1
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan sebagaimana realita pada umumnya, menjadi kegiatan untuk membangun dirinya sendiri yang kemudian menjadi acuan dalam proses
pembangunan. Pembangunan seringkali menjadi semacam alat kepentingan bagi rezim pemerintahan yang berkuasa. Kesadaran suatu bangsa yang terbentuk
melalui pengalamannya, baik pengalaman sukses maupun kegagalan-kegagalan yang dialami, amat menentukan interpretasi mereka tentang pembangunan.
Namun, karena pengalaman suatu bangsa yang mempengaruhi kesadaran tersebut selalu berkembang dinamis, maka interpretasi mereka tentang pembangunan
tidaklah statis. Melalui mata rantai perumusan dan demistifikasi paradigma
pembangunan, terjadilah pergeseran-pergeseran paradigma tadi.
Kecenderungan negara-negara berkembang untuk meniru negara-negara maju tersebut, seringkali dilakukan dengan cara mengambil unsur-unsur yang
baik-baik saja tanpa mempertimbangkan faktor ekologi yang melatar belakangi prestasi negara-negara maju yang sesungguhnya dicapai melalui waktu berabad-
abad dengan perjuangan kerja keras dari bangsanya untuk mencapai prestasi. Keinginan imitasi inilah yang dalam beberapa dasawarsa terakhir ini telah
mendorong akselerasi tempo pergeseran paradigma pembangunan di negara-
negara berkembang.
Istilah Pembangunan dewasa ini digunakan secara luas. Hampir semua orang mengaitkannya dengan proses perubahan ekonomi yang langsung lewat
2
Universitas Sumatera Utara
industrialisasi. Istilah inipun mengisyaratkan suatu proses perubahan sosial akibat urbanisasi, pengambilan gaya hidup modern dan perilaku-perilaku lainnya. Lebih
jauh lagi pembangunan memiliki konotasi kesejahteraan yang menunjukkan bahwa pembangunan memperkuat pemasukan masyarakat dan meningkatkan
derajat pendidikan, kondisi perumahan dan status mereka. Namun di antara berbagai makna ini, konsep pembangunan paling sering diasosiasikan dengan
perubahan ekonomi. Hampir semua orang mengartikan pembangunan dengan
kemajuan ekonomi.
Masyarakat yang mengalami pembangunan yang terdistorsi akan berbeda dengan masyarakat dimana terdapat kesinambungan yang lebih baik antara
pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Negara Eropa seperti Austria, Swedia dan Swiss dewasa ini memiliki taraf kehidupan paling tinggi di dunia
bukan semata-mata karena pencapaian ekonomi, melainkan karena usaha-usaha sistematis untuk meningkatkan pembangunan sosial.
Paradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam
arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Selama ini
paradigma pembangunan mengalami proses perkembangan diantaranya meliputi: Pertama: Strategi PertumbuhanGrowth StrategyMelalui pendekatan ini,
memang pada akhirnya banyak negara berkembang telah terbukti berhasil meningkatkan akumulasi kapital dan pendapatan perkapitalnya. Namun
keberhasilan paradigma pertumbuhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat yang negatif, terutama dampak sosial
3
Universitas Sumatera Utara
dan lingkungan hidup. Momentum pertumbuhan yang dicapai dengan pengorbanan besar ini misalnya, pengrusakan ekologis lingkungan, penyusutan
sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan munculnya tingkat ketergantungan negara berkembang kepada neagara maju, akhirnya memetik
kritik tajam dari beberapa kelompok pemikir yang ditujukan pada paradigma ini misalnya dari Massachu setts Institute of Technology and Club of Rome yang
memperingatkan bahwa jika laju pembangunan dunia dan pertumbuhan penduduk tetap dibiarkan seperti ini, maka lambat atau cepat akan terjadi kehancuran total
sistem planet bumi. Dorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setingginya
seringkali mengakibatkan terabaikannya upaya pembinaan kelembagaan dan pembinaan kemampuan masyarakat. Pembangunan nasional yang dilaksanakan
melalui central imposed blueprint plan yang dirumuskan oleh para teknorat terhadap alokasi sumber-sumber pembangunan cenderung sentralistik dan
mengintervensi potensi masyarakat dan menumbuhkan hubungan ketergantungan antara rakyat dan birokrat. Karenanya sifat menjadi dis-empowering dan kurang
menekankan pada kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Untuk mengatasi masalah ini, dapat ditanggulangi melalui suatu kombinasi kebijaksanaan, yang meliputi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi,
usaha pemerataan yang lebih besar dalam pembagian pendapatan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk.
Kedua : Pertumbuhan dengan pemerataan teknologi tapat gunaGrowth With Distribution Strateg ini untuk pertama kali dikemukakan oleh Singer 1972
4
Universitas Sumatera Utara
dalam sebuah kertas kerja untuk misi lapangan kerja ILO ke Kenya. Growth With Distribution menggambarkan empat pendekatan pokok yang diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan golongan miskin, antara lain : a.
Meningkatkan laju pertumbuhan GNP sampai tingkat maksimal dengan jalan meningkatkan tabungan dan mengalokasikan sumber-sumber daya
secara lebih efisien, yang manfaatnya dapat dinikmati oleh semua golongan masyarakat.
b. Mengalihkan investasi ke golongan miskin dalam bentuk pendidikan,
menyediakan kredit, fasilitas-fasilitas umum dan sebagainya. c.
Mendistribusikan pendapatan atau konsumsi kepada golongan miskin melalui sistem fiskal atau melalui alokasi barang-barang konsumsi secara
langsung. d.
Pengalihan harta atau tanah yang sudah ada kepada golongan-golongan miskin misalnya melalui land reform.
Ketiga :Kebutuhan dasar pembangunanBasic needs Development Konsep dasar pendekatan ini adalah penyediaan kebutuhan minimum bagi
penduduk yang tergolong miskin. Kebutuhan minimum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada hanya pangan, pakaian, dan papan saja melainkan juga
kemudahan akses pada pelayanan air bersih, sanitasi, transport, kesehatan, dan pendidikan. Selama penduduk miskin sebagian besar terdapat di daerah pedesaan,
maka pendekatan basic needs ini kemudian menjadi tekanan dan unggulan dari pembangunan desa.
Pada pertengahan 1970-an, pendekatan ini sangat populer dan telah mengesankan citra lain dari pembangunan yang dilakukan pada tahun1960-an
5
Universitas Sumatera Utara
yang lebih digerakkan oleh mitos-mitos pertumbuhan. Pada akhir 1970-an, “basic needs strategy” telah dianggap “kenangan masa lampau” dengan catatan-catatan
besar yang menekankan pentingnya pembangunan di pedesaan, namun tak satupun yang dapat dihasilkan.
Keempat : Pembangunan Berkelanjutan Sustainable Development, Ide dasar dari konsep ini bermula dari “The Club of Rome” pada tahun 1972, yakni
sekelompok orang yang terdiri dari para manajer, para ahli ilmu teknik, dan ilmuwan se-eropa yang berhasil menyusun suatu dokumen penting mengenai
keprihatinan terhadap lingkungan. Pesan penting dari dokumen tersebut diantaranya, bahwa sumber daya alam telah berada pada suatu tingkat
ketersediaan yang memprihatinkan dalam menunjang keberlanjutan pertumbuhan penduduk dan ekonomi.
Sustanable diartikan sebagai suatu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa datang.
Resiko dan konsekuensi dari setiap pembangunan saat ini hendaknya jangan semuanya diwariskan pada generasi mendatang, melainkan harus
dipertimbangkan secara adil bagi generasi sekarang dan generasi mendatang. Kelima :Konsep Pemberdayaan Empowerment Concept, Konsep
empowerment sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok
masyarakat, yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung, melalui partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung.
Sebagai titik fokusnya adalah persoalan lokalitas, sebab civil society akan lebih siap diberdayakan melalui isu-isu lokal.
6
Universitas Sumatera Utara
Konsep ini muncul karena adanya dua hal yakni kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi
dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang
memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Keenam: Pembangunan Berpusat pada Manusia People Centre
Development. Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an
di negara berkembang penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan sustainable development didukung dengan pendekatan pembangunan manusia
human development yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa
pelayanan sosial di sektor kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan
Kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya, kedamaian serta
pembangunan yang berpusat pada manusia people centered development dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat public empowerment agar dapat
menjadi aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian dan etos kerja.
Fokus perhatian dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia ini people centered development paradigm ini adalah perkembangan
manusia human-growth, kesejahteraan well-being, keadilan equity dan berkelanjutan sustainability. Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah
7
Universitas Sumatera Utara
keseimbangan ekologi manusia balanced human ecology, sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang kreatif dengan tujuan utama
adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia Korten, 1984:300 dalam Tjokrowinoto, 1996.
Paradigma ini yang mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah:
a. Pelayanan sosial social service;
b. Pembelajaran sosial social learning;
c. Pemberdayaan empowerment;
d. Kemampuan capacity;
e. Kelembagaan institutional building
Tidak terlepas dari pembangunan yaitu terjadinya pengrusakan alam seperti panas matahari sangat dirasakan, ini disebabkan oleh menipisnya lapisan
ozon bumi. Tentu ini salah kita yang tidak melestarikan alam. Perubahan suhu yang ekstrim dari tahun ke tahun planet bumi semakin menghawatirkan.
Peningkatan suhu ini yang disebut dengan pemanasan global. Pemanasan global disebabkan oleh gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktifitas manusia dan
variasi matahari. Akhir-akhir ini bencana alam dan fenomena-fenomena semakin tidak terkendali. Mulai dari banjir, puting beliung, semburan gas, hingga curah
hujan yang tidak menentu dari tahun ke tahun. Tentu bencana alam itu merugikan kita semua. Selain bencana tersebut ada juga dampak lain seperti: meningginya
permukaan air laut, gagal panen,dan timbulnya bibit penyakit yang akan mengganggu kesehatan manusia.
8
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu, kita sebagai umat manusia harus lebih bersahabat dan melestarikan alam. Melestarikan alam dengan penanaman pohon, tidak menebang
pohon sembarangan, meminimalkan penggunaan peralatan yang banyak mengeluarkan gas-gas efek rumah kaca dan mengupayakan pencegahan global
warming. Global Warming secara harfiah diterjemahkan sebagai pemanasan Global.
Terjadinya pemanasan Global di bumi dimulai dari kenyataan bahwa energi panas yang dipancarkan berasal dari matahari yang masuk ke bumi menciptakan cuaca
dan iklim serta panas pada permukaan bumi secara Global. Sebagian besar penyebab pemanasan global adalah gas emisi yang keluar dari alat-alat yang
dipakai manusia. Semakin banyaknya penggunaan tersebut akan semakin menghawatirkan keadaan bumi ini. Dilihat dari segi lain bahwa sebenarnya
pemanasan global dapat diminimalisir oleh manusia dengan dengan cara yang mudah yaitu mengurangi aktifitas yang mengeluarkan gas efek rumah kaca
Salah satu permasalahan yang kini dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia adalah semakin berkurangnya lingkungan dan ruang publik.
Terutama ruang terbuka hijau RTH, kota-kota besar pada umumnya memiliki ruang terbuka hijau dengan luas dibawah 10 dari luas kota itu sendiri. Kondisi
tersebut sangat jauh dibawah ketentuan pemerintah pada UU No. 26 Tahun 2007 tentang ruang terbuka hijau yang mewajibkan pengelola perkotaan yang
menyediakan ruang terbuka hijau publik dengan luas sekitar 30 dari luas kota
tersebut.
Kurangnya proporsi ruang terbuka hijau dikawasan perkotaan disebabkan oleh lebih tingginya permintaan lahan untuk kegiatan perkotaan. Sementara
9
Universitas Sumatera Utara
banyak pihak menganggap ruang terbuka hijau memiliki nilai ekonomi yang lebih rendah sehingga termarjinalkan. Dengan berlakunya undang-undang tentang
penataan ruang, banyak pemerintah daerah yang merasakan kesulitan dalam memenuhi ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau publik seluas 30 dari luas
kawasan perkotaan. Kekurangan proporsi ruang terbuka hijau yang ada di kota- kota di Indonesia disebabkan oleh pembangunan yang tidak merata dan kian
mempersempit ruang terbuka hijau yang ada.
Berikut merupakan data mengenai luas RTH kota-kota besar di Indonesia : Tabel 1.1 Proporsi RTH di Kota-kota Besar
NO Nama Kota
Proporsi 1 Jakarta
9,97 2
Bandung 8,76
3 Bogor
19,32 4 Surabaya
9 5
Surakarta 16
6 Malang 4
7 Makasar 3
8 Medan 8
9 Jambi 4
10 Palembang 5
Rata - rata RTH di kota-kota besar di Indonesia
8,69
10
Universitas Sumatera Utara
Sumber : Nirwono Joga, Aspek Lingkungan dalam Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan, Presentasi dalam Workshop Nasional Pembangunan Kota yang
Berkelanjutan, Medan 13 Februari 2013 Berdasarkan Tabel 1.1 tentang proporsi ruang terbuka hijau di kota-kota
yang ada di Indonesia, kota-kota besar yang ada di Indonesia belum memenuhi syarat ruang terbuka hijau. Kota Bogor menjadi satu-satunya kota yang memiliki
proporsi ruang terbuka hijau dengan luas 19,32 dari luas keseluruhan kota. Pembangunan yang ada dikota-kota besar di Indonesia umumnya tidak
memperhatikan unsur ruang terbuka hijau. Kesulitan dalam hal pemenuhan proporsi ruang terbuka hijau yang kini dirasakan dikota-kota besar mulai tertular
ke kota-kota kecil. Namun, pengelola perkotaan dan masyarakat yang tidak menghargai nilai ruang terbuka hijau juga masih terlihat banyak kota kecil yang
semakin gersang karena pepohonannya ditebang untuk pelebaran jalan atau kegiatan perkotaan lainnya.
Perkembangan kota akhir-akhir ini sering kali hanya berorientasi pada peningkatan aspek ekonomi tanpa mempertimbangkan unsur ekologi, padahal
keseimbangan lingkungan merupakan faktor penting dalam menciptakan kondisi kota yang sehat dan nyaman. Kejenuhan akibat maraknya pembangunan serta
kompleksnya masalah perkotaan mengakibatkan proses berpikir akan pentingnya pembangunan kota yang ekologis atau berwawasan lingkungan.
Kota Medan yang merupakan ibu kota Propinsi Sumatera Utara dan juga sebagai pintu gerbang Indonesia bagian Barat. Pertumbuhan kota yang pesat
ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di perkotaan.
11
Universitas Sumatera Utara
Begitupula halnya dengan populasi ternak. Kepadatan aktivitas sehari-hari harus didukung dengan kebutuhan akan kendaraan bermotor, sehingga jumlahnya pun
menjadi indikasi semakin pesatnya perkembangan suatu kota, seperti Kota Medan. Luasan RTH Kota Medan berdasarkan existing condition 2006 adalah
sebesar 9865.76 ha dari luas total wilayah sebesar 26,510 Ha atau sebesar 37,72 . Luasan RTH Kota Medan yang optimal berdasarkan Inmendagri No.14 Tahun
1988 sebesar 40 adalah 10,604.0 ha, sedangkan berdasarkan pendekatan Geravkis kebutuhan oksigen pada tahun 2008 adalah sebesar 28,003.5 ha.
Kekurangan RTH di Kota Medan pada tahun 2008 dapat diantipasi dengan menanam pohon sebanyak 692,303 masing-masing 3-4 orangbatang dengan
asumsi jarak tanam 5x5 m, didasarkan pada pendekatan Geravkis kebutuhan oksigen
Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan, yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan hal ini dapat
juga dirasakan di kota Medan. Menurunnya kualitas permukiman di kota Medan bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan kumuh
yang rentan dengan bencana banjir serta semakin hilangnya ruang terbuka Openspace untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat.
Ruang Terbuka Hijau RTH di Medan hanya berkisar 7,5-10. Mantan Wali Kota Medan Rahudman Harahap mengakui keberadaan taman di kota ini
masih minim. Akibatnya, masyarakat lebih banyak yang memilih mencari lokasi rekreasi bersama keluarga dengan mengunjungi pusat perbelanjaan modern.
Padahal, perkembangan anak yang selalu mengunjungi mall-mall itu tidak baik.
12
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data Dinas Pertamanan Pemko Medan 2011, hanya ada 19 taman di kota ini dengan luas keseluruhan sekitar 124.664 meter persegi dari luas
kota Medan yang mencapai 26.510 hektare ha. Selain itu, Medan hanya memiliki 9 taman air mancur yang berada di Taman Beringin, Taman Soedirman,
Taman Teladan, Tugu Sister City, Tugu Adipura, Taman Kantor Pos,Taman Guru Patimpus,Taman Juanda,dan Taman Majestic.
Pemko Medan berupaya memenuhi taman dan Ruang Terbuka Hijau RTH di Medan dengan mengalokasikan dana di Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah APBD. Dana ini untuk membeli lahan sekitar 300- 400 meter per tahun sebagai upaya untuk menambah RTH. Luas RTH yang ada di Kota
Medan sampai saat ini tercatat kurang lebih baru mencapai 5. Angka ini masih jauh dari ketentuan minimal yang dipersyaratkan dalam UU No. 26 tahun 2007
sebesar 30. Dikutip dari Harian Jurnal Asia Medan-Selasa, 10 November 2015.
Kota Medan masih banyak menghadapi persoalan-persoalan yang belum juga terselesaikan. Permasalahan yang belum juga terselesaikan di kota Medan hingga
saat ini salah satunya adalah masih minimnya ruang terbuka hijau RTH, bahkan diperkirakan RTH masih sekitar 7 hingga 8 dari kewajiban 30 persen.
Kawasan RTH Kota Medan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah Perda Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah RTRW Kota Medan 2011-2031 pada pasal 38 meliputi: 1.
RTH Kawasan Wisata 2.
RTH Hutan Kota 3.
RTH Taman Kota
13
Universitas Sumatera Utara
4. RTH Tempat Pemakaman Umum
5. RTH Jalur Hijau Jalan
6. RTH Jalur Pejalan Kaki
7. RTH Atap Bangunan
8. Lapangan Olahraga
Untuk mencapai RTH 30, maka berbagai jenis dan fungsi RTH, baik yang dimiliki dan dikelola pemerintah Kota RTH publik maupun yang dimiliki
masyarakatswasta RTH privat, harus diintegrasikan dalam rencana induk RTH dan RTRW. Rencana RTH 30 dan sistem jaringan RTH yang berfungsi sebagai
infrastruktur hijau harus tercermin dalam struktrur dan pola pemanfaatan ruang kota sebagai bagian dari peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah.
Jaringan RTH tersebut harus terdistribusi ke semua wilayah kota dalam bentuk area hubs dan jalur links, agar dapat berfungsi secara optimal dalam
menciptakan keseimbangan ekosistem kota. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang menegaskan bahwa setiap kota wajib mengalokasikan sedikitnya 30 dari ruang atau wilayahnya untuk RTH, di mana 20 diperuntukan bagi RTH publik,
serta 10 diperuntukkan bagi RTH privat pada lahan-lahan yang dimiliki oleh swasta atau masyarakat.
Bahwa sesuai Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 11 ayat 2, pemerintah daerah kota mempunyai wewenang dalam
pelaksanaan penataan ruang wilayah kota yang meliputi perencanaan tata ruang wilayah kota, pemanfaatan ruang wilayah kota dan pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kota. Perencanaan tata ruang wilayah kota harus dilakukan dengan
14
Universitas Sumatera Utara
berazazkan pada kaidah-kaidah perencanaan yang mencakup asas keselarasan, keserasian, keterpaduan, kelestarian, keberlanjutan serta keterkaitan antar wilayah
baik di dalam kota itu sendiri maupun dengan kota sekitarnya. Untuk mendukung terwujudnya ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, dibutuhkan
regulasi yang mampu melindungi hak dan kewajiban stakeholder dalam menata ruang kota.
Beberapa peraturan perundang-undangan telah diterbitkan seperti Undang- Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, PP No 15 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, PP No 68 tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang, serta peraturan-
peraturan tentang penataan ruang lainnya merupakan regulasi yang saling mendukung dan perlu untuk diketahui, dipahami, dan dijalankan oleh segenap
warga negara. Untuk itu maka sesuai dengan kewajibannya, pemerintah harus mensosialisasikan esensi, makna dan substansi peraturan yang terkait dengan
penataan ruang sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mengerti peran mereka dalam penataan ruang
Sesuai dengan uraian latar belakang yang singkat diatas, Penulis merasa
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan memilih judul :Implementasi Kebijakan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031.
15
Universitas Sumatera Utara
I.2 Rumusan Masalah