1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi prototipe yang
diharapkan, dan definisi operasional.
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Kebudayaan dalam masyarakat tidak begitu saja ada dengan sendirinya. Kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia
yang diperoleh melalui proses belajar Koentjaraningrat, 2009:144. Budaya masyarakat dapat pula menjadi sarana untuk menyalurkan ide-ide, gagasan, serta
pengetahuan yang dimiliki masyarakat kepada anggota masyarakat yang lain secara turun-temurun. Salah satu kebudayaan di Indonesia, khususnya di daerah
Jawa yaitu upacara tradisional atau tradisi Jawa. Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan dilakukan secara turun temurun
Purwadi, 2005:1. Pendapat lain diungkapkan oleh Soepanto dalam Sunjata 2013:76, bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu bentuk kegiatan sosial yang
melibatkan warga masyarakat di Jawa dengan tujuan untuk mencari keselamatan secara bersama-sama. Upacara adat bagi masyarakat pendukungnya merupakan
sarana untuk mensyukuri karunia Tuhan dan sarana permohonan keselamatan. Dalam penyelenggaraan upacara adat terdapat nilai-nilai budaya yang
bermanfaat bagi masyarakat. Nilai-nilai tersebut secara tidak langsung bermanfaat dalam turut menentukan pola pikir kehidupan bagi masyarakat. Suatu nilai budaya
apabila sudah membudaya, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku Sunjata, 2013:17. Jadi, nilai budaya dalam upacara adat atau
tradisi sebagai salah satu pendorong bagi masyarakat untuk mencapai tujaun tertentu. Sama halnya upacara adat atau tradisi nglarung yang masih
diselenggarakan sampai saat ini. Masyarakat mempercayai bahwa upacara adat tersebut mempunyai peranan dalam hidupnya.
Tradisi nglarung merupakan salah satu kegiatan budaya yang sampai sekarang masih diselenggarakan oleh masyarakat pendukungnya. Tradisi tersebut
pada umumnya dilakukan satu tahun sekali pada bulan Sura Sunjata, 2013:75. Bulan Sura adalah bulan pertama pada kalender Jawa. Dapat disimpulkan bahwa
nglarung adalah kegiatan budaya dengan cara melarungkan sesaji ke tengah laut yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura,
dengan tujuan mengucap syukur kepada Tuhan atas hasil tangkapan ikan. Namun, tidak semua masyarakat Jawa memahami tradisi nglarung.
Peneliti melakukan wawancara kepada anak-anak di daerah Prambanan, Sleman, Purworejo dan Pekalongan. Peneliti memilih daerah pertanian
Prambanan dan Purworejo serta pantai Pekalongan dengan alasan untuk mengetahui data awal mengenai pemahaman anak di daerah pertanian dan pantai
tentang tradisi nglarung. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada tujuh anak usia 8-9 tahun di daerah Prambanan, Sleman, seorang anak di
Purworejo, dan seorang anak di Pekalongan, peneliti mendapatkan informasi bahwa mereka tidak memahami tradisi nglarung. Seharusnya tradisi tersebut
dapat dipahami oleh anak-anak sebab mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter kebagsaan.
Nilai –nilai yang terkandung dalam tradisi nglarung antara lain: nilai
ketuhanan ketaqwaan bertaqwa dilihat dari tujuan tradisi nglarung yaitu
mengucap syukur kepada Tuhan, selain itu nelayan bersama-sama mendoakan sesaji sebelum dilarung yang dipimpin oleh pemimpin upacara. Nilai etos kerja
dalam pelaksanaan tradisi nglarung yaitu nelayan berkreasi membuat tempat sesaji, menyiapkan kelengkapan sesaji di mana segala macam sesaji tidak boleh
basi atau harus baru, menghias perahu semenarik mungkin kemudian merefleksikan diri untuk menambah motivasi nelayan dalam mengarungi
kehidupan. Mencintai kebersihan, diwujudkan ketika nelayan bersama masyarakat sekitar pantai dengan gigih membersihkan lingkungan. Nilai gotong royong dan
kebersamaan tercermin ketika masyarakat nelayan memasang tenda di tepi pantai, mendorong perahu yang digunakan untuk melarung, dan berebut sesaji di tengah
laut. Pada tanggal 30 November 2015, peneliti melakukan penyebaran
kuesioner kepada 27 anak usia 8-9 tahun di SD 1 Bantul. Peneliti mendapatkan data: 1 44 anak tidak mengetahui bahwa tradisi nglarung adalah kegiatan
budaya yang dilakukan masyarakat nelayan setiap satu tahun sekali pada bulan Sura dengan menghanyutkan sesuatu sesaji ke dalam air sungai atau laut. 2
44 tidak mengetahui bahwa para nelayan dengan gigih mendorong perahu yang digunakan untuk melarung. 3 37 anak tidak mengetahui bahwa setelah
membersihkan lingkungan, nelayan bergotong royong memasang tenda di tepi pantai. 4 81 anak memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang tradisi
nglarung. Berdasarkan masalah tersebut peneliti sebagai calon guru SD terdorong
untuk menyusun buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung. Prototipe berupa buku cerita dan mewarnai terdiri dari cover
berjudul “Mengenal Tradisi
Nglarung ”, isinya memuat kata pengantar untuk membantu anak agar mudah
memahami isi kesuluruhan dari buku. Isi buku terdiri dari cerita tentang rangkaian kegiatan tradisi nglarung. Cerita tersebut diperkuat dengan sebelas gambar yang
dapat diwarnai oleh anak usia 8-9 tahun. Prototipe ini juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi nglarung dan pendidikan karakter
kebangsaan, dan biografi penulis. Peneliti memilih buku cerita dan mewarnai karena sesuai dengan salah
satu tujuan buku cerita anak yaitu dapat mengembangkan imajinasi anak Raines, 2002:vii. Melalui mewarnai, anak-anak dapat mengekspresikan imajinasinya
dalam memilih dan memadukan warna. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Murdiani 2014:107, pada usia 3-9 tahun anak mulai mengekspresikan dunia
imajinasinya melalui kata-kata dan gambar-gambar. Peneliti menyusun buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung untuk anak
8-9 tahun, dimana menurut Piaget dalam Santrock 2011:27 tahap ini termasuk tahap operasional konkret 7-11 tahun yaitu anak-anak dapat melakukan operasi
psikomotorik yang melibatkan objek-objek dan juga dapat bernalar logis dan diterapkan dengan contoh-contoh konkret. Melalui buku cerita dan mewarnai
tradisi nglarung, anak-anak dapat melatih psikomotoriknya dalam kegiatan mewarnai.
Prototipe buku cerita dan mewarnai yang disusun sesuai dengan tugas perkembangan anak usia 8-9 tahun yaitu pertama, belajar ketrampilan dasar dalam
membaca, menulis, dan berhitung. Melalui buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung anak-anak dilatih ketrampilan membaca cerita yang berisi rangkaian
kegiatan tradisi nglarung. Cerita dalam buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung
dirangkai dengan kalimat yang mudah dipahami anak-anak. Kedua, belajar mengembangkan konsep sehari-hari, dijelaskan bahwa sekolah yang menanamkan
konsep-konsep yang jelas dan benar. Konsep-konsep tersebut meliputi kaidah- kaidah atau ajaran agama moral, ilmu pengetahuan, adat istiadat, budaya, dan
sebagainya. Konsep adat istiadat dan budaya terdapat dalam buku cerita dan mewarnai yang peneliti susun, yaitu berisi tentang tradisi nglarung sebagai salah
satu budaya Jawa yang masih ada sampai sekarang dengan melalui buku cerita dan mewarnai tradisi nglarung anak-anak dilatih untuk mengembangkan konsep
budaya tradisi nglarung dalam kehidupan sehari-hari yang mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti sebagai calon guru SD mengembangkan buku cerita dan mewarnai untuk membantu pemahaman anak
tentang tradisi nglarung. Maka penelitian ini berjudul “Pengembangan Prototipe
Buku Cerita dan Mewarnai Tradisi Nglarung dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan
”.
1.2 RUMUSAN MASALAH