2.3 Meningkatkan Perilaku Asertif melalui Layanan Bimbingan
Kelompok dengan Teknik Sosiodrama
Perilaku asertif merupakan keterampilan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan baik secara jujur dan terbuka serta dapat menegakkan hak individu tanpa
melanggar hak-hak orang lain. Seperti Menurut Gunarsa 2004: 215 perilaku asertif adalah perilaku antar-perorangan interpersonal yang melibatkan aspek kejujuran
dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Rathus dan Nevid dalam Ratna 2013:35 menjelaskan bahwa asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian secara
jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi serta menolak permintaan-permintaan yang tidak
masuk akal dari figure otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok. Mereka tidak menghina, mengancam ataupun meremehkan orang lain.
Perilaku asertif ini merupakan keterampilan yang dapat dikembangkan dari waktu ke waktu. Hal itu karena perilaku asertif bukan merupakan keterampilan yang
dibawa sejak lahir, melainkan hasil dari proses belajar selama hidup dimana dalam proses belajar tersebut perilaku asertif dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut
Sugiyo 2005: 106, faktor yang mempengaruhi perilaku asertif terdiri atas tiga macam yaitu innateness pembawaan yang halus, personal inadequacy
ketidakcakapan secara personal, perilaku yang telah dipelajari. Sedangkan menurut Rathus dan Nevid dalam Ratna 2013: 41 faktor yang
mempengaruhi perilaku asertif terdiri atas jenis kelamin, kebudayaan, harga diri, tingkat pendidikan, tipe kepribadian dan kondisi lingkungan sekitarnya. Berdasarkan
pendapat tersebut dapat diketahui bahwa terdapat berbagai faktor yang dapaat mempengaruhi perilaku asertif seseorang dan antara satu dengan yang lainnya
berbeda-beda. Secara umum, tingkat perilaku asertif dapat dikategorikan menjadi dua
kategori yaitu perilaku asertif tinggi dan perilaku asertif rendah. Dengan perilaku asertif tinggi akan menunjang proses belajar siswa secara masksimal serta menunjang
perkembangan siswa secara optimal. Hal itu sejalan dengan pendapat Alberti dan Emmons dalam Ratna 2013: 38 bahwa individu yang asertif dapat mengalami
peningkatan perbaikan diri, ekspresif, bisa meraih tujuan-tujuan yang diinginkannya, dapat menentukan pilihan untuk diri sendiri serta merasa nyaman dengan dirinya.
Sedangkan perilaku asertif rendah akan mengarah pada ketidakmampuan yang baik dalam berperilaku asetif. Hal itu akan berdampak negatif bagi perkembangan siswa
dalam proses belajar di sekolah khususnya dan mengganggu perkembangan dirinya secara optimal pada umumnya. Di mana siswa kurang percaya diri dalam proses
belajar di kelas, tidak berani mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya, tidak berani menolak hal-hal yang tidak sesuai dirinya serta kurang berani mengambil
keputusan secara tegas dan hal-hal lain yang sesuai dengan perilaku asertif. Berkaitan dengan masalah perilaku asertif tersebut, peneliti memberikan
layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama guna mempengaruhi perilaku asertif. Layanan bimbingan kelompok yang bertujuan mengembangkan
kemampuan sosialisasi siswa, interaksi, khususnya komunikasi secara langsung dan terbuka sesuai dengan arah penelitian. Dengan layanan bimbingan kelompok, siswa
diajak untuk belajar berinteraksi, berkomunikasi dengan baik secara jujur dan terbuka. Hal itu dikembangkan melalui dinamika dalam kelompok.
Pelaksanaan bimbingan kelompok selain dengan mengedepankan dinamika kelompok, juga mengacu pada penggunaan teknik bimbingan kelompok. Adapun
teknik yang digunakan adalah teknik permainan perananan atau sosidrama. Melalui teknik ini, siswa akan dilatih bagaimana berperilaku asertif dengan cara
mempraktekkan langsung melalui sosiodrama. Hal tersebut sesuai pendapat Corey 2010: 215 bahwa fokus latihan asertif adalah mempraktekkan, melalui permainan
peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperoleh sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketidakmemadaiannya dan belajar bagaimana
mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka itu.
Selain itu pendapat Latipun 2008: 143 bahwa cara yang digunakan untuk melatih individu agar berperilaku asertif yaitu permainan peran dengan bimbingan konselor.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka secara tidak langsung layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama dapat berpengaruh positif terhadap
perilaku asertif siswa. Adapun kerangka berfikir pengaruh layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama terhadap perilaku asertif yang telah dijelaskan di
atas dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1 Kerangka berpikir meningkatkan perilaku asertif siswa melalui layanan
bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama.
2.4 Hipotesis