Dampak Negatif Dampak Pariwisata di Pulau Tidung

b. Aktivitas majelis taklim yang dilakukan kaum ibu setiap siang hari ba‟da zuhur mengalami pengurangan jamaa‟ah dikarnakan ibu- ibu yang biasa mengikuti majelis taklim kini menjadi juru masak atau catering untuk para wisatawan. Apalagi hal tersebut terjadi di hari sabtu dan minggu majelis taklim seakan sunyi dan hanya ada beberapa ibu-ibu. c. Bulan Ramadhan yang dianggap bulan penuh barokah dan fokus untuk ibadah kini hanya sekedar dalam ingatan saja karna pada bulan tersebut aktivitas wisata terus berlanjut sudah 5 tahun belakangan ini. Hal tersebut akan mengganggu masyarakat Pulau Tidung yang 100 muslim dalam melaksanakan ibadah puasa, seperti: para wisatwan yang berlalu lalang di daerah pemukiman dengan berpakaian serba mini akan berpotensi mengganggu ibadah puasa masyarakat, dan aktivitas makan siang yang dilakukan para wisatawan di luar rumah akan menggoda selera dan berpotensi membatalkan puasa, apalagi anak-anak. d. Pada saat shalat Idul Fitri dan Idul Adha para wisatawan seakan tidak bisa bertoleransi dengan masyarakat yang seluruhnya muslim. Pada saat tersebut para wisatwan melakukan aktivitas wisata seperti snorkling, bersepeda dan lain-lain, bahkan hal tersebut bersepeda melalui jalur masjid. Hal tersebut tentu menggangu masyarakat yang sedang shalat Idul Fitri dan Idul Adha. e. Tidak sedikit pasangan yang bukan muhrim tinggal dalam home stay atau penginapan, tentunya hal ini tidak pantas dan tidak etis terjadi di Pulau yang berpenduduk muslim ini. Jikalau hal ini terus terjadi maka kemnungkinan ada hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.

F. Tanggapan Masyarakat Tentang Pariwisata di Pulau Tidung

Masyarakat merupakan salah satu pilar utama dalam tumbuh dan berkembangnya pariwisata di suatu daerah, karena pada dasarnya pilar pariwisata itu terdiri dari: pertama pemerintah, kedua swasta dan ketiga masyarakat, yang sering disebut tiga pilar utama pariwisata. Misalnya, setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai pengembangan pariwisata yang diiringi dengan regulasinya tentunya. Kemudian pihak swasta yang secara profesional menyediakan jasa pelayanan bagi pengembangan pariwisata tersebut, maka tugas masyarakat adalah selain senantiasa membangkitkan kesadaran tentang pentingnya pariwisata juga menumbuh- kembangkan kreatifitas yang melahirkan berbagai kreasi segar yang mengundang perhatian untuk kemudian menjadi daya pikat pariwisata. 96 Menurut salah seorang tokoh masyarakat Pulau Tidung, bapak Abdurrahman Misbak, pariwisata di Pulau Tidung merupakan salah satu tongkat untuk mensejahterakan masyarakat. Perekonomian dan pendapatan masyarakat meningkat yang akan berujung pada kesejahteraan masyarakat tersebut. Akan tetapi kearifan lokal dan kelestarian lingkungan harus menjadi 96 Artikel Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Pariwisata oleh Drs. Ahmad Zacky Siradj, Diakses pada tanggal 29 Oktober 2012 perhatian bersama karna melihat fenomena yag ada sungguh cukup memprihatinkan terutama terhadap lingkungan, pohon-pohon banyak yang ditebangi dan tidak diimbangi dengan penghijauan, hal ini berakibat pada kualitas tanah dan air di Pulau yang memiliki ikon jembatan cinta ini menjadi payau atau asin. 97 Menurut penyedia jasa atau travel wisata Pulau Tidung, Asep Eman Surahman, ada beberapa aspek yang terjadi di masyarakat Pulau Tidung, yaitu: 1. Masih adanya stigma pandangan bahwa pariwisata dapat mempengaruhi kehidupan yang kurang baik atau akan berpengaruh buruk pada proses pembentukkan moral masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, bahwa melalui pariwisata terjadi proses akulturasi budaya yang sesungguhnya juga di balik itu semua banyak memberikan nilai tambah. 2. Kurang tumbuhnya sikap masyarakat untuk melindungi dan memberikan pelayanan kepada para turis minimal dengan mengucapkan selamat dan memberi senyuman sehingga masih terjadi insiden-insiden ketidakamanan di Pulau Tidung yang menjadi destinasi obyek wisata. 3. Belum terbentuknya sikap dan cara pandang bahwa pariwisata, seperti banyak terbukti di berbagai daerah dan negara, menjanjikan pula bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera. 98 97 Wawancara langsung dengan Bapak Abdurrahman Misbak, Tokoh Masyarakat Pulau Tidung pada tanggal 15 Oktober 2012 di Pulau Tidung 98 Wawancara langsung dengan Bapak Asep Eman Surahman, pemilik Travel Tidung Beach Tours, pada tanggal 15 Oktober 2012 di Pulau Tidung.

BAB V PERANAN MAJELIS ULAMA INDONESIA DALAM

PENANGGULANGAN DAMPAK PARIWISATA TERHADAP KEHIDUPAN KEAGAMAAN DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

A. Sejarah Singkat MUI Kepulauan Seribu

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah atau majelis yang menghimpun para ulama,zuama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zuama yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tiga puluh tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas-tugas para Nabi Warasatul Anbiya. Maka mereka terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang pernah dilakukan oleh para ulama pada zaman penjajahan dan perjuangan kemerdekaan. Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapi tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat manusia. Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Begitu pula dengan Majelis Ulama Indonesia MUI Kepulauan Seribu. Organisasi para ulama di Kepulauan Seribu ini didirikan pada tanggal 25 Mei 2000 bertepatan dengan 13 Robiul Awal 1432 H di Pulau Tidung Kepulauan Seribu. Organisasi ini terdiri dari para ulama, tokoh agama dan para ustadz yang ada di Kepulauan Seribu dan kantor kesekretariatannya beralamat di Jl. Masjid Nurul Huda RT 002002 Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Adapun yang melatarbelakangi didirikannya MUI di Kepulauan Seribu adalah sebagai wadah pembimbing dan pelayan umat Islam yang ada di Kepulauan Seribu sekaligus sebagai tempat curahan hati masyarakat mengenai persoalan-persoalan yang ada di Kepulauan Seribu khususnya persoalan keagamaan, karena melihat fenomena bahwa Pulau Seribu adalah salah satu daerah tujuan pariwisata yang ada di Jakarta. Tentu hal tersebut memungkinkan adanya pergeseran atau perubahan kehidupan masyarakat, mulai dari kehidupan sosial, ekonomi, budaya bahkan kehidupan keagamaan.