Penutup Konstruksi Realitas Sosial Kasus Tewasnya Terduga Teroris Di Media Online (Analisis Framing Pemberitaan Siyono Di Kompas.Com)

Septiawan Santana berpendapat bahwa ada untuk menjadikan sebuah peristiwa menarik dibaca sebagai berita, maka ada beberapa nilai berita yang mesti diperharikan, elemen berita tersebut yakni: 5 1. Immediacy, yaitu hal yang berkaitan dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan atau kerap disebut timeliness. Unsur waktu merupakan hal yang sangat penting dalam berita karena sebuah berita sering dinyatakan sebagai peristiwa yang dilaporkan dan baru saja terjadi. 2. Proximity, yaitu berkaitan dengan kedekatan dengan pembaca. Orang- orang akan tertarik dengan berita yang menyangkut peristiwa disekitar mereka dan dalam keseharian mereka. 3. Consequence, yaitu berkaitan dengan konsekuensi dalam berita dan berpengaruh bagi khalayak. 4. Conflict, yaitu peristiwa-peristiwa yang mengandung konflik di dalamnya seperti perang, demonstrasi, criminal, perseteruan dan sebagainya. 5. Oddity, yaitu berita yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tidak biasa dan jarang ditemui yang akan jadi perhatian masyarakat. 6. Sex, yaitu berkaitan dengan skandal yang ada di dalam pemberitaan. 7. Emotion, yaitu yang sering dikenal dengan sebutan human interest, yakni kisah yang menyentuh nilai kemanusiaan di dalamnya seperti kesedihan, kemarahan, simpati, cinta dan sebagainya. 8. Prominence, yaitu berkaitan dengan unsur keterkenalan seseorang, tokoh maupun orang-orang penting di dalam berita. 5 Suhaemi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 31. 9. Suspense, yaitu berkaitan dengan sesutau peristiwa yang ditunggu- tunggu oleh masyarakat. 10. Progress, yaitu berkaitan dengan perkembangan sebuah peristiwa. Hal terpenting dalam mengemas berita adalah bagaimana berita tersebut dikemas. Isu yang baik jika dikemas dengan tidak baik akan menjadi kurang menarik, bahkan pesan yang disampaikan sering kali tidak sampai atau bias. Maka, diperlukan konstruksi sedemikian rupa supaya pesan dapat dimaknai oleh audiens dan menarik perhatian pembaca. Para wartawan dalam merumuskan pemberitaannya biasa menggunkan sebuah struktur yang dikenal dengan pola piramida terbalik. Pola piramida terbalik memberikan gambaran bagaimana informasi terpenting dalam pemberitaan ditaruh di posisi paling atas, dan semakin kebawah informasi menjadi semakin tidak penting atau bisa saja hanya merupakan penjelasan dari paragraf sebelumnya. 6 Pola piramida terbalik pertama kali muncul sekitar akhir tahun 1840-an. Pola ini lahir akibat dari pengiriman berita melalui telegraf. Pada saat itu, para wartawan sering kali berebut untuk mengirimkan berita kepada satu operator telegraf. Hingga, pada akhirnya operator telegraf membuat kebijakan untuk mengirimkan berita setiap wartawan secara bergiliran dan dibatasi satu paragraf untuk setiap giliran. Khawatir kesempatan berita yang terkirim hanya satu paragraf karena biaya pengiriman telegraf mahal dan seringkali terputus serta adanya deadline ke kantor mereka, maka para wartawan waktu itu dituntut untuk mencari solusi baru. Sehingga lahirlah ide untuk membuat tulisan yang memuat 6 Suhaemi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, h. 30.