b. Penggaraman basah Wet salting
Penggaraman basah dilakukan dengan merendam ikan dalam larutan garam pekat. Pada dasarnya cara ini mirip dengan penggaraman kering. Bedanya larutan
garam perendaman ikan dibuat lebih dulu sehingga konsentrasi kepekatan larutan ini dapat dibuat sesuai dengan selera dan keperluan. Untuk perendaman ikan
berukuran besar dan waktu perendamannya cukup singkat diperlukan larutan garam jenuh dengan konsentrasi yang cukup tinggi . Dalam hal ini bisa pula
menggunakan larutan garam yang konsentrasinya lebih rendah, tetapi selama proses perendaman harus ditambahkan kristal garam secukupnya untuk
meningkatkan konsentrasinya.
c. Pelumuran garam Kench salting
Pada proses ini, pengawetan ikan dengan kristal garam pada dasarnya mirip dengan penggaraman kering, tetapi larutan garam yang terbentuk dibiarkan
mengalir ke luar wadah. Wadah yang digunakan tidak kedap air tetapi berupa keranjang. Ikan yang dilumuri garam ditumpuk dalam keranjang dan dipadatkan
serta ditutup rapat. Menurut Agus 1995 untuk ukuran kristal garam yang digunakan sebaiknya juga disesuaikan dengan besar kecilnya ukuran ikan. Untuk
ikan-ikan kecil sebaiknya menggunakan butiran garam yang lebih halus agar meresapnya lebih mudah sedangkan untuk ikan-ikan sedang dan besar, sebaiknya
menggunakan butiran garam ukuran sedang.
2.3 Dampak Mengkonsumsi Ikan Asin
Menurut Hendrawan Ariwibowo 2013 paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan resiko karsinoma nasofaring adalah
Universitas Sumatera Utara
konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak mengkonsumsi. Potensi karsinogenik ikan
asin didukung dengan penelitian pada tikus disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efesien sehingga terjadi akumulasi nitosamin yang dikenal karsinogen
pada hewan. Enam puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin makanan fermentasi yang diawetkan.
2.4 Klasifikasi Laut Berdasarkan Kedalaman
Menurut Nyabekken 1988 berdasarkan kedalamannya, laut dibagi menjadi 4 zona, yaitu zona lithoral, zona neritis, zona bathial, dan zona abisal.
a. Zona Lithoral
Zona Lithoral adalah wilayah pantai atau pesisir atau shore. Pada saat air laut pasang wilayah ini tergenang air dan pada saat air laut surut wilayah ini
berubah menjadi daratan. Zona Lithoral juga merupakan daerah pantai yang terletak di antara pasang tertinggi dan surut terendah. Oleh karena itu wilayah ini
sering juag disebut wilayah pasang surut. b.
Zona Neritis
Zona Neritis wilayah laut dangkal yaitu batas wilayah pasang surut hingga kedalaman 50 m. Pada zona ini masih dapat ditembus oleh sinar matahari,
sehingga pada wilayah ini paling banyak terdapat berbagai jenis kehidupan baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
c. Zona Bathial
Zona Bathial wilayah laut dalam adalah wilayah laut yang memilki kedalaman antara 50 m hingga 1800 m. Wilayah ini tidak dapat tertembus sinar
matahari. Oleh karena itu kehidupan organismmenya tidak sebanyak yang terdapat di wilayah Neritis. Menurut Darmono 2001 kandungan logam berat di
laut dalam lebih rendah daripadan di laut dangkal. Hal ini disebabkan karena lautan dapat melarutkan dan menyebarkan bahan-bahan tersebut sehingga
konsentrasinya menjadi menurun, terutama di daerah laut dalam. Kehidupan laut dalam juga terbukti lebih sedikit terpengaruh daripada laut dangkal. Daerah
pantai, terutama daerah muara sungai sering mengalami pencemaran berat, yang disebabkan karena proses pencemaran yang berjalan terus-menerus secara
perlahan sehingga terjadi akumulasi. d.
Zona Abisal
Zona Abisal wilayah laut sangat dalam yaitu wilayah laut yang memilki kedalaman di atas 1800 m. Di wilayah ini suhunya sangat dingin dan tidak ada
tumbuh-tumbuhan. Jenis hewan yang dapat hidup di wilayah ini sangat terbatas.
2.5 Pencemaran Logam Berat di Perairan