115
terlihat seperti mengelus-elus kerah pakain dan pakaian tersebut. Namun, selain itu subyek telah mampu menggunakan pakaian secara urut dan
bertahap sesuai dengan langkah-langkah yang telah diajarkan meskipun ada beberapa langkah yang masih membutuhkan bantuan verbal.
5. Refleksi dan Hambatan Siklus II
Pelaksanaan siklus II telah selesai sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan pada tindakan
siklus II, diketahui bahwa kemampuan berpakaian anak cerebral palsy tipe spastik melalui metode drill mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan kemampuan awal dan pasca tindakan siklus I. Dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan pada tindakan siklus II terhadap
hambatan yang muncul pada siklus I, maka kemampuan berpakaian anak cerebral palsy terjadi peningkatan yang lebih baik. Peningkatan tersebut
juga telah mencapai KKM yang ditentukan yaitu 75. Data tentang kemampuan berpakaian anak cerebral palsy tipe spastik pada siklus II
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 17. Peningkatan hasil pasca tindakan siklus II dibanding observasi
kemampuan awal dan pasca tindakan siklus I
Sub yek
KK M
Observasi Kemampuan
Awal Pra Tindakan
Pasca Tindakan
Siklus I Pasca
Tindakan Siklus II
Peningkat an dari
pra tindakan
Skor Presen
tase Skor
Presen tase
Skor Presen
tase RN
75 19
57,57 21
63,63 29
87,87 30,3
Berdasarkan tabel di atas terdapat peningkatan dari setiap siklusnya. Besarnya peningkatan kemampuan berpakaian anak cerebral palsy tipe
116
spastik secara keseluruhan dari pra tindakan, pasca tindakan I dan pasca tindakan II dinyatakan dalam bentuk nilai dalan ratusan. Subyek
memperoleh nilai pada kemampuan awal dengan jumlah 57,57 meningkat menjadi 63,63 pada siklus I. Pada siklus II, subyek mengalami
kemajuan yang signifikan dengan memperoleh nilai 87,87 dari 57,57 pada kemampuan awal. Subyek memperoleh peningkatan sebesar 30,3
poin dari nilai kemampuan awal. Nilai yang diperoleh subyek telah memenuhi KKM sebesar 75.
Untuk lebih jelasnya perolehan nilai pasca tindakan kemampuan berpakaian anak cerebral palsy melalui metode drill pada siklus II
dibanding kemampuan awal dan pasca tindakan siklus I dapat dilihat dalam grafik berikut:
Gambar 8. Nilai pra tindakan, Pasca tindakan Siklus I, dan pasca tindakan siklus II
Adapun gambaran kemampuan berpakaian subyek pada siklus II
adalah subyek telah mampu secara mandiri dalam memasukkan tangan kanan ke dalam lubang pakaian, memasukkan tangan kiri kedalam
lubang pakaian, mengidentifikasi kancing pakaian, mengidentifikasi
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
RN Pra Tindakan
Pasca Tindakan Siklus I Pasca Tindakan Siklus II
117
lubang kancing pakaian, dan mengidentifikasi kerah pakaian serta memegang kerah pakaian subyek mampu dengan mandiri tanpa bantuan
verbal maupun fisik. Pada aspek memegang kancing pakaian, subyek masih membutuhkan bimbingan dan bantuan secara verbal dan fisik.
Untuk mengancingkan pakaian, subyek membutuhkan bantuan secara fisik, ia terlihat kesulitan dalam menekan kancing cetet. Ia belum mampu
mempertemukan kancing cetet atas dan kancing cetet bawah. Ia juga belum mampu memasukkan pentolan kancing cetet atas kedalam lubang
kancing cetet bawah. Untuk merapihkan kerah pakaian dan merapihkan pakaian subyek juga masih membutuhkan bantuan baik fisik maupun
verbal. Saat demonstrasi merapihkan kerah pakaian dan merapihkan pakaian, subyek hanya terlihat seperti mengelus-elus kerah pakain dan
pakaian tersebut. Namun, selain itu subyek telah mampu menggunakan pakaian secara urut dan bertahap sesuai dengan langkah-langkah yang
telah diajarkan meskipun ada beberapa langkah yang masih membutuhkan bantuan verbal.
H. Deskripsi Data Hasil Wawancara Guru
Pelaksanaan wawancara guru dilakukan pada Sabtu, 19 Maret 2016. Wawancara pada guru berlangsung pada pukul 07.30 WIB sampai dengan
selesai. Wawancara yang dilakukan pada guru bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan penggunaan metode drill dalam penelitian ini. Wawancara
dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan seputar pelaksanaan
118
metode drill yang telah dilakukan oleh guru. Jawaban dari pertanyaan yang diajukan pewawancara dicatat dalam sebuah buku.
Adapun hasil wawancara guru dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1. Penggunaan Metode Drill
Penggunaan metode drill atau latihan mudah dilakukan sehingga pelaksanaannya berjalan dengan baik dan lancer. Metode drill mudah
dilakukan terutama untuk pembelajaran keterampilan seperti berpakaian. Penggunaan metode drill juga membantu siswa agar terlibat aktif dalam
pembelajaran. Pelaksanaan metode drill dilakukan dengan memberikan latihan berpakaian pada anak cerebral palsy. Anak cerebral palsy
diinstruksikan untuk maju ke muka kelas dan melakukan demonstrasi berpakaian. kegiatan tersebut dilakukan secara berulang minimal dua kali
agar anak paham tentang berpakaian. Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan metode drill anak cerebral palsy terlihat antusias. Penggunaan
metode drill membuat anak cerebral palsy memperoleh kecakapan motoriknya dan membuat anak terbiasa, sehingga mempermudah anak
dalam aktivitas berpakaian. Akan tetapi, penggunaan metode drill secara terus-menerus juga dapat membuat anak cerebral palsy jenuh dan cenderung
bosan saat pembelajaran, sehingga guru memerlukan teknik atau cara yang lain agar anak cerebral palsy terhindar dari kebosanan.
2. Pengaruh Terhadap Kemampuan Berpakaian Anak Cerebral Palsy
Metode drill tersebut memiliki pengaruh pada kemampuan berpakaian anak cerebral palsy, begitulah yang diutarakan guru. Di sekolah, siswa