriticism, openness, dan kelas sosial ekonomi orang tua terhadap perilaku sehat”.

Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu :

1. Self-Esteem berpengaruh signifikan terhadap perilaku sehat.

2. Health-specific self-efficacy berpengaruh signifikan terhadap perilaku

sehat.

3. Internal health locus of control berpengaruh signifikan terhadap perilaku sehat.

4. Eksternal health locus of control berpengaruh signifikan terhadap perilaku

sehat.

5. Extraversion berpengaruh signifikan terhadap perilaku sehat.

6. Agreeableness berpengaruh signifikan terhadap perilaku sehat.

7. Conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap perilaku sehat.


(51)

36

9. Openness berpengaruh signifikan terhadap perilaku sehat.

10. Kelas sosial ekonomi orang tua berpengaruh signifikan terhadap perilaku sehat.

Jika digambarkan dengan model, maka hipotesis utama dan kerangka berpikir akan tampak seperti :


(52)

Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

Health Locus of Control

Kepribadian

Keterangan : perilaku sehat sebagai dependent variable, sedangkan variabel lainnya sebagai independent variable.

Internal Health Locus of Control EksternalHealth Locus of Control

Neoriticsm

Perilaku Kesehatan

Self-Esteem

Opennes

Health-Specific Self-Efficacy

Conscientiousness Agreeableness Extraversion


(53)

38

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan tentang Populasi dan Sampel, Variabel Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Pengumpulan Data, Pengujian Validitas Alat Ukur, Prosedur Pengumpulan Data, dan Metode Analisis Data.

Pada penelitian ini, yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap perilaku sehat. Pendekatan yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif, dimana temuan penelitian merupakan kesimpulan yang bersifat statistik.

3.1. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa beberapa perguruan tinggi di Tangerang Selatan. Sampel penelitian ini ditetapkan sebanyak 200 orang tetapi yang mengembalikan kuesioner hanya ada 195 orang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini bersifat

non-probability sampling, dimana besar peluang untuk terpilihnya anggota populasi tidak diketahui. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah perguruan tinggi dan mahasiswa yang ada di Tangerang Selatan, sehingga tidak memungkinkan peneliti untuk memiliki daftar dari seluruh anggota populasi tersebut, terutama karena terbatasnya waktu, biaya dan tenaga. Meskipun pengambilan sampel bersifat non-probability sampling, namun tetap diharapkan


(54)

hasil penelitiannya dapat digeneralisasikan ke populasi karena dalam penelitian ini tujuan utamanya adalah untuk mengungkapkan ada tidaknya hubungan antar variabel penelitian, bukan mengenai subjek penelitian.

3.2. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Perilaku Sehat

2. Self-Esteem

3. Health-specific self-efficacy

4. Healt Locus of Control (terdiri dari 2 faktor) 5. Kepribadian (terdiri dari 5 faktor)

6. Kelas Sosial Ekonomi Orang Tua

Adapun yang ditetapkan sebagai variabel dependen (outcome variable) dalam penelitian ini adalah perilaku sehat, sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen (predictor variable).

3.3. Definisi Operasional Variabel

Dari definisi konseptual yang telah dijelaskan dalam BAB 2, kemudian peneliti menentukan definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Perilaku sehat adalah skor yang diperoleh tentang bagaimana praktek perilaku sehat mahasiswa, yang terdiri dari empat perilaku yaitu perilaku makan, olahraga, perilaku merokok dan mengkonsumsi alkohol.


(55)

40

2. Self-Esteem adalah skor yang diperoleh tentang persepsi mahasiswa

mengenai harga diri mereka dalam mempraktekkan perilaku sehat.

3. Health-Spesific Self-Efficacy adalah skor yang diperoleh tentang optimistis kepercayaan diri mahasiswa untuk mampu menahan godaan dan mengadopsi gaya hidup sehat. Indikator yang digunakan dalam skala ini terdiri dari the nutrition self-efficacy, the physical exercise self-efficacy, the alcohol resistance self-efficacy, dan the smoking cessation self-efficacy

yang dikemukakan dalam Renner & Schwarer (t.t.).

4. Health Locus of Control adalah skor yang diperoleh tentang sejauh mana

mahasiswa merasa diri mereka mampu mengendalikan kesehatan mereka, menganggap orang lain yang kuat untuk bertanggung jawab atas kesehatan mereka, atau suatu keberuntungan sebagai penentu utama kesehatan mereka. Indicator yang digunakan dalam skala ini berdasarkan pada faktor-faktor health locus of control, yaitu internal health locus of control

dan eksternal health locus of control yang dikemukakan oleh Wallston, Wallston & DeVellis (1978) dalam Taylor (2009).

5. Kepribadian adalah skor yang diperoleh dari hasil skala big five yang terdiri dari lima subskala yang masing-masing mengukur dimensi

extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan

openness.

6. Kelas Sosial Ekonomi Orang Tua adalah penilaian subjek tentang dirinya sendiri yaitu mengenai status tingkatan apakah termasuk dalam kelas sosial ekonomi bawah, kelas menengah ke bawah, kelas menengah, kelas


(56)

menengah ke atas, atau kelas atas yang merujuk keadaaan ekonomi secara umum.

3.4. Instrumen Pengumpulan Data

1. Perilaku sehat diukur dengan menggunakan kuesioner perilaku sehat yang peneliti adaptasi dari Health Behavior Checklist yang disusun oleh Vickers dkk. (1988). Alat ukur ini terdiri dari 7 item. Respon jawaban yang diberikan terdiri dari 4-point yaitu sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

2. Self-Esteem diukur dengan menggunakan kuesioner Self-Esteem yang

disusun oleh Rosenberg. Alat ukur ini terdiri dari 10 item. Respon jawaban yang diberikan terdiri dari 4-point yaitu dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.

3. Health-Spesific Self-Efficacy diukur dengan menggunakan kuesioner

Health-Specific Self-Efficacy yang peneliti adaptasi dari Renner & Schwarer (t.t.). Alat ukur ini terdiri dari 12 item. Respon jawaban yang

diberikan terdiri dari 4-point yaitu dari sangat yakin sampai sangat tidak yakin.

4. Health Locus of Control diukur dengan menggunakan kuesioner

Multidimensional Health Locus of Ccontrol (MHCL) yang peneliti

adaptasi dari Wallston, Wallston & DeVellis (1978). Alat ukur ini terdiri dari 18 item. Respon jawaban yang diberikan terdiri dari 4-point yaitu dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju.


(57)

42

5. Kepribadian diukur dengan menggunakan Big Five Inventori (BFI) yang peneliti adaptasi dari John, Oliver P. (1991) (dalam John & Srivastava, 1999). Alat ukur ini terdiri dari 44 item. Respon jawaban yang diberikan terdiri dari 4-point yaitu dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Semua alat ukur di atas penulis terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan belum ada terjemahan yang dibakukan. Maka penulis akan menguji validitas dan reabilitas secara empiris.

3.5. Pengujian Validitas Alat Ukur

Dalam rangka pengujian validitas alat ukur, peneliti melakukan uji validitas konstruk instrument tersebut. Oleh karena itu, digunakan CFA (Confirmatory Faktor Analysis) untuk pengujian validitas instrument. Adapun logika dari CFA (Umar, 2011) :

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya.

Trait ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga subskala hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subskala bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma (Σ), kemudian


(58)

dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks S - matriks Σ atau bisa juga dinyatakan dengan S - Σ = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan

chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak” . Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item hanya mengukur satu faktor saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop. 6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif, maka item tersebut harus di drop. Berarti item tersebut mengukur hal yang berlawanan dengan apa yang hendak diukur. Namun demikian perlu diperiksa kembali apakah item tersebut berupa item negatif (unfavorable). Untuk item yang unfavorable, skornya harus dibalik terlebih dahulu menjadi favorable sebelum analisis CFA dilakukan. Selanjutnya dilakukan analisis CFA kembali dengan menggunakan item yang tidak didrop atau item yang diterima. Kemudian setelah didapat model fit dihitung faktor skornya. Penggunaan faktor skor ini adalah untuk menghindari hasil penelitian yang bias akibat dari kesalahan pengukuran. Jadi skor yang dianalisis dalam penelitian ini bukanlah skor yang diperoleh dari variabel pada


(59)

44

umumnya, melainkan justru true score yang diperoleh dengan memperhitungkan perbedaan validitas dari setiap item. Namun demikian, untuk menghindari faktor skor yang bertanda negatif dan positif (Zscore) maka peneliti mentranformasikan faktor skor tersebut menjadi T skor. Dengan rumus T skor yaitu (Umar, 2011):

Tskor = (10 x faktor skor) + 50.

Dalam hal ini T skor akan memiliki mean = 50 dan SD = 10 dan diharapkan seluruh skor merupakan bilangan positif yang memiliki rentangan diperkirakan antara 0 dan 100. Setelah didapatkan faktor skor yang telah dirubah menjadi T skor, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan sotware LISREL 8.30 (Joreskog & Sorbom, 1999).

3.5.1. Uji Validitas Skala Perilaku Sehat

Dengan metode CFA, peneliti menguji apakah 7 item yang ada bersifat unidimensi dalam mengukur perilaku sehat. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor menghasilkan Chi-Square=117.60, df=14, P-value=0.00000, RMSEA=0.195, yang berarti tidak fit. Namun setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibolehkan atau dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi-Square=15.82, df=10, P-value=0.10499, RMSEA=0.055,


(1)

PERILAKU SEHAT

1 2 3 4 5 6 7

1 X

2 X

3 X

4 V V X

5 X

6 V X

7 V X

MATRIK KORELASI KESALAHAN PENGUKURAN SKALA

SELF-ESTEEM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 X

2 x

3 V x

4 V x

5 V x

6 V V v X

7 V V x

8 V V x

9 x


(2)

NUTRITION SELF-EFFICACY

1 2 3 4 5

1 X

2 X

3 X

4 V X

5 V X

MATRIK KORELASI KESALAHAN PENGUKURAN SKALA

EXERCISE ELF-EFFICACY

6 7 8 9 10 11 12

6 X

7 V X

8 X

9 X

10 V V X

11 X


(3)

INTERNAL HEALTH LOCUS OF CONTROL

1 2 3 4 5 6

1 X

2 V X

3 X

4 X

5 X

6 X

MATRIK KORELASI KESALAHAN PENGUKURAN SKALA

EKSTERNAL HEALTH LOCUS OF CONTROL

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 X

2 X

3 X

4 V X

5 V V X

6 X

7 V V X

8 X

9 X

10 V V X

11 V X


(4)

EXTRAVERSION

1 2 3 4 5 6 7 8

1 X

2 V X

3 X

4 V X

5 V V X

6 X

7 V V X

8 V V X

MATRIK KORELASI KESALAHAN PENGUKURAN SKALA

AGREEABLENESS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 X

2 X

3 V X

4 X

5 X

6 V X

7 V V X

8 V V X


(5)

CONCIENTIOUSNESS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 X

2 X

3 V X

4 V X

5 V V X

6 X

7 V X

8 V V X

9 X

MATRIK KORELASI KESALAHAN PENGUKURAN SKALA

NEURORITICSM

1 2 3 4 5 6 7 8

1 X

2 X

3 X

4 V X

5 X

6 V V X

7 X


(6)

OPENNESS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 X

2 X

3 X

4 V X

5 V V V X

6 X

7 X

8 X

9 V V V X