Universitas Sumatera Utara
Komplikasi penyakit pada saluran cerna pada diabetes tampaknya berkaitan dengan disfungsi sistem syaraf enterik yang berfungsi mengatur berbagai fungsi
saluran cerna termasuk motilitas, sekresi eksokrin dan endokrin yang juga mikrosirkulasi. Neuropati pada sistem syaraf enterik merupakan jenis neuropati
otonom yang dapat menyebabkan kelainan pada motilitas, sensasi, sekresi, dan penyerapan pada saluran cerna. Kerusakan syaraf ini juga dapat menyebabkan
perlambatan atau percepatan fungsi saluran cerna, sehingga menimbulkan gejala yang kompleks Tjokoprawiro, 2006.
Hal ini sesuai dengan penelitian Merlyn 2012 di RS Vita Insani Pematangsiantar bahwa proporsi penderita DM teringgi pada dispepsia yaitu
30,1 Sinaga, 2009.
5.4 Kategori Komplikasi Penderita DM dengan Komplikasi
Gambar 5.9 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kategori
Komplikasi di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014
83,1 11,9
5,0
Kronik Akut dan Kronik
Akut
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 5.9 di atas dapat diketahui bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi berdasarkan kategori komplikasi yang tertinggi pada
komplikasi kronik yaitu 83,1 dan proporsi terendah pada komplikasi akut yaitu 5,0.
Hal ini sesuai dengan penelitian Mery 2004-2008 di RSUD. Dr. Djasamen Saragih Pematangsiantar bahwa proporsi penderita DM teringgi pada komplikasi
kronik yaitu 90,1 Sinaga, M., 2009.
5.5 Pemeriksaan HbA1C Penderita DM dengan Komplikasi
Gambar 5.10 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan
Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Pemeriksaan HbA1C di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014
Berdasarkan gambar 5.10 diatas dapat diketahui bahwa proporsi penderita DM yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan tahun 2014 yang
yang paling banyak tidak melakukan pemeriksaan HbA1C sebanyak 87 orang
86,1 13,9
Tidak Ada
Universitas Sumatera Utara
86,1 sedangkan yang melakukan pemeriksaan HbA1C sebanyak 14 orang 13,9.
Tingginya proporsi penderita DM yang tidak melakukan pemeriksaan HbA1C diasumsikan disebabkan karena pemeriksaan yang relatif mahal. Sebagian
besar penderita DM menggunakan sumber biaya BPJS dimana setiap pasien memiliki jatah biaya pengobatan sehingga pemeriksaan HbA1C sangat jarang
dilakukan dan biasanya hanya dilakukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan puasa.
5.6 Kadar HbA1C Penderita DM dengan Komplikasi
Gambar 5.11 Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita DM dengan Komplikasi yang Dirawat Inap Berdasarkan Kadar HbA1C
di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun 2014
Berdasarkan gambar 5.11 diatas dapat dilihat bahwa proporsi penderita DM yang dirawat inap di Rumah Sakit Martha Friska Tahun 2014 paling banyak
78,6 21,4
HbA1C≥7 tidak terkontrol
HbA1C 7 terkontrol
Universitas Sumatera Utara
memiliki kadar HbA1C ≥7 tidak terkontrol yaitu 11 orang 78,6 dan yang memiliki kadar HbA1C 7 terkontrol sebanyak 3 orang 21,4.
Pemeriksaan HbA1C terjadi dengan sangat lambat yaitu selama 120 hari, yang merupakan rentang hidup sel darah merah. Jumlah hemoglobin yang
terglikolisis bergantung pada jumlah glukosa yang tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah akan tersaturasi
dengan glukosa yang menghasilkan glikohemoglobin Kee JL, 2003. Peningkatan kadar HbA1C 7 mengindikasikan DM yang tidak terkendali
dan beresiko tinggi untuk menjadikan kmplikasi jangka panjangseperti nefropati , retinopati, dan neuopati. Penurunan 1 dari HbA1C, akan menurunkan
komplikasi sebesar 35 Soewondo P, 2009.
5.7 Pengobatan Penderita DM dengan Komplikasi