317 dimuka foward contracting, pasar masa depan future market, usaha
perlindungan hedging, dan opsi pertanian agricultural option. Secara operasional strategi risiko usahatani dapat dikelompokkan menjadi
: a strategi manajemen risiko ex-ante ex-ante risk management strategy terutama ditujukan untuk antisipatif terjadinya goncangan, b strategi manajemen
risiko interaktif interactive risk management strategy yang ditujukan untuk responsif pada saat terjadinya goncangan, c strategi manajemen risiko ex-post
ex-post risk management strategy yang ditujukan untuk adaptif setelah terjadi goncangan Malton, 1991; Adiyoga dan Soetiarso, 1999.
7.4.1. Strategi Manajemen Risiko Usahatani Ex-ante Ex-ante Risk
Management Strategy
Strategi manajemen risiko usahatani yang ditempuh petani sebelum timbulnya risiko pada dasarnya ditujukan untuk memperkecil variabilitas
penerimaan. Pada Tabel 57 ditunjukkan bahwa pola tanam yang memasukkan komoditas cabai merah besar dan cabai merah keriting diikuti oleh sebagian besar
petani responden masing-masing 64.50 dan 67.71 . Alasan petani
mengikuti pola tanam dominan tersebut adalah : 1 Pola tanam tersebut dipandang yang paling menguntungkan, 2 Sesuai dengan kondisi iklim
setempat, 3 Sesuai dengan kondisi lahan, seperti topografi dan kesuburan lahan, dan 4 Kalau berbeda dengan pola tanam yang umum berlaku dapat terserang
hama dan penyakit tanaman, serta 5 Menjaga kesuburan lahan dan keberlanjutan usahatani.
318 Sistem produksi yang dipilih oleh petani cabai merah besar adalah sistem
tumpang saritumpang gilir 65 dan monokultur 35 . Untuk cabai merah keriting petani yang menerapkan sistem tanam tumpang sari 53 dan
monokultur 47 . Sistem tanam monokultur untuk cabai merah besar sangat terkait dengan kelembagaan kemitraan antara petani cabai merah dengan
perusahaan industri pengolahan sebagai perusahaan yang merekomendasikan sistem budidaya secara monokultur. Bagi perusahaan mitra, sistem tanam ini
sangat penting karena dapat lebih menjamin pasokan yang dapat memenuhi perusahaan industri pengolahan baik dari aspek kuantitas maupun kualitas cabai
merah yang dihasilkan. Beberapa alasan petani menggunakan sistem produksi cabai merah besar
secara monokultur adalah : 1 Manajemen usahatani dan kegiatan-kegiatan menjadi lebih mudah, 2 Performa pertumbuhan tanaman menjadi lebih bagus,
3 Produktivitas perbatang lebih tinggi, dan 4 Kualitas hasil menjadi lebih baik. Sementara itu, alasan petani menggunakan sistem produksi tumpangsari atau
tumpang gilir lebih ditujukan untuk saling menutupi kerugian atau mengurangi risiko produksi dan penggunaan input produksi dan tenaga kerja menjadi lebih
efisien. Tidak diperoleh kesimpulan yang pasti apakah sistem usahatani
tumpangsai memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan monokultur. Soetiarso dan Setiawati 2010 mengungkapkan bahwa sistem usahatani cabai
merah tumpangsari dua variaetas cabai merah Tanjung 2 dan Hot Chili dengan kubis di dataran tinggi memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan
319 sistem tanam monokultur, dengan perbandingan pada varietas Tanjung 2 6.89
juta vs 5.08 juta0.25 Ha dan Hot Chili Rp. 13.01 juta vs 9.34 juta0.25 Ha. Diversifikasi varietas juga merupakan salah satu metode manajemen risiko
usahatani ex ante. Pada Tabel 57 diperlihatkan bahwa sebagian besar petani baik petani cabai merah besar maupun cabai merah keriting menggunakan varietas
tunggal, masing-masing dengan pangsa 61.50 dan 62.5 . Meskipun
demikian, pangsa petani yang menggunakan beberapa varietas masih cukup besar 38.5 untuk cabai merah besar dan 37.5 untuk cabai merah keriting.
Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan varietas yang menawarkan karakteristik spesifik umur panen, ketahanan terhadap serangan OPT, ketahanan terhadap
perubahan iklim jumlahnya cukup memadai, baik varietas unggul lokal TIT Randu, TIT Segitiga, dan TIT Super maupun varietas hibrida. Secara empiris
terdapat kecenderungan pergeseran dari penggunaan cabai merah dari unggul lokal ke hibrida, bahkan di daerah sentra produksi baru petani cenderung
bertumpu pada varietas hibrida, karena secara lokal spesifik telah teruji kelayakannya.
Untuk mengurangi risiko kegagalan usahatani, sebagian besar petani baik cabai merah besar maupun cabai merah keriting mengandalkan benih hibrida yang
dibeli dari kios atau toko saprodi, masing-masing dengan pangsa 51.50 dan 93.75 . Penggunaan varietas unggul lokal masih banyak dijumpai pada cabai
merah besar yang sebagian besar ditemukan di daerah sentra produksi Kabupaten Brebes, yang memilih bibit yang diproduksi sendiri dengan anggapan bahwa
spesifikasi dan kualitas produk yang dihasilkan sudah diterima pasar dan dapat menghemat biaya bibit karena dapat diproduksi sendiri secara empiris benih
320 unggul lokal memiliki kualitas dan produktivitas lebih rendah dibandingkan benih
hibrida. Tidak adanya jaminan mutu dan sertifikasi benih buatan petani sendiri oleh pemerintah menyebabkan tingkat produktivitas yang dicapai lebih rendah
dibandingkan benih cabai hibrida. Secara empiris penggunaan benih lokal dijumpai di daerah sentra produksi Kabupaten Brebes tidak hanya menyebabkan
rendahnya produktivitas, tetapi juga menyebabkan makin rendahnya frekuensi panen dari di atas 20 kali panen menjadi hanya 12 kali panen.
Walaupun dalam luasan yang relatif sempit, sebagian responden petani
cabai merah besar 36 dan cabai merah keriting 44 mengusahakan cabai
merah besar pada beberapa lokasi. Selain mengusahakan lahan milik sendiri, sepanjang modal tersedia dan penawaran lahan sewa tersedia, petani juga
menyewa lahan. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu strategi pengendalian risiko produksi, karena malalui diversifikasi hamparan petani juga dapat
mengurangi variasi hasil produksi agregat. Demikian pula jika secara spasial lokasi hamparan tersebut tersebar, variabilitas produksi agregat yang diakibatkan
oleh dampak serangan OPT dan ketidak pastian iklim seperti kekeringan dan kebanjiran dapat dikurangi.
Dapat disimpulkan bahwa penanaman cabai merah pada beberapa lokasi lahan garapan baik pada lahan milik maupun lahan sewa dapat mengurangi variasi
produktivitas, sehingga meningkatkan risiko produksi yang bersifat antisipatif ex- ante. Secara terperinci informasi tentang manajemen risiko usahatani ex-ante
yang dilakukan petani dapat dilihat pada Tabel 57.
321 Tabel 57. Strategi Manajemen Risiko Ex ante pada Usahatani Cabai Merah
Besar dan Cabai Merah Keriting, di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2009
Cabai Merah Besar Cabai Merah
Keriting No.
Uraian Frek
N = 200 Frek
N = 96 1
Pola tanam dominan setahun 129
64.50 65
67.71 2
Alasan mengikuti pola tanam dominan a. Pola tanamrotasi tanaman tsb dipandang
paling menguntungkan b. Sesuai dengan kondisi iklim setempat
c. Sesuai dengan kondisi lahan topografi, kesuburan
d. Kalau berbeda bisa tejadi serangan OPT. e. Menjaga kesuburan lahan dan
keberlanjutan 56
51 38
28 27
28.00 25.50
19.00
14.00 13.50
32 23
16
11 16
33.33 23.96
16.67
11.46 14.58
3 Sistem produksi cabai merah yang digunakan
a. Monokultur b. Tumpang sari atau tumpang gilir
71 129
35.50 64.50
45 51
46.88 53.13
4 Alasan menggunakan sistem monokultur
a. Manajemen usahatani lebih mudah b. Performa pertumbuhan tanaman bagus
c. Produktivitas perbatang lebih tinggi d. Kualitas hasil lebih baik
e. Memberikan keuntungan yang lebih besar 40
42 66
29 23
20.00 21.00
33.00 14.50
11.50 30
20 19
15 12
31.25 20.83
19.79 15.63
12.50
5 Alasan menggunakan sistem produksi
tumpangsari atau tumpang gilir a. Secara keseluruhan lebih menguntungkan
dibandingkan dengan sistem monokultur b. Penggunaan input produksi yang lebih efisien
c. Performa pertumbuhan lebih baik d. Saling menutupi kerugianmengurangi risiko
e. Menjaga kesuburan lahan dan keberlanjutan
usaha f. Memutus siklus OPT tertentu
45 48
8 55
18 26
22.5 24.00
4.00 27.50
9.00 13.00
23 20
5 25
9 14
23.96 20.83
5.21 26.04
9.38 14.58
6 Jumlah atau varietas cabai merah yang
digunakan a. Selalu varietas tunggal pada semua lahan
yang diusahakan b. Lebih dari satu varietas pada
lahanhamparan yang sama c. Lebih dari satu varietas pada
lahanhamparan yang berbeda 123
15 62
61.50 7.50
31.00 60
16 20
62.50 16.67
20.83 7
Sumber dari seluruh atau sebagian besar bibitbenih cabai yang digunakan
a. Hasil produksi sendiri b. Hasil produksi kelompok tani
c. Membeli dari kiostoko saprodi d. Disediakan dari perusahaan mitra
78 5
103 14
39.00 2.50
51.50 7.00
4 -
90 2
4.17 93.75
2.08 8
Banyaknya persil pertanaman cabai a. Hanya ditanam disatu lokasi
b. Ada di beberapa atau lebih dari satu lokasi c. Semua lokasi
128 68
4 64.00
34.00 2.00
54 33
9 56.25
34.37 9.38
322
7.4.2. Strategi Manajemen Risiko Usahatani Interaktif Interactive Risk