31
2.9. Karakteristik Tata Kehidupan dan Lingkungan Permukiman
Masyarakat Suku Melayu di Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam Langkat
Kondisi permukiman yang ada saat ini dapat dilihat bahwa pada umumnya bangunan rumah di Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam
berbentuk rumah panggung baik permanen maupun tidak permanen. Letak rumah masyarakat di sana ada yang terletak dekat dengan jalan utama dan
ada yang jauh dari jalan utama. Sehingga untuk mencapai jalan utama harus melewati jalan setapak. Bangunan rumah tinggal hampir seluruhnya
tidak mengalami perubahan fungsi sebagai fungsi utama yaitu rumah tinggal. Hanya sebagian bangunan yang pada awalnya berfungsi sebagai
rumah tinggal yang kemudian digunakan untuk toko atau warung. Pada kawasan ini juga terdapat beberapa bangunan seperti kantor kepala desa,
gedung sekolah, rumah suluk untuk pria dan wanita, rumah fakir miskin dan anak terlantar, tempat penampungan janda-janda. Sedangkan
bangunan peribadatan terdiri dari satu buah mandarsah. Ruang terbuka yang ada pada kawasan ini selain berfungsi sebagai jalan, juga untuk
makam yang terletak dekat dengan lokasi mandarsah. Penduduk pada Dusun 2 Desa Besilam-Babussalam Langkat hampir rata-rata bersuku
Melayu. Masyarakat merupakan penganut agama Islam yang taat dan hidup dalam suasana agamamis. Dimana mandarsah dan agama memegang
peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat, dan pendidikan agama sangat ditekankan pada generasi muda.
Universitas Sumatera Utara
32
2.10. Arsitektur Tradisional Melayu Sumatera Timur
Dalam budaya Melayu Sumatera Timur, seni pembangunan rumah tradisional disebut dengan istilah Seni Bina. Rumah memiliki arti yang sangat
penting bagi orang Melayu. Rumah bukan saja sebagai tempat tinggal dimana kegiatan kehidupan dilakukan dengan sebaik-baiknya tetapi juga menjadi lambang
kesempurnaan hidup. Orang Melayu selalu berusaha mendirikan rumah walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana. Orang Melayu juga mendambakan rumah
kediaman yang baik dan sempurna, yang bangunan fisiknya memenuhi ketentuan adat dan keperluan penghuninya. Sedangkan dari sisi spiritualnya, rumah itu dapat
mendatangkan kebahagiaan, kenyamanan, kedamaian dan ketenteraman. Hal ini menjadikan rumah mustahak dibangun dengan berbagai pertimbangan yang
cermat, dengan memperhatikan lambang-lambang yang merupakan refleksi nilai budaya masyarakat pendukungnya. Karena luasnya kandungan makna dan fungsi
bangunan dalam kehidupan orang Melayu, yang akan menjadi kebanggaan dan memberikan kesempurnaan hidup, bangunan sebaiknya didirikan melalui tata cara
yang sesuai dengan ketentuan adat. Dengan memakai tata cara yang tertib, barulah sebuah bangunan dapat disebut “Rumah Sebenar Rumah”.
Menurut Husny 1976, karakteristik rumah Melayu dipengaruhi oleh aspek iklim setempat dan syariat agama. Pengaruh iklim dimanifestasikan dalam
bentuk rumah berkolong atau panggung dengan tiang-tiang yang tinggi serta ditunjukkan dengan adanya banyak jendela yang ukurannya hampir sama dengan
pintu. Banyaknya jendela dan lubang angin bertujuan untuk memberi udara dan cahaya yang cukup bagi penghuninya. Sementara syarat agama Syariat Islam
Universitas Sumatera Utara
33
mempengaruhi arsitektur Melayu, diantaranya berupa pemisahan ruang lelaki dan ruang perempuan Sinar, 1993. Juga terlihat dari ukiran-ukiran dinding dan tiang
yang menghindari motif hewan ataupun manusia. Motif yang digunakan adalah motif berbentuk bunga, daun dan buah serta sulur-sulurannya Husny, M. L.,
1976. Bahan bangunan yang digunakan dalam pembuatan rumah Melayu Sumatera Timur masih terbuat dari kayu dan atapnya masih menggunakan rumbia.
Menurut Sinar 1993, bahwa kayu untuk rumah berasal dari kayu yang tahan lama dan tahan air. Jenis-jenis kayu yang digunakan antara lain kayu cengal,
merbau, damar laut, kulim, petaling, cingkam, damuli, lagan dan sebagainya.
2.10.1 Rumah Tinggal Melayu Sumatera Timur
Rumah tinggal Melayu Sumatera Timur adalah jenis rumah panggung atau rumah berkolong dengan tiang-tiang yang tinggi. Tinggi
tiang penyangga ini berkisar antara dua sampai dua setengah meter. Berikut akan dipaparkan bagian-bagian rumah tinggal Melayu Sumatera
Timur Gambar 2.17.
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 2.17 Rumah Tradisional Melayu Sumatera Timur Sumber: Digambar ulang, 2014
1. Atap dan Bubungan
Bahan utama atap adalah daun nipah dan daun rumbia. Tetapi pada perkembangannya sering dipergunakan atap seng. Atap dari daun nipah
dan daun rumbia dibuat dengan cara menjalinnya pada sebatang kayu yang disebut bengkawan. Untuk memasang atap digunakan tali rotan sedangkan
untuk memasang perabung digunakan pasak yang terbuat dari nibung. Rumah Melayu asli memiliki bubungan panjang sederhana dan tinggi.
Pada pertemuaan atap dibuat talang yang berguna untuk menampung air
Universitas Sumatera Utara
35
hujan. Pada kedua ujung perabung rumah induk dibuat agak terjungkit ke atas. Dan pada bagian bawah bubungan atapnya melengkung, menambah
seni kecantikan arsitektur rumah Melayu.
2. Tiang
Bangunan tradisional Melayu adalah bangunan bertiang. Tiang dapat berbentuk bulat atau bersegi. Ukuran sebuah tiang bergantung
kepada besar atau kecilnya rumah. Bentuk tiang secara tradisional mengandung lambang yang dikaitkan dengan agama dan kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat. Termasuk kaitannya dengan alam lingkungan dan arah mata angin. Lambang-lambang itu kemudian dijalin
dengan makna tertentu yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
3. Pintu
Pintu disebut juga dengan Lawang. Pintu masuk di bagian muka rumah disebut pintu muka. Sedangkan pintu di bagian belakang disebut
pintu dapur atau pintu belakang. Pintu masuk ke rumah harus mengarah ke jalan umum. Pintu berbentuk persegi empat panjang. Ukuran pintu
umumnya lebar antara 60 sampai 100 cm dengan tinggi 1,5 sampai 2 meter. Pintu sebaiknya terletak di kiri rumah atau dekat ke bagian kiri
rumah. Di atas pintu kebanyakan dibuat tebukan yang indah bentuknya menunjukkan ketinggian martabat si empunya rumah.
Universitas Sumatera Utara
36
4. Jendela
Jendela lazim disebut Tingkap atau Pelinguk. Bentuknya sama seperti bentuk pintu. Tetapi ukurannya lebih kecil dan lebih rendah.
Jendela mengandung makna tertentu. Jendela yang sengaja dibuat setinggi orang dewasa berdiri dari lantai, melambangkan bahwa pemilik bangunan
adalah orang baik dan patuh yang tahu adat tradisinya. Sedangkan letak yang rendah melambangkan pemilik bangunan adalh orang yang ramah
tamah, selalu menerima tamu dengan ikhlas dan terbuka.
5. Tangga
Tangga naik ke rumah pada umumnya menghadap ke jalan umum. Tiang tangga berbentuk segi empat atau bulat. Kaki tangga terhujam ke
dalam tanah atau diberi alas dengan benda keras. Bagian atas disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak
tangga dapat berbentuk bulat atau pipih. Anak tangga kebanyakan berjumlah ganjil. Sebab menurut kepercayaan, bilangan genap kurang
baik artinya.
6. Dinding
Pada umumnya dinding terbuat dari kayu meranti, punak, medang atau kulim dengan tebal 2-5 cm dan lebar 15-20 cm. Makna dinding selalu
dikaitkan dengan sopan santun yaitu sebagai batas kesopanan. Dinding rumah dibuat dari papan yang dipasang vertikal dan dijepit dengan kayu
penutup. Kira-kira 20 cm di bawah tutup tiang biasanya dibuat lubang
Universitas Sumatera Utara
37
angin. Pada lubang angin ini diberi hiasan dengan tebukan. Makin tinggi nilai tebukan ini, makin tinggilah martabat serta makin terpandang si
empunya rumah.
Universitas Sumatera Utara
38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Adapun jenis pengumpulan data yang digunakan dalam rangka menemukan terbentuknya permukiman pada Dusun 2 Desa Besilam Babussalam
Kabupaten Langkat beserta pola-pola yang ada di dalam permukiman tersebut adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif sangat menunjang proses
kuantifikasi data mengenai perumahan dan permukiman yang dilakukan pada kawasan penelitian. Penelitian-penelitian yang biasanya menunjang penggunaan
pengumpulan data dengan metode kualitatif adalah penelitian historis dan penelitian deskriptif. Penelitian historis dengan konteks permukiman digunakan
untuk menemukan keterkaitan dan asal usul terbentuknya suatu permukiman yang dijadikan bahan penelitian. Penelitian tersebut dilakukan dengan cara
menghubungkan hasil temuan yang didapat dari wawancara terhadap teori-teori terbentuknya permukiman tidak terencana. Metode penelitan deskriptif dilakukan
untuk mendapatkan informasi faktual mengenai kawasan permukiman yang diteliti. Metode ini dilakukan dengan menghubungkan hasil pengamatan lapangan
bentuk permukiman kawasan penelitian dengan teori bentuk permukiman yang terjadi secara tidak terencana.
Universitas Sumatera Utara
39
3.2 Variabel Penelitian