114
Universitas Sumatera Utara
dalam pelaksanaan perda ini yaitu dinas Tata Ruang dan Tata bangunan yaitu masalah pengadaan lahan. Informan tambahan juga menyatakan
kalau misalnya kewenangan nya berada di Bappeda karena di Bappeda lah yang menjadi pemegang kendali dalam pelaksanaan perda ini, namun
secara teknis lapangan adalah dinas Pertamanan Kota Medan
c. Disposisisi atau Kecendrungan Pelaksana
Disposisi implementor dalam hal ini merupakan kecenderungan perilaku, sikap, karakter atau watak dari agen pelaksana kebijakan
peraturan. Setiap Dinas dan Badan harus memahami dan mengetahui apa yang menjadi wewenang, fungsi, dan tanggung jawabnya masing-masing
di dalam implementasi kebijakan tersebut dalam mencapai standar dan sasaran kebijakan. Hal ini mencakup respon implementor, pemahaman,
dan nilai yang dimiliki oleh implementor.
Menurut informan kunci, yang menjadi komitmen dari pelaksanaan perda ini kedapannya adalah sedapat mungkin apa yang menjadi petunjuk,
aturan dan teknis pelaksaannya Dinas Pertamanan berupaya semaksimal mungkin bisa mengituti aturan dari Perda tersebut maupun turunan
Perwalnya yaitu dibagian teknisnya. Informan tambahan menambahkan komitmen pemerintah kota medan adalah pertaman, komitmen kami
adalah tetap menjaga yang 30 tetap harus terpenuhi. Kedua, setiap kawasan-kawasan perumahan harus menyediakan RTH. Apapun
ketentuannya, yang sudah menjadi RTH yang sudah di tetapkan di RDTR maka harus tetap menjadi RTH dan TRTB tidak akan mengeluarkan izin
115
Universitas Sumatera Utara
untuk membangun yang lain. Setiap rumah pun juga harus menyediakan minimal 15 KDH Koefisien Dasar Hijau, tidak 100 rumah itu boleh
di bangun. Peneliti juga menanyakan bagaimana tanggapan dari setiap dinas
terhadap Perda tersebut. Informan kunci menyatakan bahwa tanggapannya
adalah positif dan menyutujui dengan adanya Perda ini. Pendapat serupa di
nyatakan oleh informan tambahan Pemerintah harus mendukung karena karena RTRW tidak boleh terbit jika RTH tidak sampai 30. Pemerintah
pusat, Kementrian tata ruang pada saat ingin menerbitkan RTRW apabila RTH kota Medan kurang dari 30 maka RTRW tidak akan di terbitkan
dan tidak akan di sahkan. Itulah keawajiban yang harus di penuhi.
Peneliti juga menanyakan bentuk transparansi dalam pelaksaan kebijakan ini. Informan menyatakan bahwa dinas pertamanan telah
membuat SOP Standar Operational Prosedur yang bisa dilihat langsung oleh masyarakat sehingga apabila ada masyarakat yang ingin mengetahui
bagaimana ketentuan-ketentuan mengurus izin seperti penebangan pohon, pemakaian ruang terbuka hijau itu semua sudah ada SOP nya dan bersifat
transparan yang dipantau langsung oleh lembaga pelayanan publik.
Menurut informan kunci masyarakat kota Medan belum memanfaatkan Ruang Terbuka Hijau secara keseluruhannya, namun
informan menyatakan bahwa masyarakat perlu mengetahui RTH itu banyak sekali manfaatnya, disamping paru-paru kota, RTH juga bisa untuk
berolahraga, berekreasi, dan beredukasi karena dinas pertamanan sendiri
116
Universitas Sumatera Utara
telah menyediakan hootspoot speedy dan masyarakat bisa mengakses internet secara gratis di RTH tersebut. Dan juga saat ini disetiap taman
sudah di bangun mushalla untuk beribadah. Jadi tinggal masyarakatnya saja bagaimana memanfaatkan RTH secara maksimal.
Hal serupa juga di nyatakan informan tambahan Masyarakat Kota Medan belum sepenuhnya ikut berpartisipasi dalam meningkat RTH di
Kota Medan seperti misalnya di keluarkan kebijakan untuk membangun RTH di lahan masyarakat maka tidak jarang masyarakat marah dan
memprotes bahwasannya itu tanah hak milik pribadi dan ada sertifikat hak milik tanah dan menganggap pemerintah seenaknya nya saja menetapkan
lahan tersebut sebagai zona RTH. Peneliti juga menanyakan kepada informan kunci tentang upaya
pemerintah kota Medan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat. Informan menyatakan bahwa dinas pertamanan tetap melakukan
sosialisasi, website dinas pertamanan pun juga sudah ada sehingga masyarakat bisa mengakses RTH dan Ruang terbuka Publik yang bisa di
manfaatkan oleh masyarakat.
d. Sumber Daya