28
Menurut Suwardjono 2005: 509 laba merupakan elemen yang paling menjadi perhatian pemakai karena angka laba diharapkan cukup
kaya untuk merepresentasi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Laba dapat memberikan sinyal yang positif mengenai prospek perusahaan
dimasa mendatang tentang kinerja perusahaan. Jika pertumbuhan labanya baik akan mencermikan kinerja perusahaan yang baik sehingga semakin
tinggi laba yang dicapai perusahaan, mengindikasikan semakin baik pula kinerja perusahaan. Dengan demikian apabila rasio keuangan perusahaan
baik, maka pertumbuhan laba perusahaan juga baik.
2.2.5.4 Hubungan Laporan Keuangan dengan Prediksi Laba
Weston dan Brigham 1997: 294 mengatakan nilai riil dari laporan keuangan terletak pada kenyataan bahwa laporan keuangan dapat
digunakan untuk meramalkan laba dan deviden perusahaan dimasa mendatang.
Statement of Financial Accounting Concepst No.2 Qualitative Characteristics of Accounting Information FASB 1980 juga menjelaskan
bahwa salah satu karakteristik kualitatif yang harus dimiliki oleh informasi akuntansi agar tujuan pelaporan keuangan dapat tercapai adalah
kemampuan prediksi. Hal ini menunjukkan bahwa informasi akuntansi seperti yang tercantum dalam pelaporan keuangan dapat digunakan oleh
investor untuk saat ini dan investor potensial dalam melakukan prediksi penerimaan kas dan deviden serta bunga dimasa yang akan datang.
29
Deviden yang akan diterima investor akan tergantung pada jumlah laba yang diperoleh perusahaan dimasa mendatang. Oleh karena itu, prediksi
laba perusahaan dengan menggunakan informasi laporan keuangan menjadi sangat penting untuk dilakukan. Salah satu cara yang digunakan
adalah dengan menggunakan analisis rasio keuangan Meythi, 2005: 254. Dalam teori akuntansi positif, dibahas suatu prediksi mengapa para
pemakai laporan keuangan berkepentingan dengan laba. Tegasnya, teori akuntansi positif membuat hipotesis mengapa mereka termotivasi
menurunkan atau menaikkan laba. Prediksi yang dibuat teori akuntansi positif menurut formulasi Watt dan Zimmerman 1986 diorganisasi dalam
3 hipotesis: 1.
Hipotesis bonus plan. Dalam hipotesis ini diformulasikan, semua yang lainnya sama ceteris paribus, manajer-manajer perusahaan dengan
bonus plan cenderung memilih prosedur-prosedur akuntansi yang akan menggeser laba yang dilaporkan dari periode mendatang ke
periode sekarang. Hipotesis ini tampak rasional bahwa para manajer perusahaan, seperti halnya kebanyakan orang pada umumnya
menyukai tingginya remunerasi pemberian upah. Jika remunerasi setidaknya bergantung pada bonus yang dilaporkan dalam laba bersih,
maka mereka dapat menaikkan bonus tahun berjalan dengan melaporkan laba bersih setinggi mungkin.
2. Hipotesis debt covenant kovenan hutang. Dalam hipotesis ini
diformulasikan, semua yang lainnya sama ceteris paribus,
30
perusahaan cenderung melanggar accounting-based debt covenants, para manajer perusahaan cenderung memilih prosedur-prosedur
akuntansi yang akan menggeser laba yang dilaporkan dari periode mendatang ke periode sekarang. Alasannya adalah meningkatkan laba
bersih yang dilaporkan akan mengurangi kemungkinan kegagalan teknikal. Hampir semua perjanjian utang berisi kovenan-kovenan
kontrak yang peminjamnya harus memenuhi isi kontrak atau perjanjian. Untuk mencegah atau menunda prospek pelanggaran
kovenankontrak, manajemen mengadopsi kebijakan akuntansi untuk meningkatkan laba tahun sekarang.
3. Hipotesis political cost. Formulasi hipotesis ini adalah, semua yang
lainnya sama ceteris paribus, semakin besar biaya politik yang dihadapi oleh suatu perusahaan, semakin besar kecenderungan
manajer perusahaan tersebut memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menunda laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode
mendatang. Hipotesis ini mengenalkan suatu dimensi politik kedalam pemilihan kebijakan akuntansi. Dengan profitabilitas yang tinggi,
menurut hipotesis ini akan menarik perhatian bagi media dan konsumen. Dengan demikian profitabilitas yang tinggi menyebabkan
biaya politik yang tinggi.
31
2.2.5.5 Hubungan Rasio Likuiditas terhadap Laba