IPA untuk Sekolah Dasar

29 bengkel, atau sanggar, perpustakaan, kebun sekolah, museum, kebun binatang, cagar alam, daerah pertanian dan perkebunan serta semua unsur- unsur yang terkandung di dalamnya sebagai satu kesatuannya Hendro Darmodjo Jenny R.E. Kaligis, 1993: 96. Association For educational Communications and Technology AECT dan Banks dalam Kokom Komalasari 2013: 108 menyatakan bahwa POBATEL pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan merupakan sumber belajar yang dapat dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran baik secara terpisah maupun dalam bentuk gabungan. Sumber belajar POBATEL merupakan suatu sumber belajar yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sumber belajar POBATEL pesan, orang, bahan, alat, teknik dan lingkungan merupakan bagian dari sumber belajar IPA yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran IPA.

C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Usia siswa di sekolah dasar berkisar 6-12 tahun. Pada masa ini anak sudah matang untuk belajar dan pada masa ini disebut masa sekolah, sebab pada masa ini anak telah menyelesaikan tahap pra sekolahnya yaitu taman kanak-kanak. Pada saat ini kenyataannya telah timbul gerakan dalam pendidikan di sekolah dasar yang menginginkan disatukannya pendidikan pra-sekolah dengan pendidikan sekolah dasar. hal ini menunjukkan bahwa sejak usia dini anak telah mampu mengembangkan kemampuan kognitifnya akan tetapi strateginya berbeda dengan anak usia 30 kelas 4,5 dan 6 sekolah dasar. Pada masa usia itu anak dapat berpikir, berbahasa, dan mengingat sepenuhnya yang bersifat abstrak serta memahami konsep abstrak tersebut. Pada masa anak usia sekolah dasar yang berusia sekitar 6,0 – 12,0 merupakan masa tahap perkembangan penting dan fundamental terhadap keberhasilan perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu guru senantiasa dituntut untuk memahami karakteristik anak. Sebagai mana dikemukakan Bassett, Jacka, dan Logan dalam Mulyani Sumantri Johar Permana, 2001: 10-11 berikut: 1 Mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri; 2 Mereka senang bermain dan lebih suka bergembirariang; 3 Mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencoba suatu usaha-usaha baru; 4 Mereka biasanya bergetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan; 5 Mereka belajar secara efektif ketika mereka merasa puas dengan situasi yang terjadi; 6 Mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya Pada masa sekolah dasar aspek intelektualitas sudah mulai ditekankan. Pada masa ini disebut masa keserasian bersekolah, pada masa keserasian sekolah anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Pada fase usia anak 6-8 pada tingkatan kelas 1-3 di sekolah dasar di sebut fase masa kelas rendah, sedangkan fase usia 9-12 pada tingkatan kelas 4-6 disebut fase masa kelas tinggi. Pada masing- masing fase memiliki karakteristik masing-masing. Menurut Usman 31 Samatowa 2006: 7 Adapun karakteristik siswa pada masa kelas rendah yaitu sebagai berikut. a. Adanya korelasi positif yang tinggi antara keadaan kesehatan pertumbuhan jasmani dengan prestasi sekolah; b. Adanya sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan- peraturan permainan yang tradisional; c. senang memuji diri sendiri; d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain, kalau hal itu dirasakan menguntungkan untuk meremehkan anak lain; e. Jika tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting. f. Pada fase ini terutama pada umur 6,0 – 8,0 anak menghendaki nilai angka rapor baik tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai atau tidak; g. Kemampuan mengingat dan berbahasa berkembang sangat cepat dan mengagumkan. h. Hal-hal yang bersifat konkret lebih mudah dipahami dari pada yang abstrak; i. Kehidupan adalah bermain. Bermain bagi anak usia dini adalah sesuai yang dibutuhkan dan dianggap serius. Dan fase ini anak tidak dapat membedakan secara jelas perbedaan bermain dengan belajar.

Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SISWA KELAS V SD NEGERI 3 JARAKAN SEWON BANTUL YOGYAKARTA.

0 0 232

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS V SDN JARAKAN SEWON, BANTUL.

0 4 215

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IIIB SD NEGERI PANGGANG, SEDAYU, BANTUL, YOGYAKARTA.

0 0 245

IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS V A SEKOLAH DASAR NEGERI CEPIT, KECAMATAN SEWON, KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015.

0 0 152

KREATIVITAS GURU PENDIDIKAN JASMANI DALAM MEMODIFIKASI SARANA DAN PRASARANA PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA.

0 0 123

PENGARUH RELASI SEBAYA TERHADAP MINAT BELAJAR SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI SE-GUGUS 3 KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL.

0 1 93

KEMAMPUAN MENULIS DONGENG SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI JARAKAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL.

0 0 89

HUBUNGAN INTENSITAS BERMAIN GAME ONLINE DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI JARAKAN KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA.

5 8 119

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN IPA DENGAN TIPE CLIS (CHILDREN’S LEARNING IN SCIENCE) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI KRAPYAK WETAN SEWON BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

0 1 189

PEMANFAATAN LINGKUNGAN ALAM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DALAM PROSES PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI KRATON YOGYAKARTA.

0 0 278