1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah kunci kesuksesan dalam meraih masa depan yang gemilang. Berbicara tentang proses pendidikan, sudah tentu tak terpisahkan
dengan upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang
memiliki kemampuan melaksanakan perannya di masa yang akan datang. Untuk menjadi manusia yang berkualitas harus melalui proses pendidikan
yang berkualitas pula, karena kualitas pendidikan yang dimiliki seseorang akan menentukan kualitas hidupnya di masa yang akan datang. Dengan
demikian, untuk memiliki kemampuan melaksanakan peran di masa yang akan datang harus melewati proses pendidikan yang diimplementasikan
dengan proses pembelajaran. Namun, kegiatan pembelajaran tidak akan terjadi apabila hanya ada pendidik dan pendidikan juga tidak akan terjadi
apabila hanya ada peserta didik. Pendidik dan peserta didik merupakan satu kesatuan yang menjadi faktor utama terjadinya proses pembelajaran, karena
pada hakekatnya kegiatan pembelajaran merupakan proses timbal balik antara pendidik dan peserta didik dalam satuan pembelajaran. Sedangkan menurut
Oemar Hamalik, unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem pembelajaran adalah peserta didik, suatu tujuan dan prosedur untuk mencapai
tujuan tersebut. Dalam hal ini, pendidik tidak termasuk sebagai unsur sistem pembelajaran, fungsinya dapat dialihkan kepada media sebagai pengganti.
1
Dengan demikian, berhasil tidaknya tujuan pendidikan bergantung pada bagaimana proses belajar yang dialami oleh peserta didik. Tetapi tidak dapat
dipungkiri bahwa, dalam hal peningkatan kualitas pembelajaran peran guru sangatlah menentukan dalam dunia pendidikan. Untuk menjadi seorang guru
yang profesional bukanlah hal yang mudah dan tidak pula diperoleh dari proses yang singkat. Untuk itu, kegiatan pembelajaran akan berjalan baik
1
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran Jakarta:Bumi Aksara, 1999 Cet. 2 h. 66
apabila guru selalu membuat perencanaan sebelum mengajar. Dengan persiapan yang matang maka guru akan mantap mengajar di depan kelas.
Perencanaan yang matang dapat menimbulkan inisiatif dan daya kreatif guru ketika mengajar. Selain itu, guru harus tepat dalam memilih dan
menggunakan metode pembelajaran agar bahan pelajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga kelas menjadi hidup, karena metode penyajian yang
selalu sama akan membosankan siswa. Selanjutnya, guru hendaknya memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang banyak melibatkan siswa untuk
aktif dalam belajar karena siswa akan belajar secara aktif jika model pembelajaran yang di rencanakan guru mengharuskan siswa baik secara
sukarela maupun terpaksa untuk melakukan kegiatan belajar. Seperti yang diungkapkan Slameto bahwa, penerimaan pelajaran jika dengan aktifitas
siswa sendiri, kesan itu tidak akan berlalu bergitu saja tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda.
2
Siswa aktif bukan hanya sekedar hadir dikelas, menghapal materi kemudian mengerjakan latihan diakhir pelajaran, tetapi siswa terlibat dalam
bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktifitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses pembelajaran dan memperoleh manfaat
dari kegiatan tersebut. Siswa akan terlihat aktif dengan berpartisipasi konstributif dalam proses pembelajaran seperti menyampaikan dan menjawab
pertanyaan seputar materi pelajaran, mengajukan gagasan yang dimiliki, serta berinteraksi multi arah antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan
siswa. Oleh sebab itu, mengingat pentingnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, maka guru dituntut untuk melakukan usaha yang kreatif agar
dapat menciptakan kondisi belajar yang efektif dan efisien. Belajar yang efektif dapat membantu siswa meningkatkan kemampuan yang diharapkan
sesuai dengan tujuan intruksional yang ingin dicapai.
3
Sedangkan belajar yang efisien tercapai apabila dapat menggunakan strategi belajar yang tepat.
4
2
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2003 h.36
3
Ibid., h.74
4
Ibid., h.76
Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Materi pembahasan dalam pelajaran IPS
yang bersifat teoritis serta cenderung hapalan tersebut semakin membuat pelajaran IPS terlihat membosankan. Seperti hasil observasi yang peneliti
lakukan di MI Fathurrachman yang menggambarkan bahwa peristiwa yang menonjol dari pihak guru adalah dalam proses pembelajaran tidak
menggunakan metode yang membuat siswa aktif, tetapi pembelajaran berlangsung pasif dengan masih mengandalkan metode ceramah yang
dianggap nyaman dalam pelaksanaannya serta aman dari pertanyaan siswa karena tidak ada yang membantah keterangan guru. Padahal, apabila
pembelajaran berlangsung pasif maka potensi siswa tidak dapat tergali dengan baik sehingga menghambat keberhasilan pendidikan. Seharusnya,
guru harus membuat siswa berani mencoba, berani bertanya, serta berani mengemukakan gagasan. Selanjutnya, masih rendahnya kemampuan guru
dalam mengelola kelas merupakan persoalan lain yang menambah kemacetan dalam pembelajaran yang dinamis dan dialogis. Persoalan tersebut juga
diperparah oleh perencanaan pembelajaran yang disiapkan guru belum digarap secara serius sehingga semakin memperparah proses pembelajaran.
Sedangkan peristiwa yang menonjol dari pihak siswa adalah kurangnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, karena metode pembelajaran
yang digunakan guru meminimalkan keterlibatan siswa. Guru terlihat lebih aktif dibandingkan siswa dengan memberikan materi pelajaran tanpa memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan argumennya. Sehingga, kegiatan siswa hanya sekedar mendengarkan dan mencatat materi yang
disampaikan meskipun mereka tidak mengerti apa yang disampaikan. Semua bahan pelajaran yang diberikan guru diterima begitu saja tanpa diolah dan
tanpa diragukan kebenarannya. Padahal, apabila siswa dapat berpartisipasi dalam proses pembelajaran, tidak hanya aspek kognitifnya saja yang diperoleh
tetapi juga aspek afektif dan aspek psikomotorik. Lagipula, sikap pasif siswa dalam proses pembelajaran mengakibatkan sebagian besar siswa takut dan
malu bertanya kepada guru mengenai materi yang kurang dipahami.
Dengan demikian, secara keseluruhan proses pembelajaran yang seharusnya terdapat partisipasi berupa keaktifan siswa hanya berupa kegiatan
mendengar dan mencatat materi yang guru sampaikan, sehingga siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengeluarkan kemampuan yang dimilikinya. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan pembelajaran, karena siswa yang mampu beradaptasi dengan baik akan semakin cerdas sedangkan siswa
yang kemampuan berpikirnya kurang akan semakin terperosok disebabkan ketidakpahaman materi yang di sampaikan guru. Keadaan tersebut
merupakan sebuah keniscayaan yang tak terbantahkan, seolah guru hanya mengerjakan tugas pendidikan sebagai kegiatan formalitas semata. Sehingga,
upaya untuk mengerjakan tugas pendidikan sebagai alat untuk mencerdasksan kehidupan bangsa masih sebatas retorika.
Apabila masalah tersebut terus dibiarkan dan tidak segera diatasi, maka kualitas mutu pembelajaran akan semakin menurun bahkan tidak akan
meningkat ketaraf yang lebih baik. Padahal, perbaikan mutu pendidikan harus terus diupayakan demi meningkatkan kualitas pembelajaran. Karena melalui
peningkatan kualitas pembelajaran, potensi siswa dapat tergali dengan baik sehingga dapat menuju keberhasilan pendidikan. Untuk itu, salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran agar siswa terlibat secara aktif adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif.
Wina Sanjaya mengatakan bahwa, “pembelajaran kooperatif merupakan
model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokantim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang
kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda heterogen
”.
5
Sedangkan Rusman mengemukakan bahwa, “cooperative
learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya
terdiri dari 4-5 orang ”.
6
Lebih lanjut, Johnson dalam Hasan, 1996
5
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Ed. 1, Jakarta: Kencana, 2010, Cet. 7, h.242
6
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru, Ed. 2, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, Cet. 5, h. 204