87
4.2.3.2 Uji Heteroskedastisitas
Tujuan uji heteroskedastisitas adalah untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual antara satu
pengamatan dengan pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada beberapa cara untuk
mendekati ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu :
a. Metode Grafik
Dasar analisis adalah jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016
Gambar 4.4 Uji Heteroskedastisitas Scatterplot
Universitas Sumatera Utara
88
Pada Gambar 4.4 diatas, dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuah pola tertentu yang jelas serta tersebar baik di atas
maupun di bawah angka nol pada sumbu Y, dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
b. Uji Glejser
Kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut: 1
Jika nilai signifikansi 0,05 maka tidak mengalami gangguan heterokedastisitas.
2 Jika nilai signifikansi 0,05 maka mengalami gangguan heterokedastisitas.
Tabel 4.9 Hasil Uji Glejser Heterokedastisitas
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016
Pada Tabel 4.9 dapat dilihat bahwa kolom Sig. pada tabel koefisien regresi untuk variabel independen adalah X
1
0,600 dan X
2
0,277 atau probabilitas lebih besar dari 0,05 maka model regresi tidak mengalami gangguan
heteroskedastisitas.
4.2.3.3 Uji Multikolinearitas
Artinya variabel independen yang satu dengan yang lain dalam model regresi berganda tidak saling berhubungan secara sempurna. Untuk mengetahui
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
2.046 4.256
.481 .632
StresKerja -.033
.063 -.072
-.527 .600
KepuasanKerja .075
.068 .151
1.096 .277
a. Dependent Variable: absut
Universitas Sumatera Utara
89
ada tidaknya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari besarnya nilai tolerance dan VIF Variance Inflation Factor melalui program SPSS. Tolerance mengukur
variabilitas variabel terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai umum yang bisa dipakai adalah nilai Tolerance 0,1 atau nilai VIF
5, maka tidak terjadi multikolinearitas Situmorang Lufti, 2008:147, 153. Pengujian multikoliniearitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10 Uji Multikolinearitas
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016
Pada Tabel 4.10 diatas, dapat dilihat bahwa variabel Stres kerja dan Kepuasan kerja memiliki nilai Tolerance 0,810, 0,810, 0,1 dan nilai VIF
1,235, 1,235 5 maka variabel tersebut tidak terkena multikolinearitas.
4.2.4 Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda karena jumlah variabel yang diteliti lebih dari satu.
Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil pengujian
asumsi klasik, ternyata data telah lulus uji asumsi klasik, sehingga data siap untuk
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. Collinearity
Statistics B
Std. Error Beta
Tolerance VIF
1 Constant
33.821 7.522
4.496 .000
StresKerja .675
.111 .550
6.107 .000
.810 1.235
KepuasanKerja -.464
.121 -.345
-3.839 .000
.810 1.235
a. Dependent Variable: TurnoverIntention
Universitas Sumatera Utara
90
diregresi linear berganda. Berikut Tabel 4.11 menunjukkan hasil estimasi regresi melalui pengolahan data dengan SPSS:
Tabel 4.11 Uji Regresi Linier Berganda
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016
Berdasarkan hasil pengolahan data yang ditunjukkan dalam Tabel 4.11, maka diperoleh persamaan regresi linear berganda dengan rumus sebagai berikut:
Y = a + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ e Y = 33,821 + 0,675 X
1
+ -0,464 X
2
+ e Y= 33,821 + 0,675 X
1
– 0,464 X
2
+ e
Dimana: Y
= Turnover Intention a
= Konstanta b
1
b
2
= Koefisien regresi berganda X
1
= Stres Kerja X
2
= Kepuasan Kerja e
= Standard error
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
33.821 7.522
4.496 .000
StresKerja .675
.111 .550
6.107 .000
KepuasanKerja -.464
.121 -.345
-3.839 .000
a. Dependent Variable: TurnoverIntention
Universitas Sumatera Utara
91
1.
Konstanta α = 33,821, ini menunjukkan bahwa jika variabel Stress
Kerja dan Kepuasan Kerja dianggap konstan maka tingkat variabel Turnover Intention Y RSIA. Stella Maris Kota Medan adalah sebesar
33,821
2.
Koefisien b
1
X
1
= 0,675, ini berarti bahwa variabel stress kerja X
1
berpengaruh positif terhadap turnover intention, atau dengan kata lain jika stress kerja X
1
ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka turnover intention akan mengalami peningkatan sebesar 0,675. Koefesien
bernilai positif artinya terjadi hubungan searah antara variabel stress kerja dengan turnover intention, semakin meningkat stress kerja maka
akan semakin meningkat pula turnover intention karyawan medis di RSIA. Stella Maris kota Medan.
3.
Koefisien b
2
X
2
= -0.464, ini berarti bahwa variabel kepuasan kerja
X
2
berpengaruh negatif terhadap turnover intention, atau dengan kata lain jika kepuasan kerja X
2
ditingkatkan sebesar satu-satuan, maka turnover intention akan mengalami penurunan sebesar 0,464.
Koefesien bernilai negatif artinya terjadi hubungan tidak searah antara variabel kepuasan kerja dengan turnover intention, semakin meningkat
kepuasan kerja maka akan semakin menurun pula turnover intention karyawan medis di RSIA. Stella Maris kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
92
4.2.5 Uji Hipotesis 4.2.5.1 Uji Signifikansi Simultan Uji-F
Hasil Uji Simultan Uji-F menunjukkan seberapa besar hubungan dan pengaruh variabel Stress Kerja X
1
dan variabel Kepuasan Kerja X
2
, secara bersama-sama atau serempak terhadap variabel Turnover Intention Y.
Kriteria pengujian adalah: 1.
H : b
1
, b
2
= 0, artinya secara bersama-sama tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
2. H
: b
1
, b
2
≠ 0, artinya secara bersama-sama terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Untuk menentukan nilai F, maka diperlukan adanya derajat bebas pembilang dan derajat bebas penyebut, dengan rumus sebagai berikut:
df Pembilang = k-1 df Penyebut = n-k
Keterangan: n = jumlah sampel penelitian
k = jumlah variabel bebas dan terikat Pada penelitian ini diketahui jumlah sampel n 66 dan jumlah keseluruhan
variabel k adalah 3, sehingga diperoleh: 1.
df pembilang = 3-1 = 2 2.
df penyebut =66-3 = 63
Universitas Sumatera Utara
93
Nilai F hitung akan diperoleh dengan menggunakan bantuan software SPSS for windows,
kemudian akan dibandingkan dengan F tabel pada tingkat α = 10, 2:63 = 2,393. Dengan kriteria uji sebagai berikut:
H diterima jika F
hitung
F
tabel
pada α = 10 H
a
diterima jika F
hitung
F
tabel
pada α = 10 Hasil Uji F dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut:
Tabel 4.12 Hasil Uji Simultan Uji F
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016
Berdasarkan Tabel 4.12 diatas dapat diketahui bahwa nilai F
hitung
adalah sebesar 44,758 dan nilai F
tabel
pada alpha 10 adalah 2,393 dengan demikian nilai F
hitung 44,758
F
tabel 2,393
, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 0,05. Dengan demikian, secara bersama-sama atau simultan variabel Stress Kerja X
1
dan variabel Kepuasan Kerja X
2
, berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Turnover Intention Y. Maka, berdasarkan kriteria pengujian hipotesis,
H
a
diterima dan H ditolak.
ANOVA
a
Model Sum of
Squares df
Mean Square F
Sig.
1 Regression
2201.264 2
1100.632 44.758
.000
b
Residual 1549.221
63 24.591
Total 3750.485
65 a. Dependent Variable: TurnoverIntention
b. Predictors: Constant, KepuasanKerja, StresKerja
Universitas Sumatera Utara
94
4.2.5.2 Uji Parsial Uji t
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh suatu variabel bebas secara parsial individual terhadap variasi variabel terikat.
Kriteria pengujiannya adalah: H
: b
1
= 0, artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
H : b
1
≠ 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
Kriteria pengambilan keputusan adalah: H
diterima jika t
hitung
t
tabel
pada α= 10 H
ditolak jika t
hitung
≥ t
tabel
pada α= 10 Hasil pengujian adalah:
Tingkat kesalahan α = 10 dan derajat kebebasan df = n-k n = jumlah sampel, n = 66
k = jumlah variabel yang digunakan, k = 3 Derajat kebebasan degree of freedomdf =n-k = 66-3 = 63
Uji-t yang dilakukan adalah uji satu arah, maka t
tabel
yang digunakan adalah t
0,10
63 = 1.295
Universitas Sumatera Utara
95
Tabel 4.13 Hasil Uji Parsial Uji t
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016
Berdasarkan Tabel 4.13 dapat dilihat bahwa:
1. Variabel stress kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
turnover intention hal ini terlihat dari nilai signifikan 0,000 dibawah lebih kecil dari 0,05 dan nilai t
hitung 6,107
t
tabel 1,295
artinya jika variabel stress kerja meningkat sebesar satu satuan unit maka turnover intention Y akan
meningkatkan sebesar 0,675 satuan unit. Nilai t positif menunjukkan bahwa variabel stress kerja mempunyai hubungan yang searah dengan turnover
intention dan signifikan terhadap turnover intention. 2.
Variabel kepuasan kerja berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap turnover intention Y hal ini terlihat dari nilai signifikan 0,000 di atas lebih
kecil dari 0,05 dan nilai t
hitung -3,839
t
tabel 1,295
artinya jika variabel kepuasan kerja meningkat sebesar satu satuan unit maka turnover intention Y akan
menurun sebesar 0,464 satuan unit. Nilai t negatif menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja mempunyai hubungan yang tidak searah dengan
turnover intention dan signifikan terhadap turnover intention.
Coefficients
a
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
33.821 7.522
4.496 .000
StresKerja .675
.111 .550
6.107 .000
KepuasanKerja -.464
.121 -.345
-3.839 .000
a. Dependent Variable: TurnoverIntention
Universitas Sumatera Utara
96
4.2.5.3 Uji Koefisien Determinasi R
2
Uji koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan model dalam menerangkan variabel terikat. Jika determinan R
2
semakin mendekati satu, maka pengaruh variabel bebas besar terhadap variabel terikat. Hal ini berarti model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan
pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Derajat pengaruh variabel X
1
, X
2
, dan X
3
terhadap variabel Y dapat dilihat pada hasil berikut ini:
Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi R
2
Sumber: Hasil Pengolahan data primer dengan SPSS, data diolah 2016
Berdasarkan hasil pengujian identifikasi determinasi pada Tabel 4.14 menunjukkan bahwa koefisien determinasi yang telah disesuaikan Adjusted R
Square adalah sebesar 0,574 atau 57,4. Semakin besar angka Adjusted R Square maka akan semakin kuat hubungan dari keempat variabel dan model
regresi. a.
R = 0,766 berarti hubungan antara Stress Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention sebesar 76,6. Yang berarti hubungannya erat 0,6
– 0,79. Semakin besar R semakin erat hubungannya. Untuk memastikan tipe
hubungan dapat melihat Tabel 4.15 dibawah ini.
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of
the Estimate 1
.766
a
.587 .574
4.959 a. Predictors: Constant, KepuasanKerja, StresKerja
b. Dependent Variable: TurnoverIntention
Universitas Sumatera Utara
97
Tabel 4.15 Hubungan Antar Variabel
Nilai Interpretasi
0,0 – 0,19
Sangat tidak erat 0,2
– 0,39 Tidak erat
0,4 – 0,59
Cukup erat
0,6 – 0,79
Erat
0,8 – 0,99
Sangat erat
Sumber: Situmorang dan Lufti 2014:170
b. R Square sebesar 0,587 berarti 58,7 faktor-faktor Turnover Intention dapat
dijelaskan oleh Stress Kerja dan Kepuasan Kerja. Sedangkan sisanya sebesar 41,3 dijelaskan oleh faktor
–faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
c.
Adjusted R Square sebesar 0,574 berarti 57,4 faktor-faktor Turnover Intention dapat dijelaskan oleh Stress Kerja dan Kepuasan Kerja.
Sedangkan sisanya 42,6 dapat dijelaskan oleh faktor –faktor lain yang
tidak diteliti dalam penelitian ini.
d. Standar Error of Estimate mengukur variasi dari nilai yang diprediksi.
Standar Error of Estimate juga biasa disebut standar deviasi. Dari Tabel 4.15 Standart Error of Estimate adalah
4,959
. Semakin kecil standar deviasi semakin baik.
Universitas Sumatera Utara
98
4.3 Pembahasan 4.3.1 Pengaruh Stress Kerja Terhadap Turnover Intention
Melalui Uji-t diketahui bahwa stress kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan medis di RSIA. Stella
Maris kota Medan. Artinya, bahwa semakin meningkat stress pada karyawan medis maka kemungkinan tingkat keinginan untuk keluar juga semakin tinggi.
Stres kerja merupakan suatu keadaan dimana karyawan merasa tertekan atas pekerjaan yang dilakukannya. Stres kerja yang dirasakan karyawan medis akan
semakin meningkat jika perusahaan tidak dapat menemukan penyelesaian yang tepat.
Stres yang semakin tinggi akan membuat karyawan tidak mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Karyawan juga akan kehilangan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan menimbulkan perilaku yang tidak teratur. Hal ini dikarenakan beban kerja yang berlebihan tidak mampu dikerjakan
karyawan dengan baik sehingga menyebabkan indikator stres kerja muncul. Stres kerja yang muncul akan mempengaruhi karyawan dan memunculkan niat untuk
keluar dari perusahaan dan mencari pekerjaan yang tidak membuat karyawan mengalami stres.
Sejalan dengan meningkatnya stres, keinginan untuk keluar juga ikut naik. Karena stres kerja mengganggu karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara
efektif dan efisien. Jika stres kerja terlalu tinggi, karyawan akan kehilangan kemampuan untuk fokus terhadap pekerjaannya. Hal itu tentunya mengganggu
jalannya produktivitas RSIA.Stella Maris yang bergerak dibidang jasa. Karena
Universitas Sumatera Utara
99
karyawan bukan hanya menghadapi beban pekerjaan yang berlebih, namun karyawan juga harus menghadapi maupun melayani pelanggan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 66 responden, secara keseluruhan distribusi jawaban responden terhadap variabel stress kerja adalah
dominan setuju. Adapun jawaban responden terhadap variabel stress kerja yang paling dominan setuju terdapat pada pernyataan “
Saya sering menunda waktu makan siang karena lebih mengutamakan pekerjaan
”. Ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan medis mengalami gejala stress berupa gejala perilaku. Hal ini
dikarenakan karyawan medis memiliki beban kerja yang berlebihan, mengingat pekerjaan karyawan medis tersebut tidak dapat ditunda sehingga para karyawan
medis sering menunda waktu makan siang untuk menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu.
Selanjutnya jawaban responden terhadap variabel stress kerja yang paling dominan berikutnya adalah pada
pernyataan “ Saya sering menunda pekerjaan
karena terlalu letih secara fisik dan emosi ”. Hal ini dikarenakan karyawan medis
memiliki beban kerja yang berlebihan yang menyebabkan karyawan hanya memiliki sedikit waktu istrahat sehingga karyawan sering menunda pekerjaan
hanya untuk istrahat sebentar. Jika hal ini terus dibiarkan atau dengan dengan kata lain tidak ada tindakan rumah sakit untuk mengelola stress kerja karyawan
maka kondisi kesehatan karyawan medis bisa berdampak buruk untuk jangka panjang.
Universitas Sumatera Utara
100
Menurut Robbins 2008:369 stres kerja dapat mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang, baik fisik maupun mental. Karyawan yang
mengalami stres kerja yang berlebihan berimplikasi terhadap voluntary turnover. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan
Manurung 2012 dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Stress Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan Studi pada
Stikes Widya Husada Semarang” bahwa variabel stress kerja berpengaruh positif terhadap turnover intention karyawan. Penelitian lainnya yang mendukung hasil
penelitian adalah Pohan 2015 dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Stress Kerja, Motivasi Kerja dan Iklim Organisasi terhadap keinginan untuk
keluar intention to leave karyawan”. menyatakan bahwa stress kerja
berkontribusi terhadap keinginan untuk keluar intention to leave. Nilai t positif menunjukkan bahwa variabel stress kerja mempunyai hubungan yang searah
dengan keinginan untuk keluar intention to leave. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat stres kerja yang dialami karyawan maka semakin tinggi
keinginan untuk keluar yang dimiliki karyawan. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa karyawan yang menghadapi stres kerja yang berlebihan secara
terus menerus akan merasakan tekanan kuat untuk keluar dari kondisi tersebut.
Universitas Sumatera Utara
101
4.3.2 Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention
Melalui Uji-t diketahui Kepuasan Kerja berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap Turnover Intention karyawan medis di RSIA. Stella Maris
kota Medan. Artinya, bahwa semakin meningkat kepuasan kerja karyawan medis maka kemungkinan tingkat keinginan untuk keluar juga semakin menurun atau
semakin rendah. Nilai t negatif tersebut menunjukkan bahwa variabel kepuasan kerja mempunyai hubungan yang tidak searah dengan turnover intention namun
berpengaruh siginifikan terhadap turnover intention. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 66 responden
karyawan medis RSIA. Stella Maris diketahui bahwa karyawan medis RSIA. Stella Maris merasa puas dengan yang diberikan perusahaan, seperti kesesuaian
gaji yang diterima dengan beban pekerjaan dan penempatan karyawan yang sesuai dengan keahlian masing
– masing, tetapi ada beberapa hal dimana karyawan merasakan bahwa kepuasan kerja tidak sesuai dengan harapan. Hal ini dapat
dilihat pada jawaban responden pada pernyataan mengenai promosi karir. Misalnya pada pernyataan “Kriteria yang digunakan dalam menentukan promosi
kenaikan pangkatgolongan karyawan sangat jel as”. Jawaban responden pada
pernyataan tersebut lebih dominan tidak setuju. Hal ini dikarenakan kurang jelasnya patokan yang menjadi dasar untuk promosi naik jabatan, waktu yang
terasa lama untuk naik jabatan sehingga dirasa cenderung membosankan. Atau pa
da pernyataan “Selalu tersedia kesempatan yang cukup besar bagi saya untuk mengembangkan diri serta kemampuan yang saya miliki di RSIA. Stella Maris”,
jawaban responden pada pernyataan tersebut lebih dominan tidak setuju. Hal
Universitas Sumatera Utara
102
tersebut dikarenakan mengingat minimnya kesempatan promosi yang disediakan manajemen rumah sakit dikarenakan jenjang karir yang tersedia bagi karyawan
medis sangat terbatas sehingga karyawan medis merasa RSIA. Stella Maris bukan tempat yang tepat untuk mengembangkan diri dan kemampuan para karyawan
medis. Jika rumah sakit tidak memberikan solusi akan perasaan ketidakpuasan karyawan tersebut maka karyawan medis akan berusaha mengevaluasi
pekerjaannya dan mulai melirik perusahaan lain. Mobley et all 2007: 240 menjabarkan bahwa perasaan tidak puas dapat
memicu rencana untuk berhenti kerja. Kemudian akan mengarah pada usaha untuk mencari pekerjaan baru. Robbins 2008: 226 juga menambahkan bahwa
kepuasan kerja dihubungkan negatif dengan keluarnya karyawan. Karyawan dengan kepuasan kerja yang tinggi akan merasa senang dan bahagia dalam
melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif pekerjaan lain.
Hasil penelitian ini didukung dan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manurung 2012 dalam penelitiannya yang be
rjudul “Analisis Pengaruh Stress Kerja Dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention Karyawan Studi
pada Stikes Widya Husada Semarang” bahwa Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap turnover intention karyawan. Terakhir, Waspodo 2013 dalam
peneli tiannya yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap
Turnover Intention Pada PT. Unitex di Bogor” bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan PT. Unitex
di Bogor.
Universitas Sumatera Utara
103
4.3.3 Pengaruh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja Terhadap Turnover Intention
Berdasarkan uji hipotesis secara simultan F yang telah dilakukan
menunjukkan stress kerja dan kepuasan kerja secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap turnover intention. Maka dapat dikatakan, semakin baiknya
perusahaan mengelola tugas sesuai dengan kemampuan karyawan medis, karyawan medis tentunya akan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan
tidak menimbulkan stres. Stres yang rendah akan membuat karyawan tetap berada di perusahaan dan melaksanakan tugas dengan sepenuh hati.
Begitu pula jika kepuasan kerja pada karyawan menurun yang meliputi kepuasan akan upah, promosi, dan kepuasan akan rekan kerja maka akan
berkurang rasa komitmen pada diri karyawan sehingga menimbulkan niat untuk keluar dari perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil pengujian secara simultan Uji F menunjukkan adanya pengaruh yang
signifikan variabel Stress Kerja dan variabel Kepuasan Kerja terhadap variabel Turnover Intention Karyawan Medis RSIA. Stella Maris Kota Medan.
2. Berdasarkan Uji-t variabel stress kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap turnover intention karyawan medis di RSIA. Stella Maris kota Medan. Artinya bahwa stress kerja memiliki hubungan yang searah yaitu jika
stress kerja meningkat maka turnover intention akan meningkat dan berpengaruh signifikan terhadap turnover intention. Sedangkan Uji-t variabel
kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention karyawan medis di RSIA. Stella Maris kota Medan. Artinya bahwa kepuasan
kerja memiliki hubungan yang tidak searah yaitu jika kepuasan kerja meningkat maka turnover intention akan menurun dan berpengaruh signifikan
terhadap turnover intention. 3.
Adjusted R Square sebesar 0,574 berarti 57,4 faktor-faktor Turnover Intention dapat dijelaskan oleh Stres Kerja dan Kepuasan Kerja. Sedangkan
sisanya 42,6 dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
105
5.2 Saran