Data Sekunder Space Utilization Analysis of Sunda Straits Coastal Area In Pandeglang Regency, Banten Province

19 Gambar 4. Supermatrix dalam ANP Tahapan supermatriks untuk mencari kriteria prioritas sebagai berikut :

1. Unweighted Supermatrix supermatriks tak terbobot

Unweighted supermatrix adalah supermatriks yang masih belum terboboti yang berasal dari masing-masing kolom dalam Wij dan disebut juga dengan eigen vector yang menunjukkan kepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke-j. Nilai eigen vector untuk setiap matriks hasil perbandingan berpasangan dalam setiap kluster dimasukkan ke dalam sebuah supermatriks dan menghasilkan sebuah kombinasi saling ketergantungan antar elemen. Oleh karena itu diperlukan perbandingan antara matriks itu sendiri untuk disesuaikan dengan pengaruhnya pada masing-masing elemen dalam supermatriks. Beberapa masukan yang menunjukkan hubungan nol pada elemen mengartikan tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka elemen tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan adalah elemen yang menghasilkan nilai kepentingan bukan nol Saaty 1999.

2. Weighted Supermatrix supermatriks terboboti

Supermatriks terbobot weighted supermatrix berasal dari pemberian bobot pada masing-masing kolom supermatriks. Perbandingan nilai unweighted supermatrix yang meningkatkan pengaruh prioritas pada vektor turunan dari semua komponen yang dibandingkan pada supermatriks kolom sebelah kiri dengan baris sebelah atas. Masing-masing vektor hasil memberikan bobot pada blok matriks yang akan berpengaruh pada komponen lain. Masukan pertama dari vektor dikalikan dengan semua elemen pada kolom blok pertama, kemudian dilanjutkan pada semua elemen kedua dan seterusnya. Hasil yang diperoleh disebut sebagai yang kemudian dikenal sebagai matriks bersifat stokastik.

3. Limited supermatrix supermatriks batas

Supermatriks terbatas limited supermatrix adalah nilai akhir dari bentuk saling mempengaruhi yang diperoleh dengan membuat turunan prioritas yang diinginkan dengan mentransformasikan supermatriks stokastik Saaty 2004. 20 Transformasi supermatriks ini diperoleh dari supermatriks terbobot yang dinormalisasi yaitu jika semua elemen dari komponen mempunyai pengaruh nol pada semua elemen dari komponen yang kedua, pengaruh prioritas dari komponen pertama itu sendiri terhadap komponen kedua harus sama dengan nol. Matriks batas ini disebabkan karena supermatriks yang diperoleh tidak harus dipengaruhi oleh elemen dari semua komponen atau tidak ada elemen dari suatu komponen yang mempengaruhi elemen pada komponen lain sehingga memberikan nilai nol pada semua prioritas vektor. Hal ini merupakan alasan untuk melakukan normalisasi dari beberapa kolom untuk membuat sebuah stokastik supermatriks terbobot. Hasil akhir dari supermatriks batas ini berupa besarnya bobot dari setiap faktor dan elemen yang digunakan sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi kebijakan yang sesuai yaitu faktor yang paling mempengaruhi dalam pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Analisis Spasial Analisis spasial dilakukan melalui model prosedur analisis keruangan dengan cara mengumpulkan peta-peta dasar yang ada meliputi peta administrasi, peta penggunaan lahan, peta kemiringan lahan, peta RTRW dan peta bathymetri untuk dijadikan sebagai data base dalam GIS agar mudah untuk melakukan proses analisis untuk tahap selanjutnya. Basis data dibentuk berdasarkan data spasial dan data atribut wilayah darat dan wilayah laut, kemudian dibuat dalam bentuk layers dimana akan dihasilkan peta-peta tematik dalam format dijital sesuai kebutuhanparameter untuk masing- masing jenis kesesuaian lahan. Data parameter yang diperoleh dalam bentuk titik dibuat interpolasi dengan metode inverse distance weighted IDW untuk merubahnya menjadi bentuk area polygon. Metode ini dilakukan dengan asumsi bahwa nilai titik yang paling dekat lebih mempengaruhi dibandingkan dengan nilai titik yang terjauh Chang 2004 atau tiap titik input mempunyai pengaruh yang bersifat lokal yang berkurang terhadap jarak. Metoda ini memberi bobot lebih tinggi pada sel yang terdekat dengan titik data dibandingkan sel yang lebih jauh. Hasil dari IDW berbentuk raster dengan ukuran sel 10x10 selanjutnya untuk wilayah laut dilakukan extraction by mask sepanjang 4 mil ke arah laut dari garis pantai dan wilayah darat berdasarkan batas administrasi desa. Setelah itu dilakukan proses reclassify untuk membagi kisaran kriteria menjadi tiga sampai lima kelas tergantung dari kisaran yang dibutuhkan untuk analisa kesesuaian lahan. Proses selanjutnya adalah melakukan convert ke dalam bentuk vektor. Bentuk vektor dari masing-masing kriteria penyusun pemanfaatan ruang disusun dalam bentuk layer- layer yang dapat menggambarkan tema-tema tertentu sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Setelah basis data terbentuk dari seluruh variabel dalam bentuk peta, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun terhadap parameter yang berbentuk poligon. Proses overlay dilakukan dengan dua cara yaitu intersect dan union untuk masing-masing layers tiap jenis kesesuaian pemanfaatan ruang di 21 wilayah darat dan laut untuk memperoleh luasan dengan kriteria baik, sedang dan buruk. Pengolahan data SIG dilakukan dengan menggunakan program aplikasi berbasis Sistem Informasi Geografis. Gambar 5 merupakan diagram alir analisis spasial yang dilakukan pada penelitian ini. Gambar 5. Bagan alir analisis spasial Analisis Kesesuaian Pemanfaatan Ruang Pada tahap sebelumnya, pendefinisian kriteria merupakan hal penting dilakukan. Indikator tersebut memiliki berbagai tingkat pentingnya dalam kesesuaian analisis, maka pendekatan kompensasi keputusan adalah dasar untuk analisis kesesuaian. Analisis kesesuaian biofisik kesesuaian ruang merupakan nilai informasi ekologis dari suatu ekosistem di suatu wilayah pemanfaatan di lokasi studi berupa keadaan dan kondisi terkini di lapangan. Secara umum tahapan analisis yang dilakukan, yaitu: 1. Penetapan persyaratan parameter dan kriteria untuk masing-masing pemanfaatan ruang dapat dilihat pada Lampiran 8. 2. Standarisasi, pembobotan dan penskoran subkriteria. Penilaian secara kuantitatif terhadap tingkat subkriteria lahan dilakukan dengan standarisasi, skoring dan pembobotan. Pembobotan setiap subkriteria dilakukan dengan cara standarisasi dari bobot kriteria ANP yang termasuk dalam faktor pembatas dalam pemanfaatan ruang tertentu. Pembobotan setiap kriteria berdasarkan penilaian para ahli hasil dari analisa ANP sebelumnya. Parameter di Laut Parameter berbasis desa darat Reclassify ke dalam tiga kelas Extraction by mask sepanjang empat mil ke arah laut Convert ke dalam bentuk Vektor Convert ke dalam bentuk Raster Teknik interpolasi dengan IDW Inverse Distance Weighted Bentuk point titik Bentuk polygon desa Peta Tematik Basis data spasial dan atribut dalamPemanfaatan Ruang Budidaya Perairan Pariwisata Bahari Pelabuhan Perikanan Pantai Konservasi Perairan Perikanan Tangkap Teknik Overlay intersect Peta Kesesuaian Pemanfaatan Pesisir 22 3. Perhitungan nilai suatu kriteria Analisis ini dilakukan secara kuantitatif dengan rumus sebagai berikut: Y = ∑ai.X n dimana : Y = Nilai akhir suatu subkriteria ai = Nilai pembobot kriteria ke-i yang telah distandarisasi dari ANP X n = Skor pada pemanfaatan ruang n=1, 2 dan 3 Tabel 4 merupakan contoh proses penghitungan nilai akhir untuk menentukan nilai kesesuaian lahan x. Tabel 4. Contoh Penghitungan Nilai Kesesuaian Lahan Pemanfaatan Ruang X Kriteria Kesesuaian lahan Sat uan Subkriteria Skor X n Bobot ANP Standaris asi ai Nilai Bobot Akhir Y Kedalaman perairan m 8-10 4-7 dan 10-15 4 dan 10 3 2 1 A AD X 3 AD X 2 AD X 1 AD Transportasi Banyak Jarang Tidak ada 3 2 1 B BD X 3 BD X 2 BD X 1 BD RTRW Perkotaan Sawah, perkebunan Hutan lindung 3 2 1 C CD X 3 CD X 2 CD X 1 CD Jumlah D= A+B+C 1.00 Keterangan : Skor 3 = Kriteria Sesuai, Skor 2= Kriteria Kurang sesuai, Skor 1= Kriteria Tidak sesuai 4. Pembagian kelas lahan Setelah mendapat nilai bobot akhir kesesuaian untuk pemanfaatan budidaya laut, kawasan konservasi perairan, kawasan pariwisata bahari, kawasan pelabuhan perikanan pantai dan kawasan perikanan tangkap analisa dilanjutkan dengan membagi kelas lahan berdasarkan kriteria sesuai, kurang sesuai dan tidak sesuai. Pembagian kelas lahan didahului dengan mencari nilai selang kelas dengan rumus: SK = dimana : SK = Nilai selang kelas ∑Ymax = Jumlah total nilai maksimum kesesuaian lahan ∑Ymin = Jumlah total nilai minimum kesesuaian lahan ∑ kelas = 3 5. Membandingkan nilai lahan dengan nilai masing-masing kelas lahan; 6. Menyajikan secara grafis spasial berupa peta arahan kesesuaian pemanfaatan ruang. Sintesis Pemanfaatan Ruang Wilayah Pesisir S intesis ini merupakan tahap akhir dalam menentukan pemanfaatan ruang wilayah pesisir dengan teknik tumpangtindih keseluruhan peta kawasan yang telah 23 dibuat dalam analisa kesesuaian. Selanjutnya suatu daerah ditentukan pemanfaatan ruangnya dengan melihat rataan bobot tertinggi setiap selang kelas yang dihasilkan dari lima kawasan kesesuaian pemanfaatan ruang. Matriks keterkaitan pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks keterkaitan pemanfaatan ruang pesisir Budidaya laut Budidaya laut Konservasi perairan ◄ Konservasi perairan Pariwisata bahari ▌ □ Pariwisata bahari Pelabuhan perikanan ▲ ▲ ▲ Pelabuhan perikanan Perikanan tangkap ○ ▌ ◄ □ Perikanan tangkap Keterangan : ◄ = Mengancam kegiatan di kiri, ▲ = Mengancam kegiatan di atas, ▌= Positif dengan kegiatan di kiri, ▀ = Positif dengan kegiatan di atas, □ = Kegiatan saling memberi manfaat positif, ○ = Potensi menimbulkan konflik Matriks keterkaitan antar kawasan pemanfaatan ruang untuk menentukan pemanfaatan ruang yang sesuai berdasarkan aktifitasnilai untuk budidaya laut, konservasi perairan, pariwisata, pelabuhan dan perikanan tangkap yang berfungsi untuk menjelaskan susunan aktifitas yang dapat diterapkan di dalam masing- masing peruntukan wilayah. Akhirnya keseluruhan yang diharapkan dari penelitian ini adalah kondisi pemanfaatan ruang yang ada saat ini, analisis kesesuaian lahan dan ketersediaan lahan diinterpretasikan dalam suatu bentuk peta arahan pemanfaatan ruang untuk pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir kabupaten Pandeglang. GAMBARAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi Pandeglang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Banten. Letaknya di ujung barat Pulau Jawa dengan luas wilayah 2.747 km 2 dan memiliki panjang garis pantai 230 km, berpenduduk 1.149.064 jiwa. Wilayah kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6º21’ - 7º10’ Lintang Selatan dan 104º48’ - 106º11’ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.747 km² atau sebesar 29,98 dari luas wilayah provinsi Banten. Kabupaten yang berada di ujung Barat dari provinsi Banten ini mempunyai batas administrasi sebagai berikut: a. Utara : Kabupaten Serang b. Selatan : Samudra Indonesia c. Barat : Selat Sunda d. Timur : Kabupaten Lebak Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 35 kecamatan dengan 13 kelurahan dan 322 desa, kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan terluas di kabupaten Pandeglang dengan luas 322,76 km 2 sedangkan Labuan merupakan kecamatan terkecil dengan luas 15,66 km 2 . Jarak dari Ibukota kabupaten ke Ibukota Negara 24 Jakarta 111 km, ke Ibukota Provinsi Serang 23 km dan ke Ibukota kabupaten Lebak 18 km. Iklim dan Curah hujan Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi dan pertemuanperputaran arus udara. Iklim di wilayah kabupaten Pandeglang dipengaruhi oleh Angin Monson Monson Trade. Oleh karena itu, jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak pos pengamatan. Curah hujan di kabupaten Pandeglang antara 2.000 – 4.000 mm per tahun dengan rata-rata curah hujan 3.814 mm dan mempunyai 177 hari hujan rata-rata per tahun. musim hujan terjadi pada Bulan September s.d Pebruari dan musim kemarau terjadi pada Bulan Maret s.d Agustus. Data mengenai curah hujan berdasarkan pos pengamatan tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data hari dan curah hujan berdasarkan pos pengamatan No Pos pengamatan Jumlah hari hujan hari Curah hujan mm 2009 2010 2009 2010 1 Pandeglang 160 152 2774 3274 2 Cimanuk 146 187 2758 2924 3 Menes 149 221 3033 4276 4 Labuan 112 169 3039 4392 5 Munjul 159 239 2669 4467 6 Cikeusik 134 184 2749 3960 7 Cimanggu 133 196 1751 2233 8 Cibaliung 132 226 3705 4707 9 Mandalawangi 174 210 3315 4025 10 Jiput 146 192 3496 4673 11 Bojong 144 167 2260 2500 12 Pagelaran 146 182 2217 2030 13 Ciliman 136 204 3379 2234 14 Cilemer 137 152 2812 2907 Rata-rata 143 192 2854 3472 Sumber: Bappeda Kab. Pandeglang 2011 Topografi Topografi wilayah kabupaten Pandeglang memiliki variasi ketinggian antara – 1.778 m di atas permukaan laut dpl. Wilayah tengah dan selatan pada umumnya merupakan dataran yang relatif rendah dengan ketinggian gunung di bawah 1000 meter seperti Gunung Payung 480 m, Gunung Honje 620 m, Gunung Tilu 562 m dan Gunung Reksa 320 m dengani luas wilayah 85,07 dari luas keseluruhan kabupaten Pandeglang. Sedangkan wilayah utara sekitar 14,93 dari luas kabupaten Pandeglang merupakan dataran tinggi yang dikelilingi oleh gunung dengan ketinggian di atas 1000 meter seperti Gunung Karang 1778 m, Gunung Pulosari 1346 m dan Gunung Aseupan 1164 m. Gunung Karang 25 merupakan gunung tertinggi di kabupaten Pandeglang dan merupakan gunung berapi yang masih aktif. Kemiringan Lereng Kemiringan tanah di kabupaten Pandeglang bervariasi antara 0 - 45, untuk kemiringan 0 - 15 pada areal dataran sekitar Pantai Selatan dan Pantai Selat Sunda, kemiringan 15 - 25 pada areal berbukit, dan kemiringan 25 - 45 pada areal bergunung sekitar bagian Tengah dan Utara wilayah. Geologi dan Jenis Tanah Ditinjau dari segi geologinya, kabupaten Pandeglang memiliki beberapa jenis bebatuan, diantaranya : 1. Alluvium, terdapat di daerah gunung dan pinggiran pantai; 2. Undiefierentiated bahan erupsi gunung berapi, terdapat di daerah bagian utara tepatnya di daerah Kecamatan Labuan, Jiput, Mandalawangi, Cimanuk, Menes, Banjar, Pandeglang dan Cadasari; 3. Diocena, terdapat di daerah bagian barat, tepatnya di Kecamatan Cimangu dan Cigeulis; 4. Piocena Sedimen, dibagian Selatan di daerah Kecamatan Bojong, Munjul, Cikeusik, Cigeulis, Cibaliung dan Cimanggu; 5. Miocene Limestone, disekitar Kecamatan Cimanggu bagian utara; 6. Mineral Deposit, yang terbagi atas beberapa mineral, yaitu : a. Belerang dan sumber air panas di Kecamatan Banjar b. Kapurkarang daera dan laut di Kecamata Labuan, Cigeulis, Cimanggu, Cibaliung, Cikeusik dan Cadasari c. Serat batu gift, terdapat di Kecamatan Cigeulis Jenis tanah yang ada di kabupaten Pandeglang dapat dikelompokkan dalam beberapa jenis dengan tingkat kesuburan dari rendah sampai dengan sedang. Diantara jenis tanah tersebut adalah : 1. Alluvial, terdapat di Kecamatan Panimbang Sumur, Cikeusik, Pagelaran, Picung, Labuan dan Munjul 2. Grumosol, yang tersebar di Kecamatan Sumur dan Cimanggu 3. Regosol, tedapat di Kecamatan Sumur, Kabuan, Pagelaran, Cikeusik dan Cimanggu 4. Latosol, terdapat di sekitar Gunung Karang, Kecamatan Pandeglang, Saketi, Cadasari, Banjar, Cimanuk, Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput, Labuan dan Sumur. 5. Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan, menes, Saketi, Bojong, Munjul, Cikeusik, Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur, Panimbang dan Angsana. Kedalaman efektif tanah di kabupaten Pandeglang terdiri dari kedalaman 60 cm yang tersebar pada daerah tengah, kedalaman 60 – 90 pada wilayah selatan dan kedalaman 90 cm berada pada wilayah utara dan barat.