akan mengembun kembali dan di buang melalui drain. Hanya 10 dari larutan yang disedot melalui kapiler nebulizer akan mencapai burner. Agar
campuran gas tidak keluar lewat drain maka dipasang pengaman berisi air atau pelarut.
c Burner sistem pembakar Burner merupakan tempat terjadinya atomisasi, yakni pengubahan
kabutuap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal di dalam nyala. Desain burner harus dapat mencegah masuknya nyala ke
dalam spray chamber. Karakteristik nyala setiap unsur berbeda sehingga berbeda pula burnernya. Umumnya tinggi nyala api gas pembakar dibuat ±
5 cm. Ada dua macam gas pembakar, yaitu oksidan udara O
2
dan campuran O
2
+N
2
O serta bahan bakar antara lain gas alam, propana, butana, asetilen dan H
2
atau asetilen. 3. Monokromator
Monokromator berfungsi memisahkan radiasi resonansi dari radiasi lainnya. Monokromator terdiri dari sistem optik, yaitu celah, cermin, dan gritting.
Selain itu dilengkapi pula dengan pre-slit optics yang berfungsi memfokuskan radiasi resonansi ke tengah nyala dan kemudian ke slit masuk ke monokromator.
Pre-slit optics dapat berupa single beam AAS berkas tunggal atau double beam AAS berkas ganda.
4. Detektor Detektor diperlukan untuk mendeteksi cahaya yang digunakan oleh sistem.
Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya ditampilkan oleh penampil data. Detektor yang biasa digunakan adalah photo
multiplier tube dengan faktor amplifikasi 10
6
= 150-1000 nm. 5. Penampil Data
Sistem penampil data ini terdiri atas penguat amplifier yang memperkuat sinyal sehingga dapat terukur, pemroses sinyal untuk menghapus, merata-ratakan,
mengatur tampilan atau mengkonversi data dari analog ke digital, dan tampilan data berupa digital atau kertas.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Uji Akademi Kimia Analisis Penelitian dilakukan bulan
Desember 2011 sampai dengan Februari 2012.
3.2. Bahan dan Alat 3.2.1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: kitosan yang dilarut- kan dalam CH
3
COOH 1 dengan konsentrasi 0,25 bv, 0,5 bv, 1 bv dan 1,5 bv, limbah simulasi yang mengandung logam berat Hg, Cd dan Pb dengan
konsentrasi Pb 27,61 ppm, Hg 48,26 ppm dan Cd 44,06 ppm, kijing taiwan Anodonta woodiana dan eceng gondok Eichhornia crassipes Mart Solms .
3.2.2. Bahan Kimia
Semua bahan kimia yang digunakan mempunyai derajat kemurnian proanalis, meliputi: aquadest, aquademin.
Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah
CH
3
COOH,
logam Hg , Cd dan Pb dan larutan standar Hg, Cd dan Pb.
3.2.3. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: bak limbah simulasi dengan kapasitas 15 liter yang dilengkapi dengan pengatur kecepatan alir, bak
untuk larutan kitosan yang dilengkapi dengan pengatur kecepatan alir, 6 aquarium untuk absorpsi limbah dengan biofilter, spektrofotometer serapan atom, lampu
HCl untuk Hg, Cd dan Pb, neraca, pipet,dan alat-alat gelas lainnya. Rancangan gambar alat simulasi limbah yang di variasi debit dan konsentrasi kitosan dapat di
lihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Alat percobaan untuk simulasi limbah dan penampungnya.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Analisis Mutu Kitosan
Kitosan yang dihasilkan di analisis mutunya dengan menetapkan kadar air, kadar abu, kadar nitrogen dan derajat deasetilasinya. Kitosan yang di analisis
adalah kitosan hasil deasetilasi yang telah dikeringkan.
3.3.1.1. Penetapan Kadar Air
Menggunakan metode AOAC dengan cara pemanasan Sudarmadji, dkk 1994. Sebanyak 1 gram sampel ditimbang dengan teliti ke cawan yang telah
diketahui bobotnya. Selanjutnya dimasukkan ke oven pada suhu 105
o
C selama 3 jam, dinginkan dalam eksikator dan di timbang. Pengeringan diulangi sampai
diperoleh bobot tetap. Kadar air = bobot sampel
– bobot kering x 100
bobot sampel
3.3.1.2. Penetapan Kadar Abu
Sebanyak 0,3 gram sampel ditimbang dengan teliti, dimasukkan ke cawan yang telah diketahui bobot tetapnya. Setelah itu dimasukkan ke tanur. Suhu tanur
dinaikkan secara bertahap sampai mencapai suhu 400
o
C selama 1 jam, kemudian dinaikkan menjadi 650°C sampai di pilih abu berwarna putih. Didinginkan dalam
eksikator dan di timbang sampai bobot tetap.
Kadar abu = bobot abu x 100 bobot sampel
3.3.1.3. Penetapan Kadar Nitrogen
Sebanyak 0,2 gram sampel ditimbang dengan teliti lalu dimasukkan ke labu kjedahl 100 mL, kemudian ditambahkan 10 mL asam sulfat pekat dan
campuran, lalu dipanaskan perlahan-lahan kemudian dididihkan di ruang asam sampai berwarna hijau jernih. Larutan didinginkan dan ditambahkan 10 mL air
suling dan larutan dipindahkan ke labu takar 50 mL dan di tera. Sebanyak 10 mL larutan tersebut di pipet ke alat destilasi dan ditambahkan 3 tetes indikator
fenolftalein serta beberapa mL NaOH 40 sampai berwarna merah muda, lalu disulingkan. Amonia yang tersulingkan ditampung dalam 25 mL asam borat 4
yang telah ditambahkan 3 tetes indikator merah metil. Penyulingan berlangsung selama kurang lebih 15 menit. Selesai destilasi, ujung kondensor dibilas dengan
air suling, kemudian dititar dengan larutan HCl 0,1 N.
N total = mL x N HCl x 14 x fp x 100 bobot sampel mg
3.3.1.4. Penetapan Derajat Deasetilasi
Spektrum infra merah kitin dapat dibuat dengan menggunakan spektrofotometer infra merah IR-408. Frekuensi yang digunakan berkisar antara
4000 cm
-1
sampai dengan 400 cm
-1
Constatines, 1980. Derajat deasetilasi kitosan dilakukan dengan cara ± 0,01 mg kitin di gerus
dalam mortal sampai halus, tambahkan ± 5 mg serbuk KBr, campurkan sampai homogen. Setelah itu tempatkan pada kap sampel dan di analisis dengan spektro
fotometer IR, diperoleh kromatogram dari OH, NH, dan CH
3
masing-masing 3.450 cm
-1
, 1.650 cm
-1
, dan 1.100 cm
-1
. Perhitungan derajat deasetilasinya menggunakan metode
μ ”base line”, puncak tertinggi di ukur dan di catat dari garis dasar yang diperoleh, nilai
absorbansi di hitung dengan rumus: